Cerita Kami Memilih Homeschooling #HStory

by - 1:21 AM

Homeschooling

Cerita Kami Memilih Homeschooling #HStory - Sungguh asing bagi saya ketika pertama kali mengenal kata Homeschooling. Yang saya tahu, homeschooling itu ya belajar di rumah, panggil guru ke rumah, semacam memindahkan sekolah ke rumah. Tapi ternyata saya salah, dan akhirnya saya mulai untuk mencari tahu dan mempelajarinya. Dan masih terus mempelajarinya sampai saat ini.

Bermula dari hari itu, ketika saya dan suami ngobrol santai membahas calon anak kami. Waktu itu anak pertama kami masih di dalam perut, tapi pembahasan tentang anak cukup sering menjadi tema obrolan kami.

Suami mulai membahas tentang homeschooling, yang insyaAllah akan menjadi jalur pendidikan anak-anak kami. Sempat terlintas ragu, "Waduh, nggak sekolah? Gimana ya entar?" pikir saya. Tapi saya tetap menyetujuinya, saya yakin suami saya pasti sudah berfikir dan mempelajari banyak hal tentang homeschooling, hingga akhirnya beliau membuat keputusan seperti itu untuk anaknya.

Suamipun mengenalkan rumahinspirasi.com kepada saya, sebuah blog yang membahas pengalaman penulisnya sebagai praktisi homeschooling. Setelah baca-baca, wah, ternyata menarik juga. Tapi, ragu tetap ada di dalam hati saya, "Apakah saya bisa..?".

Akhirnya saya memilih untuk menjalaninya saja, toh saat itu anak masih di perut, masih ada waktu untuk saya mencari tahu dan mempelajari homeschooling lebih banyak lagi.

Selain mencari refrensi dari Rumah Inspirasi, saya dan suami juga belajar dari bukunya Ayah Edy tentang "Indonesia Strong From Home". Di sana juga menjelaskan tentang pentingnya pendidikan rumah, rumah sebagai tempat pertama pembentukan karakter seorang anak.

Singkat cerita, akhirnya anak kami pun lahir. Kelahirannya merupakan 'sekolah kehidupan' baru bagi saya, karena hadirnya membuat saya banyak sekali belajar hal-hal baru yang selama ini tidak pernah saya pelajari di sekolah dan perguruan tinggi.

Saya sadar, peran saya sebagai ibu juga akan sekaligus sebagai guru untuknya. Saya harus memantaskan diri agar bisa menjadi seorang yang pertama kali menjadi teladan bagi hidupnya. Serius, ini tidak mudah. Tapi saya percaya, Allah berikan ujian sesuai kemampuan hambaNya. (Anak adalah ujian bagi orang tuanya, bukan?)


Ketika Anak-Anak Lain Masuk Sekolah, Dan Anak Saya Tidak

Usianya 4 tahun saat itu, belum usia sekolah memang. Tapi teman-teman dan saudaranya kebanyakan sudah dimasukkan ke sekolah semacam Playgroup atau PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Tiap pagi, anak-anak lain seusianya sudah sibuk berangkat sekolah di pagi, sedangkan anak saya tidak. Bahkan kadang masih santai di atas kasur bersama mainan kesukaannya.

Pernah dia tanyakan tentang sekolah, secara di belakang rumah kami ada Sekolah Dasar swasta. Pagi hari kami pernah mengajaknya jalan pagi, sambil melihat aktivitas anak-anak sekolah yang baru pada tiba. Ada yang baru turun kendaraan diantar oleh orang tuanya, ada yang berlari masuk ke dalam area sekolah sambil membawa tas besar, ada yang sedang ngobrol dengan gurunya, ada yang sedang bermain lari-larian dan banyak lagi.

Saya juga pernah mengajaknya bermain ke salah satu PAUD yang tidak jauh dari rumah kami. Saya hanya ingin dia juga tahu, bagaimana sekolah, seperti apa sekolah itu, dan saya juga ingin tahu bagaimana sekolah itu menurutnya. Karena pada dasarnya, kami tidak anti dengan sekolahan. Kalaupun anak kami ingin sekolah, akan kami persilahkan juga.

"Aal mau belajar, tapi Aal nggak mau sekolah. Sekolah enggak enak, nggak bisa sambil main.." Keputusan yang ia ambil sendiri di usia 5 tahun.


Menanggapi Pertanyaan Kakek dan Neneknya Tentang Homeschooling

Di usia Aal 4-5 tahun, orang tua kami menanyakan tentang sekolahnya. "Kapan dia masuk sekolah?", "Rencana mau sekolahin dimana?", pertanyaan itu tadinya cukup membuat saya gugup. Saya tidak bisa bayangkan, bagaimana reaksi beliau jika mengetahui bahwa cucunya tidak sekolah formal. Sedangkan cucunya yang pertama (cucu dari abang saya yang di Banjarbaru), sudah masuk sekolah sejak usia 3,5 tahun.

Alhamdulillah, saya menjawab pertanyaan beliau dengan sangat yakin. "Mungkin Aal nggak sekolah, Pa.. Dia homeschool, sekolah di rumah." Papa saya mengerutkan dahi mendengar jawaban saya. Merasa asing juga mungkin.

"Gimana itu? Apa nggak sebaiknya dimasukin sekolah saja?" Ahh, banyaklah pertanyaan yang muncul beruntun. Hehehe. Salah satunya, "Kalau nggak sekolah, nanti bagaimana ijazahnya?"

Saya pun berusaha menjelaskan tentang homeschooling, bagaimana belajarnya, ijazahnya legalitasnya, dan cerita pengalaman praktisi homeschooling yang saya ketahui.

Mendengar jawaban saya, Papa hanya mengangguk dan diam. Syukurnya, orang tua kami sangat open minded atas segala keputusan anak-anaknya. Dan kehidupan pun berjalan seperti biasa. Tidak ada perdebatan diantara kami, Papa dan Mama sangat menghargai pilihan kami.

Hanya saja, sesekali saya mengajak Papa Mama untuk mengantarkan kami berkegiatan bersama komunitas, atau sekedar bercerita tentang kegiatan belajar dan aktivitas yang mereka lakukan di rumah maupun di luar rumah.

Ada cerita. Pada suatu ketika, saya mendengar dari mulut Papa dan Mama saya menjawab pertanyaan saudara dan kerabatnya tentang pendidikan anak-anak kami, cucunya.

"Cucunya pintar yaa, Pak.. Udah sekolah ya?" tanya seseorang.
"Alhamdulillah, dia rajin baca buku. Dia nggak sekolah di sekolahan, dia sekolah di rumah aja, homeschooling namanya. Belajar sama Umi Abinya." Saya melihat wajah berseri Papa dan Mama saya ketika menjelaskan tentang anak kami. MasyaAllah.

Begitu juga dengan mertua saya, Bapak dan Mamak juga pernah menanyakan tentang sekolah anak kami, yaa, pertanyaan yang sama lah dengan pertanyaan yang diajukan oleh Mama Papa. Pertanyaan beruntun juga. Hehehe.

Alhamdulillah, Bapak dan Mamak juga sangat open mineded, beliau menyerahkan segala keputusan tentang anak kami kepada kami sepenuhnya. "Anak anak kalian, kalian yang tahu mana yang terbaik untuk mereka," kira-kira seperti itulah tanggapan beliau.

Lalu bagaimana jika kita memilih homeschooling, tetapi keluarga besar belum menyetujui?

Saran saya, lanjutkan saja, beri bukti terbaik. Sesekali ajak atau libatkan orang tua/keluarga dalam kegiatan belajar di rumah atau kegiatan bersama komunitas.


Yakin Dengan Homeschooling


Makin kesini menjalani homeschooling, Alhamdulillah kami semakin yakin. Kalau kata salah satu teman saya yang juga praktisi homeschooling, "Makin mengenal tentang homeschooling, makin jatuh cinta!" Seperti itu juga yang saya rasakan.

Sejauh ini, anak-anak happy dengan aktivitasnya sehari-hari. Mereka bisa bermain, belajar tentang apa yang mereka suka atau yang ingin mereka ketahui, belajar dari rutinitas kehidupan sehari-hari, belajar dari buku, dan banyak lagi.

Oh ya, lupa. Ada satu lagi pertanyaan yang sering sekali dilontarkan ketika mendengar kata homeschooling.

"Anak homeschooling, sosialisasinya bagaimana?"

Ok, baik, insyaAllah kita bahas di next artikel, yah.... #kedipmata


You May Also Like

2 comments

  1. Kayak nya lebih safe ketika anak kita menerima layanan homeschooling ya. gak terlalu banyak pikiran yang enggak enggak di luar. huft. pengen aku

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehe iyaa mbak... Ayo palajari HS lbh dalam mbak...

      Delete