Pengalaman GARIS DUA (Positif Covid19)

by - 5:27 PM



Setelah sekian lama berlalu, akhirnya saya mau cerita tentang kami yang akhirnya terpapar Covid -  Semua berawal di Ramadhan 2021 lalu. Sehari sebelum Ramadhan, suami merasakan ada sesuatu yang nggak nyaman pada tubuhnya. Awalnya sih, katanya gejala asam lambung, lalu pagi itu makan ikan asin, tiba-tiba tenggorokan sakit. Nggak mikir ke arah Covid sama sekali, cuma mikir ini tenggorokan nggak enak gara-gara makan ikan asin.

Oke, hari itu banyak minum air putih hangat, bahkan sampai konsultasi ke dokter baik kenalan kami dan dikasih beberapa rekomendasi obat. Sampai akhirnya, suami demam. Masih berpikir gara-gara ikan asin (kasian tu ikan asin). Tenggorokan tetap nggak nyaman, hidung mulai ikut-ikutan nggak nyaman. Demamnya nggak terlalu tinggi, suhu naik dan turun bergantian, nafsu makan hilang, dipaksakan makan jadi pengen muntah. Padahal itu udah bulan Ramadhan, suami masih merasa kuat puasa meskipun sahur dan buka makannya nggak selera.

Alhasil, seharian beliau hanya banyak tiduran, sampai akhirnya berhasil sampai waktu buka puasa. Lemes banget dong, tapi benar-benar berjuang supaya tidak meninggalkan puasa satu haripun. 

Beberapa hari demam naik turun, badan lemes, dan nafsu makan nggak enak, suami masih belum mau ke rumah sakit. Kami benar-benar mengandalkan dokter kenalan kami yang super baik, konsultasi hampir setiap hari melalui Whatsapp, obat-obatan dan vitamin kami beli juga via online melalui aplikasi khusus memesan obat-obatan dari apotek-apotek terdekat.

Di hari ketiga, demam suami mulai turun Alhamdulillah, tapi gantian Aal yang demam. Demamnya cukup tinggi sampai 39,4°C. Kami tetap menyangkal pikiran tentang Covid, kami berpikir, "Mungkin Aal kecapaian." Kami mengobati Aal dari rumah sambil berkonsultasi dengan dokter baik kenalan kami yang selalu sedia membantu kami sekeluarga saat itu. Sebenarnya saya agak khawatir  kalau Aal yang demam, karena dia punya gejala asma. Asamanya biasa kumat saat dia demam, atau sakit flu atau batuk. Saya pun menyiapkan beberapa obat yang mana tahu nanti akan Aal butuhkan, untuk berjaga-jaga.

Hari itu hari Jumat, 16 April 2021, hari ketiga Ramadhan dan kondisi suami sudah membaik. Beliau pergi sholat Jumat sekalian ke tempat kerjanya setelah libur beberapa hari sebelumnya.

Sorenya, suami tergerak untuk coba melakukan tes antigen di rumah sakit depan tempatnya bekerja. Nggak curiga sama Covid (masih berfikir positif bahwa ini bukan Covid), hanya pengen make sure aja kalau ini tuh benar-benar bukan Covid. Biar tenang ngerawat anak di rumah.

Tapi hasilnya. ternyata... GARIS DUA, alias positif Covid19. Shock.

Sesampainya di rumah, suami langsung mengabari saya. Saat itu saya anggap suami saya sedang bercanda. "Enggak, Abi nggak bercanda kalau soal kesehatan, Sayang." Kata suami meyakinkan saya, dan saya pun terdiam. Kami bingung harus gimana, "Harus Swab PCR nggak, ya?", "Harus lapor Puskesmas nggak, ya?" Kami duduk berhadapan sambil mencari solusi dan jalan terbaik.

Suami bertanya, "Abi baiknya isolasi di kamar kos atau gimana, ya?" Kebetulan, satu kamar kos kami sedang kosong saat itu. Saya pun menjawab, "Di sini ajalah kita sama-sama, kan kita close contact banget dari kemarin-kemarin, makan bareng, tidur sekamar berempat. Dari pada di kamar kos sendirian." Saya memilih begitu.

Reaksi anak-anak pun kaget saat mengetahui keadaan Abinya saat itu, "Apa??! Masa ada virus Corona di tubuh Abi? Aal juga?" 

"Bisa jadi, karena Aal ada gejala demam. Kalau mau tau pasti harus dicek antigen/swab." Saya dan suami menjawab.

"Haaa nggak mau hidung Aal dicucuk!" Katanya. "Oke, yaudah, jadi kemungkinan virus Corona itu ada di rumah kita. Sekarang kita harus perang! Nanti akan Umi siapkan senjata-senjata untuk menyerang dia (virus)! Senjatanya berupa vitamin, makanan sehat, tidur cukup dan kita harus bersenang-senang, yaa.." Mereka pun mengangguk, daripada dicucuk.

Saumi pun memutuskan, "Kita isolasi mandiri semuanya, nggak perlu Swab lagi lah. Akurasi tes antigen itu  mencapai 97%, dan kita juga bergejala. Kata rumah sakit (tempat suami antigen), hasil antigen Abi sudah dikabari ke Puskesmas. Kalau nanti Abi dihubungi untuk jalani Swab PCR ya nurut saja lah, kalau pun harus isolasi ke Rumah Sakit Khusus Infeksi (RSKI) Galang, ya sudah dijalani sajalah. Yang penting sekarang ini kita mulai isolasi mandiri dan lewati masa-masa ini." Pasrah. Cuma itu yang kami bisa, nggak mau terburu-buru melalukan Swab PCR mandiri. Apalagi saat itu kasus Covid di Batam lagi naik-naiknya, tiap orang yang memiliki hasil Swab PCR positif pasti diisolasi ke RSKI. Sebisa mungkin kami hadapi sendiri, berusaha sehat, berjuang agar lekas sehat serta berpasrah pada Allah saja.

...

Beberapa hari kemudian, saya mulai merasakan gejala. Kepala berat, lemas, batuk, dan pelan-pelan penciuman saya menghilang. Pas banget bertepatan dengan period menstruasi saya, jadi saya nggak puasa dan bisa tetap banyak minum dan makan yang cukup. Aal sudah membaik saat itu. Demamnya sudah turun, saya bersyukur sekali dia tidak sampai asma. Hanya demam sekitar 2-3 hari, kemudian dia sehat lagi seperti sedia kala. Jadi, walaupun saya agak drop, tapi saya lega karena Aal baik-baik saja. Oh ya, suami saya pun sudah sehat saat itu, nafsu makan juga pelan-pelan kembali baik.

Maryam menyusul bergejala. Dia demam ringan tengah malam bikin saya nggak bisa tidur. Suhunya 37,6°C dan langsung saya kasih paracetamol. Tiap jam saya pantau suhu tubuhnya, syukurnya tidak pernah lebih dari 38°C. Siang harinya, suhu tubuhnya perlahan kembali normal dan sore harinya demampun hilang.

Ya Allah, saya bersyukur sekali Maryam tidak mengalami gejala yang lama, hanya demam ringan numpang lewat saja. Saya yang saat itu masih drop, akhirnya bisa agak tenang dan fokus untuk memulihkan diri sendiri.

Gejala yang saya rasakan agak panjang. Batuk sampai dua minggu, penciuman hilang mau 9 hari. Rasa ingin ke Rumah Sakit tapi maju mundur, syukur dan terima kasih sekali kepada dokter kenalan kami yang baik hati. Allah lah yang pantas membalas kebaikan beliau yang selalu sedia saat kami benar-benar membutuhkan.

Sudah mau 16 hari kami isolasi mandiri, setengah bulan Ramadhan. Tapi untuk berjaga-jaga, kami memperpanjang waktu isolasi mandiri. Tidak ada buka puasa bareng orang tua, sekalipun kami tidak ada mengunjungi rumah orang tua selama Ramadhan (bahkan sampai lebaran). Sedih. Iya, sedih banget.


Beberapa Hari Sebelum Lebaran

Jadi, orang tua kami semuanya tidak tahu bagaimana kondisi kami sama sekali. Sengaja kami tutupi karena nggak mau orang tua kami khawatir dan kepikiran anak dan cucunya yang sakit. Kami tidak mengabari bahwa kami terpapar Covid karena kami anggap kami tidak apa-apa, kami anggap kami bisa melalui semua ini dengan baik, jadi kami nggak mau orang tua overthingking tentang kondisi kami. Namanya orang tua pasti akan khawatir kan.. Kami nggak mau orang tua kami malah jatuh sakit karena memikirkan kami.

Beberapa sebelum lebaran, akhirnya saya menceritakan kondisi kami sejak awal Ramadhan, sekaligus minta maaf karena belum bisa mengunjungi mereka di hari-hari terakhir Ramadhan bahkan sampai lebaran.

Benar kan, Mama auto nangis pas dengar kabar itu. Air mata berlinang-linang sambil menghujani kami banyak pertanyaan. Hehehe. Papa lebih tenang reaksinya dan bisa menenangkan Mama. "InsyaAllah nggak apa-apa, udah berlalu dan sekarang udah pada sehat."

Hampir satu jam lebih kami video call, saya menceritakan kondisi kami dari awal sampai akhirnya dinyatakan negatif tanggal 5 Mei 2021 (suami tanggal 3 Mei 2021). Alhamdulillah.

Mama dan Papa pun paham dan legowo karena kami tidak bisa berkunjung Ramadhan dan lebaran kali ini. Alhamdulillah kami saling menguatkan di Hari Raya Idul Fitri kali ini, untuk yang kedua kalinya semenjak pandemi kami berlebaran dari jarak jauh. "Yang penting pada sehat dulu yaaa, Yasti, Fendi, Aal, Maryam...." Kata Mama dan Papa menguatkan kami semua.

Ahamdulillah, kami bisa berkumpul lagi beberapa minggu setelah lebaran dalam keadaan sehat semuanya. Semoga kita semua diberi kesehatan oleh Allah, dijauhkan dari penyakit menular dan penyakit berbahaya, semoga Allah lindungi kita semua.

Selain berdoa, kita juga harus berikhtiar untuk menjaga kesehatan dan menjaga protokol kesehatan. Protokol kesehatan pun mesti double sekarang, mengingat ini virus makin sulit terkendali.

Vaksin juga menjadi salah satu cara ikhtiar. Vaksinlah jika ada kesempatan. Bagi kami "alumni" Covid, kami baru bisa divaksin setelah 120 hari dinyatakan positif (sekitar 3 bulan), begitu informasi yang kami dapatkan dari para tenaga kesehatan.


Tips Buat Teman-Teman Yang Sedang Positif

1. Pahami diri dan keluarga, adakah penyakit penyerta? Jika ada, observasi lebih ketat dan kalau bisa langsung ke Rumah Sakit. Jika tidak ada dan merasa baik-baik saja, lebih baik isolasi mandiri di rumah.

2. Tetap berpikiran positif, jangan stres. Covid ini kadang menyerang mental. Kita yang tadinya sehat, bisa jadi tiba-tiba drop karena kitanya stres. Melawan virus butuh imun yang kuat, dan stres membuat imun kita lemah.

3. Berkonsultasi dengan dokter jika kalian punya gejala ringan. Kalau tidak punya teman atau kenalan dokter, kalian bisa menggunakan aplikasi Alodokter atau Halodoc. Di sana kita bisa konsultasi dengan dokter sekaligus membeli obat via online di apotek terdekat.

4. Usahakan beli Oxymeter. Oxymeter alat untuk mengukur saturasi oksigen di dalam darah kita. Kalau saturasi oksigen kita turun (normalnya di atas 90), biasanya kita akan merasa sesak, dan itu harus segera dapat pertolongan medis (IGD). Saya beli Oxymeter via online di Shopee harganya sekitar Rp100.000 langsung dikirim menggunakan Go Send. Harga bervariasi, mulai dari Rp100.000 sampai Rp800.000 juga ada. Atau bisa juga beli di apotek terdekat.

5. Nggak usah share ke publik kalau saat itu kita positif (update status), informasikan ke rekan kerja, teman atau siapapun yang berkontak dengan kita 14 hari terakhir. Kenapa nggak usah share ke publik? Karena kadang komentar orang nggak enakin hati, saat sakit kita biasanya lebih sensitif, butuh suasana memotivasi bukan sebaliknya. "Nggak pake masker ya?", "Kalian masih pada suka ngumpul ya?", "Belum vaksin ya?", "Padahal di rumah aja, kok bisa pula kena?" dll pertanyaan atau bahkan pernyataan yang bikin badmood. Pliss, kita butuh goodmood saat itu untuk imun. Tapi...kalau kalian merasa kuat dan bodo amat dengan omongan-omongan di atas, ya silahkan share ke publik. Tentu ada pula teman-teman kita yang akan bantu mendoakan dan mensupport kita, kan?

6. Edukasi Covid kepada anak-anak sewajarnya, sesuai usia, jangan pula menakut-nakuti. Kalau saya selalu bilang ke anak-anak. "Virus itu bagaikan musuh, dan dia masuk ke dslam tubuh kita. Nah, tubuh kita punya tentara-tentara yang disebut imun. Imun tubuh yang banyak dan kuat bisa melawan virus-virus itu sampai mati dan akhirnya kalah. Kita harus menang melawan mereka! Gimana biar tentara imun kita kuat? Makan makanan sehat yang umi sediakan, minum vitamin, banyak istirahat, banyak minum air putih, dan bersenang-senang. Kalau sakit, minum obat teratur. InsyaAllah kita semua menang."

7. Sabar. Gejala tiap orang beda, lama kesembuhan tiap orang juga beda. Jangan jadi pikiran, "Kok si A cepet sembuh ya?", "Kenapa ya aku lama sembuh?" Lagi-lagi, pikiran harus dijaga agar selalu positif. Sabar saja, selagi gejala tidak memberat, kita harus terus bertahan dan berjuang. Kasihan juga para tenaga kesehatan kita yang kelelahan menangani kasus Covid ini.

8. Makan teratur, makan sehat nutrisi lengkap, banyak minum air putih, minum vitamin tambahan seperti vitamin C, D, E, B kompleks, madu, istirahat yang cukup, usahakan olahraga, berjemur matahari pagi, dll yang dibutuhkan.

9. Besar hati untuk menjalani dan melaluinya. Ini salah satu ujian dari Allah untuk kita. Jika kita mau "naik kelas", tentu akan ada ujian dan kita harus lulus dari ujian itu. Jangan menyesali keadaan, "Kenapa bisa kena, ya? Padahal kami sangat menjaga protokol kesehatan." Stop. Virus ini tuh nggak kelihatan, dia juga sudah tersebar kemana-mana. Nggak bisa lagi ditracking ini kena dimana, ketular dari siapa, kok bisa kena. Kalau kenyataannya kita kena, ya sudah, fokus saja untuk lawan dan kalahkan, fokus saja menuju sembuh dan kembali normal.

Sepertinya saya hanya bisa memberikan 9 tips di atas sesuai dengan pengalaman saya pribadi dan yang kami terapkan. Tips di atas saya tulis bukan karena saya sudah sekuat itu ya, tentu saya rapuh dan berat pada awalnya, cuma atas dukungan suami dan pembelajaran di setiap harinya yang saya dapatkan saat itu, maka saya bisa menulis tips-tips di atas dan saya bagikan kepada para pembaca blog saya. Semoga bermanfaat, yaa..

Terima kasih yaaa, buat kalian yang sudah membaca cerita saya sampai akhir. Kalau kalian ada pengalaman dengan Covid atau mau menambahkan tips, boleh kok sharing di kolom komentar.

Semoga sehat-sehat selalu ya, kita.... :)

You May Also Like

2 comments

  1. Makasih Umiiiii sharingnya...
    Semoga sehat2 sekeluarga yaa

    ReplyDelete
  2. Semoga kita semua selalu dalam lindungan Allah yang maha kuasa ya umi dan keluarga. Sehat selalu

    ReplyDelete