Menulis Itu Asyik! - Tips Bisa Nulis Tanpa Banyak Mikir

by - 5:38 AM


Menulis Itu Asyik! - Tips Bisa Nulis Tanpa Banyak Mikir - Hai semuanya, Assalamumu’alaikum. Postingan kali ini spesial banget karena postingan ini sekalian saya jadikan materi dalam Whatsapp Sharing “Menulis Itu Asyik” bersama Rumah Belajar Menulis Ibu Profesional Batam. Cieeh, materi..hihi. Kita sharing-sharing aja yaa, anggap aja saya sedang cerita-cerita dan berbagi pengalaman ke teman-teman sambil santai-santai.

Oke, baik. Sebelum kita cerita ke topik yang lebih dalam, sekarang saya mau bertanya dulu, nih. Teman-teman  pernah nggak, sih, lagi punya ide nulis tapi susah banget menuangkannya menjadi tulisan? Atau pas udah nulis satu atau dua kalimat terus teman-teman bingung sama kelanjutannya. Akhirnya stuck dan close, deh. Atau tulisan udah beberapa paragraf berhasil ditulis, ehh malah nggak pede dan nggak jadi di-share­. Merasa tulisannya nggak bagus dan malu kalau dibaca orang.

Saya pernah! Bahkan dulu saya punya blog yang memang nggak boleh dilihat orang-orang. Saya malu kalau ada yang membaca tulisan saya. Padahal tulisannya tidak berisi aib, kok. Hehehe. Cuma memang saat itu saya benar-benar nggak pede dan malu, overthinking, takut orang-orang anggap tulisan saya jelek atau nggak nyambung, pokoknya nggak pantas dibaca.

Coba, deh, bayangkan… Kalau misalnya saya nggak menarik keluar diri saya yang seperti itu, bakal jadi nggak blog ini dengan ratusan tulisan yang published di dalamnya? Bisa jadi nggak itu buku “Mencintai Tanpa Syarat” dan buku-buku antologi lainnya? Bahkan saya tidak akan ada di Whatsapp Sharing ini bersama teman-teman. Iya, kan?

Alhamdulillah, akhirnya saya berhasil menarik diri saya dari kekangan perasaan itu. Saya mulai pede menulis itu waktu kuliah. Saat itu saya menulis ya menulis aja, lalu post ke blog dan setelah itu saya nggak peduli. Kalau ada yang baca, ya, nggak apa-apa, kalau nggak ada yang baca pun nggak apa-apa. Nggak mau (lagi) mikirin ‘gimana ya pendapat orang tentang tulisanku?’ atau ‘tulisanku nyambung nggak, sih?’ atau lain-lainnya.

Sampai pada suatu ketika, ada seseorang yang meninggalkan komentar di bawah postingan blog saya yang inti isi komentarnya adalah “Terima kasih karena sudah sharing, Mbak.”
Membaca komentar itu, saya bahagia banget. Dalam hati saya, “Wah, benarkah tulisan saya berguna?”

Setelah itu, tiap saya mau menulis yaa, saya menulis aja. Tanpa banyak mikir gimana-gimananya. Tulis aja, selama tulisan yang kita tulis itu bukan aib, hoax, ujaran kebencian atau sesuatu yang mengandung SARA.

Saya pernah mengikuti kelas belajar nulis, dan seseorang berkata yang isinya kurang lebih begini, “Tiap tulisan pasti ada pembacanya.” Kata-kata ini menguatkan tekad saya untuk terus menulis, menghempas semua keraguan dan ketidak-pede­-an saya dulu.

Perlahan, saya pun menemukan alasan dari pertanyaan “untuk apa saya harus menulis?”
Nah ini dia poin pertama yang harus kita cari tau, “Untuk apa saya menulis?”

Bagi saya, saya harus terus menulis karena:

1. Saya ingin menjadi manusia yang bermanfaat, “Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain.”

Saya seorang ibu rumah tangga yang mayoritas kegiatan sehari-harinya yaa di rumah, circle orang-orang di dekat saya pun tidak terlalu banyak. Hanya sebatas keluarga, teman-teman terdekat dan tetangga sebagian. Kalau saya turun menjadi seseorang yang bermanfaat dengan keberadaan fisik saya, maka saya akan kesulitan. Tapi jika saya  menjadi seseorang yang bermanfaat hanya dengan jari-jari saya, mungkin itu tidak akan terlalu sulit. Ya, menulis.

Dengan menulis, manfaat yang saya tuang ke dalam tulisan itu bisa tersebar kemana-mana karena adanya internet, bahkan mendunia (blog). Saya menulis di kamar tidur sembari menemani anak-anak tidur siang, tapi tulisan saya bisa sampai dibaca oleh orang-orang dimanapun berada. Menulis adalah cara menebar kebaikan termudah, menulis juga bisa menabung pahala jariyah.

2. Saya ingin mengikat kenangan

Tahukah teman-teman, bahwa menulis itu bisa memperpanjang usia? Ketika kita menuliskan kenangan hidup kita, maka tulisan itu bisa hidup lebih lama dari usia kita. Meskipun raga kita kelak sudah tidak ada di dunia, tetapi tulisan kita dan kenangan-kenagan yang pernah kita tuliskan itu akan tetap hidup selamanya. That’s why, saya menulis karena saya ingin bisa hidup lebih lama dari jatah usia yang sudah ada.

Buku “Mencintai Tanpa Syarat” adalah diri saya yang akan hidup selanjutnya jika kontrak hidup saya di dunia ini berakhir. Dan saya ingin menambah ‘diri saya’ yang lainnya lagi, agar saya bisa tetap hidup sampai kapan-kapanpun. Setidaknya untuk keluarga atau orang-orang yang saya sayangi.

3. Saya ingin mengikat ilmu

Kemana perginya ilmu pengetahuan jika manusia tidak menuliskannya? Belum lagi, manusia itu langganannya lupa. Nah, biasanya saya suka menuliskan kembali tentang apapun yang saya pelajari. Baik itu tulisan tangan di buku tulis, maupun tulisan digital di blog. Saya juga pernah mendengar seseorang berkata, “Untuk apa kita belajar, lalu ilmunya kita telan sendiri. Akan lebih baik jika kita bagikan lagi ke orang-orang, sehingga ilmu itu kian menyebar menjadi ilmu yang bermanfaat bagi orang banyak.”

Jadi, coba deh teman-teman tuliskan atau semacam buat rangkuman setiap teman-teman mendapat ilmu. Menyebar ilmu insya Allah bisa menjadi pahala jariyah ya, teman-teman.

4. Menulis bisa menjadi self healing

Menulis itu bisa dijadikan terapi untuk meredakan stress, loh. Kadang kita nggak bisa bicara atau mengungkapkan perasaan kita melalui lisan, nah kita bisa coba dengan cara menuliskannya. Tapi jangan menulis segala kekesalan di dalam status media sosial, ya..hehehe. Kita harus lebih bijak menempatkan tulisan kita, jangan sampai tulisan yang berisi aib, kita sebar ke publik. Kadang, menuliskan perasaan itu tidak mesti harus segamblang itu kok, kita bisa menuliskan perasaan ke dalam sebuah cerita novel, puisi atau mungkin hanya sekedar cerita pendek dengan tokoh samaran atau cerita nyata yang sedikit dimodifikasi. Dengan begitu, tidak ada aib yang disebar. Yang ada hanya tulisan apik yang asyik dinikmati banyak orang, syukur-syukur jika ada pelajaran atau pesan-pesan atau hikmah yang kita bagikan. Insya Allah, pahala jariyah lagi..


Itu dia keempat alasan saya untuk terus menulis. Sekarang, ketika kita sudah tahu alasan untuk apa kita menulis, kenapa masih sulit untuk memulai menulis?

Yuk, teman-teman, kita mulai menulis tanpa banyak mikir!

Tulis aja sebagaimana teman-teman bercerita, anggap aja sedang bercerita dengan diri sendiri melalui jari jemari. Mulai aja dulu dengan menuliskan cerita hari ini, kejadian lucu hari ini, kejadian menyebalkan hari ini, atau semacamnya. Teman-teman juga bisa menulis tentang buku atau film favorit yang sudah teman-teman baca atau tonton, atau tulis tentang cerita liburan, pengalaman menggunakan produk  A, B atau C. Tulis aja.

Kalau saya dulu suka nggak pede dengan tulisan saya, tenang…tulisan akan semakin membaik seiring kita semakin rajin menulis. “Ala bisa karena biasa,” juga berlaku dalam hal tulis menulis.

Setelah teman-teman mulai menulis, lalu coba ikut berbagai kelas menulis. Salah satu contohnya ya ikut Rumah Belajar Ibu Profesional ini. Coba masuk ke dalam circle dimana orang-orang di dalamnya gemar menulis, saling menebar semangat untuk menulis, bahkan menulis ini harus dengan PAKSAAN. Misalnya, seperti di grup belajar menulis yang pernah saya ikuti; wajib setor tulisan setiap hari minimal 1000 kata. Nah, loh..hehehe.

Dengan ‘paksaan’ tersebut, kadang kita bakal takjub sendiri dengan diri kita, “Wah, ternyata aku bisa kok nulis segitu banyak.”

Ternyata kita bisa nulis, hanya saja selama ini kita yang tidak mau mencoba menuliskannya.

“Penulis yang baik adalah pembaca yang baik.”

Nah, ini poin penting yang terakhir. Jika kita mau bisa menulis, maka kita harus MAU membaca. Dengan banyak membaca, kita akan banyak belajar bagaimana penulis itu menulis, kita juga akan mendapat banyak kosa kata atau mendapat banyak referensi gabungan kosa kata yang apik dan sedap dibaca.

Pengalaman saya, saya bisa menemukan perbedaan kualitas tulisan saya 5 tahun yang lalu dengan tulisan saya yang sekarang. Kenapa? Ya, karena asupan bacaan saya sekarang lebih banyak dari pada asupan bacaan saya 5 tahun yang lalu. Jadi, menulis itu juga bisa bertumbuh. Tinggal kitanya, nih, apakah kita mau sabar menumbuhkan (kualitas) tulisan kita dengan banyak membaca?

Pesan terakhir saya dalam Whatsapp Sharing ini; Untuk bisa menulis, tidak perlu teori khusus. Tulis aja apa yang ada di pikiran atau perasaan kita. Tulisan kita itu bertumbuh, seiiring dengan kita yang terus belajar dengan banyak membaca atau mau belajar. Jangan membandingkan tulisan kita dengan tulisan penulis lain, karena setiap penulis tidak bisa disama-samakan atau dipaksa untuk sama. Setiap tulisan pasti akan menemukan pembacanya masing-masing, jangan khawatir.

Semangat untuk teman-teman! Selamat menulis…

Semoga tulisan ini bermanfaat, yaaa… Terima kasih sudah membacanya sampai akhir.. :)



You May Also Like

4 comments

  1. Maasyaa Alloh, baarokalloh mbk Juli...
    Miss U, lama gak jumpa dan ngobrol, semoga sehat-sehat selalu...

    Terima kasih tipsnya mbk,menggugah hati untuk terus menyukai menulis...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wafiik Barakallah, Mba Denik.. Sama2.. Miss u too, lama ga kumpul dan ngobrol yaaa..... Sehat2 juga mba, semoga ada rejeki, waktu dan kesempatan kita silaturrahmi langsung yaaa.. :)

      Delete
  2. Hatur nuhun mba Juliiii sharingnya, jadi suntikan Semangat untuk menulis Dan bermanfaat 😘

    ReplyDelete