• Home
  • About Me
  • Category
    • Sharing
    • Info & Tips
    • Parenting
    • Family
    • Homeschooling
    • Review
    • Traveling
    • Tentang Buku
    • Gelora Madani Batam
    • Event
Youtube Instagram Twitter Facebook

Cerita Umi


Duh, saya bukan penggemar politik, serius. Tapi menjelang pilpres 2019 ini, saya berharap untuk tetap jaga hubungan persaudaraan agar tetap erat! Kenapa? Karena saya lelah dengan "perseteruan kosong" yang dewasa ini mulai bergentayangan kembali menjelang pilpres 2019.

Sadar nggak, sih? Akibat persoalan politik, sampai ada yang putus hubungan dengan saudaranya, mendadak musuhan dengan sahabatnya, menjauh dari teman-temannya, bahkan sampai ada yang saling unfriend/unfollow di sosial media. Sebegitunya, kah? Apakah mereka-mereka (wong gede) itu tahu, seberapa dekat hubungan kita dengan saudara dan sahabat kita? Sampai-sampai, perbedaan pilihan saja bisa memutuskan hubungan baik yang sudah terjalin lama. Sadarlah wahai netijen!

Yang paling sedih itu ketika membuka notifikasi grup whatsapp keluarga. Rata-rata isinya tentang pembelaan pada pilihan masing-masing. Kalau hanya membagikan berita baik dan menarik tentang pilihan mereka sebagai bentuk dukungan (meskipun nggak penting, sih), nggak masalah. Tapi bukan, yang dibagikan itu berita-berita serangan kepada lawan pilihannya yang belum tentu berita itu benar alias hoax. Tagline beritanya saja sudah membakar ubun-ubun, belum lagi caption tambahanya, bikin meledak pembaca awam.

Baca juga: Ayo, Lawan berita HOAX!

Ada maksud hati ingin mengingatkan para sanak saudara yang gemar membagikan berita seperti itu, tapi kembali saya sadar diri bahwa saya masih "anak kecil" di dalam ruang grup itu. Salah-salah, malah dikira pendukung lawannya. Bahhh, beta mana ngarti opo-opo!

Sedih.. Jadi rindu kehangatan keluarga besar, saling menyapa menanyakan kabar. Padahal tujuan adanya grup whatsapp keluarga itu kan untuk mendekatkan yang jauh, berbagi informasi yang bermanfaat, temu kangen via online, sharing kabar, dan lain sebagainya. Tapi realita tetap tak seindah ekspektasi ketika kita sudah diracuni hujan informasi yang belum tentu terbukti akurasinya.

Ada lagi yang bikin status di media sosial tentang persoalan ini juga, dikomentari oleh seseorang yang kontra, lalu terjadi perdebatan, tambah lagi pakai mention teman yang lainnya untuk mencari dukungan. Kolom komentar semakin ramai saling sindir dan saling serang bagaikan tawuran pendapat. Semua merasa paling benar, semua merasa sudah mengikuti dan memilih "manusia" yang benar. Siapa yang bisa menjamin kalau pilihan mereka sudah benar? Hubungan persaudaraan dengan enteng kita korbankan.

Kalaulah iya pilihan kita menang, lalu apa yang kita dari mereka? Modal usaha? Tidak, kan? Yang ada kita merugi karena sudah kehilangan hubungan baik dengan saudara/sahabat yang dulu pernah dekat. Rugi karena putusnya hubungan silaturrahmi, bukankah itu masalah buat diri kita?

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwasahnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya (kata) rahmi diambil dari (nama Allah) ar-Rahman. Allah berkata, “Barangsiapa menyambungmu (rahmi/kerabat), Aku akan menyambungnya; dan barangsiapa memutuskanmu, Aku akan memutuskannya.” (HR. al-Bukhari).

Nah, untuk itu, saudara-saudari yang di rahmati Allah.. Marilah kita tetap menjaga hubungan baik kita, jangan sampai terpecah belah oleh perkara yang di luar bagian (urusan) kita, di luar pengetahuan kita. Ingat, banyak sekali berita palsu yang sengaja dibuat untuk memprovokasi kita, memecah belah kita. Dan kita ikuti, kita terprovokasi, kita kalah? Jangan!

Pikirkan kembali sebelum membagikan berita, pikirkan kembali sebelum menulis caption dan komentar. Saudara dan sahabatmu yang akan datang dan menolongmu ketika susah, bukan mereka yang sedang bertarung merebut sebuah kekuasaan. Back to real life, please. Come on! Gaya banget ya bahasa emak-emak ini, hehe.

Adakah yang merasakan hal yang sama dengan saya?

Semoga kita semua bisa saling menjaga hubungan baik dengan siapapun, terlepas apapun pilihannya, apapun perbedannya.

Karena hanya Allah Yang Maha Tahu atas apa yang tidak kita ketahui. Hanya Allah Yang Maha Benar atas apa yang kita kira selama ini sudah paling benar.

Sukses Pilpres 2019! Jangan lupa tetap jaga hubungan persaudaraan dan persahabatan agar tetap erat. :)
Share
Tweet
Pin
Share
12 comments
Image design by Canva
Kolaborasi blog #mamaksetrong kali ini bahasannya mamak-mamak banget, hehe. Saya akan bahas tentang Mengelola Keuangan Rumah Tangga dengan Menyusun menu Keluarga.

Semakin kesini, harga-harga segala kebutuhan semakin melonjak. Para emak-emak pada bingung dan kewalahan mengelola keuangan rumah tangga. Termasuk saya, saya tipe emak-emak yang belum bisa dikatakan telaten dalam mengelola keuangan rumah tangga. Karena oh karena mulai merasakan kekeringan sebelum waktunya, saya dan suami akhirnya mengadakan rapat tertutup untuk membahas sistem perekonomian keluarga kami. Terbesitlah program Menyusun Menu Keluarga yang juga terinspirasi dari berbagai refrensi.

Mengelola Keuangan Rumah Tangga

Image source.
Mengelola keuangan rumah tangga bukanlah perkara yang mudah bagi saya. Apalagi jika kita hanya mengandalkan gaji suami saja, harus pintar-pintar membaginya. Layaknya sebuah perusahaan, aliran uang juga harus jelas dan tepat pada pos-posnya. Jangan sampai keluar gawang, bisa brabe, cuy!

Cara Mengelola Keuangan Rumah Tangga:

  1.  Siapkan buku khusus mencatat keuangan rumah tangga. Jangan digabung dengan buku catatan lain, seperti buku catatan penjualan, catatan arisan, atau catatan utang.
  2. Catat nominal pendapatan yang tetap. Pendapatan yang tetap ini seperti gaji bulanan yang nominalnya sama di setiap bulannya. Bagi yang wirausaha mungkin bisa menggunakan rata-rata pendapatan perbulan.
  3. Buat rincian pengeluaran yang tidak bisa diganggu gugat. Misalnya, cicilan rumah/sewa rumah, berzakat, air, listrik, wifi, dan lain sebagainya.
  4. Buat anggaran belanja kebutuhan rumah, untuk sabun cuci, sabun mandi, dan lain sebagainya.
  5. Buat anggaran untuk jalan-jalan per bulannya, entah untuk ke tempat rekreasi atau makan di luar saat akhir pekan. Jangan lupakan ini walaupun tidak banyak, tidak masalah.
  6. Buat anggaran untuk makanan sehari-hari. Ini nih anggaran yang lumayan bikin pusing, soalnya harga bisa tiba-tiba berubah. Diperlukan kreatifitas lebih untuk mengelola uang untuk ini.
  7. Buat anggaran juga untuk keperluan lain-lain atau keperluan mendadak.

Pastikan semua uang sudah dianggarkan ke dalam masing-masing posnya. Teliti dan konsisten mencatat tiap uang masuk dan keluar, ini intinya. Kalau ada uang pendapatan lainnya (selain dari pendapatan tetap), bisa dimasukkan ke dalam pos untuk tabungan/investasi, bisa juga untuk penambahan uang rekreasi keluarga.

Jangan Khawatir, Ada Allah!
Pembahasan yang di atas itu jika kita bicara soal uang, beda lagi jika kita bicara soal rejeki. Rejeki itu luas. Ketika manusia menetapkan gaji kita Rpxxx per bulan, belum tentu menurut Allah. Tak dipungkiri, kami kadang pernah merasa khawatir tentang rejeki. "Bagaimana jika kurang? Duh, sudah mau habis, ini masih tengah bulan.", seperti itu. Ternyata kita memang sering lupa, bahwa rejeki tiap makhluk yang bernafas sudah tersedia. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Tenang saja, ada Allah yang menjamin hidup kita di dunia ini. Yang penting kita harus ingat dan sadar saja dengan kewajiban-kewajiban kita sebagai makhluk Allah.

Meskipun begitu, kita tetap tidak boleh pasrah dan bisa menggunakan uang yang kita dapatkan sesuka hati dengan pemikiran "toh rejeki sudah ada yang ngatur". Tetap harus menggunakan akal dan pikiran untuk mengoptimalkan sistem pengelolaan keuangan keluarga yang baik dan tepat untuk menghindari pemborosan. Berperilaku boros atau konsumtif juga tidak baik dan tidak dianjurkan, kan?

Mengelola Keuangan Rumah Tangga Dengan Menyusun Menu Keluarga

Benar tidak, kalau makan di luar bakal lebih boros dari pada masak sendiri? Menurut pengalaman saya sih, benar. Coba saja dengan uang Rp100.000, kalau dibeli makanan di luar dapat seberapa banyak makanan? Kalau menu komplit (lauk+sayur), Rp100.000 hanya bisa untuk sekali makan untuk sekeluarga saja. Nah, coba uang Rp100.000 dipakai untuk belanja bahan makanan ke pasar, bisa dapat banyak dan untuk beberapa kali makan dan beberapa hari pula!

Belanja Rp100.000 dapet bahan makanan (lauk) untuk 3-4 hari, tinggal nambah sayuran dan buah aja.

Persoalan ini yang kadang dianggap receh, tapi sebenarnya bisa berdampak banget sama keuangan rumah tangga. Selama ini kami belum punya perencanaan yang rapi untuk soal makanan. Hari ini ya makan apa yang bisa dimakan saja, kalau tidak ada bahan-bahan di kulkas, ya beli saja. Untuk makan esok hari, ya biar jadi persoalan besok.

Duh, salah besar! Ternyata membuat perencanaan dengan menyusun menu keluarga tiap minggu atau tiap bulan ternyata salah satu cara kita mengelola keuangan rumah tangga agar lebih baik dan tidak melewati batas anggaran. Ya, kita bisa atur menu-menu kesukaan keluarga yang enak, bergizi, tapi tetap low budget sehingga uang yang akan digunakan untuk belanja pun sudah dipos untuk menu-menu makanan yang sudah direncanakan tersebut. Belanja jadi lebih jelas untuk beli apa beli apanya, menghindari membeli sesuatu yang pada akhirnya tidak terpakai juga.

Pengalaman saya yang dulunya belum merencanakan menu keluarga, apa saja dibeli. Ayam, ikan, sotong, dan aneka sayuran. Tapi karena rencana menu yang tidak ada, alias suka-suka, pernah tuh bahan makanan malah membeku lebih dari seminggu. Bingung mau diapain, dan akhirnya malah mubazir. Hal-hal seperti ini kan jadinya sayang banget, ya. Uang sudah keluar untuk membelinya, tapi malah tidak terpakai. Jangan dicontoh, ya!

Alhamdulillah, saya belajar untuk lebih profesional lagi dalam urusan makanan keluarga sehari-hari dengan menyusun menu keluarga tiap minggunya. Bagaimana cara saya menyusun menu keluarga? Simak, yah..

  1. Diskusikan bersama suami, bahwa kita akan menyusun menu keluarga selama seminggu. Siapa tahu, suami punya request menu-menu yang beliau inginkan.

  2. Tulis menu-menu suka dan bisa. Menu yang disukai keluarga dan bisa kita kerjakan. Buat list seperti:
    • Lauk (protein hewani & nabati):
      • Ayam geprek
      • Lele goreng
      • Sotong masak hitam
      • Ikan bumbu kuning
      • Orak arik tempe teri
      • Perkedel tahu
      • Tahu tempe bacem
      • dll
    • Sayur:
      • Bening bayam
      • Cah kangkung
      • Cap cay
      • Tumis sayur campur
      • Lalapan
      • dll
    • Sambal:
      • Sambal terasi
      • Sambal rawit merah bawang putih (geprek)
      • Sambal teri
      • Sambal kecap
      • dll
    • Buah:
      • Pisang
      • Jeruk
      • Semangka
      • Melon
      • dl
  3. Pasangkan lauk, sayur, sambel dan buah untuk tiap harinya. Kalau saya, saya susun menu keluarga untuk satu minggu saja dulu, atau bisa juga kalau mau langsung untuk satu bulan.

  4. Tempelkan di dapur atau di tempat yang mudah dibaca. Sekarang kita sudah punya rencana menu keluarga untuk satu minggu!

Nah, setelah menu keluarga sudah kita susun, tiap minggu atau 3-4 hari sekali kita belanja. Dengan sudah adanya menu keluarga yang sudah disusun, kita bisa mencatat apa saja yang harus dibeli untuk memenuhi menu keluarga tersebut. Belanja jadi bebas bingung, jadi hemat waktu. uang keluar jadi efisien dan tepat sasaran, menghindari mubazir, dan membantu kita untuk jadi lebih hemat.

Dengan menusyusun menu keluarga seperti ini juga, kita bisa lebih mudah menargetkan biaya makan agar sesuai anggaran bahkan kurang. Misalnya, anggaran makan Rp2.000.000/bulan. Itu berarti kita mengeluarkan uang untuk makan per harinya kurang lebih Rp66.000, per minggu kita belanja sebesar Rp462.000. Nah, tinggal disusun deh menu-menu low budget tapi tetap memenuhi gizi harian, pokoknya belanja untuk makan jangan melebihi Rp462.000 per minggunya.

Kalau untuk kami, InsyaAllah kurang dari segitu untuk belanja mingguan. Nah, uangnya bisa dipakai untuk beli cemilan atau masukkan ke tabungan. Beli cemilan pun ditargetkan. Misalnya seminggu 2 kali saja, bisa memilih frozen food yang bisa distok, atau boleh juga yang sekali beli. Bikin target lagi, cemilan anggarannya Rp50.000 per minggu.

Ya, begitulah tips ala saya untuk lebih bisa mengelola keuangan rumah tangga dengan cara menyusun menu keluarga. Adakah tips menarik ala teman-teman lainnya? Yuk, berbagi di kolom komentar!

Baca juga tips hemat belanja dan challange menarik dari Ibuk Desy dan Bubun Unna, ya..
Share
Tweet
Pin
Share
44 comments

Udah mirip judul FTV belum? Hehe. Kali ini kolaborasi blog #mamaksetrong akan membahas tentang Asisten Rumah Tangga (ART). Seberapa pentingkah ART dalam kehidupan kita? Tentunya beda-beda, ya. Karena kondisi rumah, kegiatan dan aktifitas penghuni rumah, semuanya berbeda-beda. Ada yang sangat membutuhkan ART, ada juga yang tidak membutuhkan ART. Eh, mungkin belum membutuhkan lebih tepatnya.

Asisten Rumah Tangga (ART)

Asisten Rumah Tangga (ART) adalah seseorang yang pekerjaannya membantu pekerjaan rumah tangga. Sebagian orang sangat membutuhkan jasa ART, apalagi jika seseorang itu banyak aktifitas di ranah publik, entah itu pekerja, wirausaha, atau lainnya. Tapi banyak juga full time mother (Ibu Rumah Tangga/IRT) yang membutuhkan ART karena kesibukannya mengurus anak-anak yang masih kecil atau berbagai alasan lainnya.

Adek Maryam saat menyapu lantai mushola, tempat Mamas Aal mengaji.

Urusan rumah itu urusan yang tak pernah ada habisnya. Baru saja disapu, sudah debu lagi, kotor lagi. Baru saja nyuci pakaian, sudah numpuk lagi pakaian kotornya. Dan urusan rumah itu bukan urusan sepele, karena bisa sangat mempengaruhi kelancaran aktifitas si penghuni rumah.

Bayangkan jika pakaian kotor numpuk nggak dicuci selama seminggu, atau rumah nggak disapu dan pel selama seminggu, belum lagi piring kotor dan lain sebagainya. Pastilah bisa menghambat aktifitas, parahnya, bisa mempengaruhi kesehatan juga. Itulah mengapa, urusan rumah tetaplah harus beres sesibuk apapun aktifitas kita.

Di sinilah peran ART sangat dibutuhkan. Ibu-ibu mana sih yang nggak bahagia jika ada ART di rumahnya? Tapi sesungguhnya, urusan rumah itu bisa jadi "ladang subur" untuk kita panen pahala jika kita mengerjakannya dengan ikhlas, lho. Tapi sekali lagi, sesuaikan dengan kebutuhan kita dan kemampuan finansial kita. Kalau kita terlalu sibuk di luar atau kita punya rejeki lebih, nggak salah dong bagi-bagi rejeki dengan mereka (ART). Secara nggak langsung kan kita membantu perekonomian orang lain. Pahala juga, insyaAllah.

Anakku Asisten Rumah Tanggaku

Mamas Aal saat membantu umi menyapu teras rumah.

Adek Maryam mau mengeluarkan pakaian yang sudah dicuci untuk dijemur.

Nah, kalau saya juga punya ART, lho. Iya, mereka anak-anak saya (Aal & Maryam). Kalau Aal (4th5bln), dia suka bersih-bersih, dia juga mengaku sebagai asisten manager chef di rumah. Kalau adiknya, Maryam (1th8bln), dia suka membantu urusan laundry, dan Aal menamainya asisten manager laundry. Dan saya sebagai general managernya. Jangan salah, Maryam kecil-kecil gini dia bisa memindahkan pakaian yang baru dicuci di mesin cuci ke dalam keranjang, kemudian didorong ke luar rumah untuk dijemur, dan dia juga ikut membantu saya menjemurnya. Dia setrong, lho! Pernah dia ikut saya menjemur pakaian sambil menggendong "anak".

Jemur baju sambil gendong "anak", Maryam sangat mendalami peran.
Seru! Kadang saya bisa sambil mengerjakan pekerjaan yang lain sembari menunggu mereka mengerjakan "tugas"nya. Misalnya, Maryam yang sibuk mengeluarkan pakaian dari mesin cuci ke dalam keranjang, nah, saya bisa sambil cuci piring atau masak. Kalau Aal, baru sekali dia belajar mencuci piring di westafel. Dia sudah lama ingin sekali mencuci piring, tapi karen westafelnya tinggi, tangannya belum sampi menggapai kran dan spoons. Bisa saja pakai kursi, tapi beresiko. Akhirnya, Aal cukup membantu saya mengumpulkan piring atau gelas kotor untuk dicuci, atauu menyimpan piring atau gelas yang sudah dicuci ke dalam lemari.

Soal masak memasak, Aal suka membantu saya mengupas kulit wortel atau belajar memotong menggunakan pisau. Adiknya juga suka nimbrung, apalagi soal petik memetik sayur bayam, ini menjadi proyek mereka berdua. Ya, meskipun akhirnya bentuk sayurnya jadi tidak beraturan. It's OK lah, yang penting mereka belajar dan happy.

Keseruan ini sekalian mengajarkan anak tentang life skill. Tidak peduli dia laki-laki atau perempuan, dia harus bisa melakukan pekerjaan rumah. Selain itu, kita juga mengajarkan anak untuk bekerjasama, tolong-menolong, dan efeknya kita jadi terasa semakin dekat dengan anak-anak. Kadang kami sambil bermain, kerjar-kejaran keliling jemuran sambil tertawa. Pekerjaan rumah menjadi asyik dan menyenangkan.

Agar Anak Mau Menjadi Asisten Rumah Tangga (ART)

Nyantai di bawah jemuran (dianggap sebagai tenda/camping) sambil ngemil setelah sama-sama menjemur pakaian.

Tidak selalu mereka mengiyakan, kadang mereka cuek, kadang mereka ogah sama sekali. Tapi seringnya mereka menawarkan diri, atau inisiatif sendiri. Maryam sudah bisa menawarkan jasanya, "cuci baju, ya?", "buka? jemur?". Maksudnya dia ingin memasukkan pakaian kotor ke mesin cuci untuk dicuci, atau dia mau membuka mesin cuci dan membawanya untuk dijemur. MasyaAllah Tabarakallah!

Anak-anak menyukai hal-hal yang menyenangkan. Jadi, buat suasana menjadi menyenangkan. Memasukkan pakaian kotor ke mesin cuci sambil bernyanyi, menjemur pakaian sambil bermain sembunyi-sembunyi dibalik pakaian yang dijemur, dan banyak lagi. Sekreatifnya emak saja. Saya yakin para emak pasti punya perbekalan ide yang luar biasa untuk menyenangkan anak-anaknya.

Begitulah cerita tengang Asisten Rumah Tangga (ART) ala saya, kira-kira bagaimana cerita Bubun Unna dan Ibuk Desy tentang ART, ya? Ayo kunjungi dan simak cerita mereka, yah..
Share
Tweet
Pin
Share
21 comments

Alhamdulillah, 10 bulan sudah saya melalui kuliah online di Institut Ibu Profesional (IIP) di kelas Bunda Sayang. Itu artinya, 10 materi sudah saya dapatkan beserta tantangannya yang masing-masing minimal 10 tulisan. MasyaAllah. Untuk itu, melalui kesempatan ini saya akan tuangkan segala aliran rasa saya dalam menjalani langkah tiap langkah selama 10 bulan di kelas Bunda Sayang ini.

Sangat terasa, bahwa menuntut ilmu itu memang tidak mudah. Sama halnya ketika kita sekolah atau menjadi mahasiswa dulu, tidak mudah dan penuh tantangan. Kuliahnya para emak-emak atau calon emak di IIP pun demikian halnya, bahkan double tantangannya. Kalaulah dulu kita hanya fokus satu, yaitu kuliah, sekarang tidak. Fokus utama tetap keluarga, setelah itu pekerjaan sehari-hari, baik itu kerjaan domestik atau publik (bagi ibu pekerja), ditambah lagi ada kuliah. Kuliah di IIP layaknya kuliah pada umumnya, ada kelas, ada materi, ada diskusi, ada tugas, nah loh. Hanya saja, kuliahnya dilakukan secara online, jadi waktu belajar dan mengerjakan tugas benar-benar kita sendiri yang kondisikan.

Untuk sampai di titik ini, bagi saya sangat luar biasa. Jujur, saya sempat berfikir untuk mundur. Namun urung, Alhamdulillah. Saya merasa bahwa saya tidak boleh kalah dengan yang namanya malas. Ini yang namanya perjuangan, memutar otak bagaimana agar tugas utama beres dan kuliah pun beres. Berfikir dan mencari tentang apa yang menjadi kendala, apa yang membuat semua ini menjadi terasa berat, lalu saya coba mencari solusi terbaiknya.

Menyerah Bukan Solusi

"Saya harus menyelesaikan apa yang sudah saya mulai.."

Itu adalah kata-kata ajaib bagi saya. Itu adalah kata-kata penyemangat ketika saya mulai berfikir untuk mundur. Ibarat sedang berlayar masa iya saya minta berhenti di tengah laut? Saya tidak boleh berhenti di tengah laut, saya harus turun di dermaga tujuan utama saya. Karena apa? Karena saya tidak bisa berenang. Se-simple itu.

Kalau teman-teman ada membaca tulisan di blog saya beberapa bulan lalu, tulisan saya banyak tentang tugas. Hampir setiap hari blog saya update, itu semua berisi tugas. Silahkan cek di sini. Sebulan minimal 10 tulisan launching di dalam blog ini. Seiring berjalannya waktu dan kesibukan saya yang lainnya, saya mulai merasa berat. 2 kali berturut-turut tugas tidak saya setorkan. Sekali lagi saja saya gagal menyetor tugas secara berturut-turut, saya out dari kelas. Itu artinya, saya melompat dari kapal yang saya naiki, menyerah, dan...tenggelam.

Ternyata menyerah bukanlah solusi, apalagi jika itu sudah lebih dari separuh jalan. Saya coba mencari "duri" yang membuat saya berat, ternyata menulis 10 tulisan yang hampir setiap hari posting di blog itu terasa berat bagi saya. Saat itu, saya baru tahu bahwa ternyata artikel yang baik di blog itu minimal berisi 400-500 kata. Awalnya saya coba menulis tugas 400-500 kata tiap hari, bisa sih, tapi saya "babak belur" jadinya. Belum lagi drama dunia emak dua balita yang tak terduga, anak rewel, bablas ketiduran ketika menyusui, anak sakit, kepala berat, badan linu, bibir pecah-pecah (mulai outside), dan drama-drama lainnya.

Untuk tetap menjaga kestabilan saya yang berperan sebagai "pemain inti" di dalam rumah, agar tetap bahagia, tidak kurang tidur, tidak kecapean dan tetap waras, saya putuskan untuk memindahkan tugas saya dari blog ke google document (gdoc) saja. Oh ya, fyi, tugas kuliah di IIP itu bisa via media sosial (FB, Instagram), blog, dan gdoc. Saya memilih gdoc karena akun media sosial saya privat hukumnya, sedangkan media sosial yang boleh dipakai untuk menyetorkan tugas itu harus publik.

Alhamdulillah, sekarang mulai terasa ringan. Saya bisa menulis tanpa terpatok syarat minimal 400-500 kata per artikel. Sebenarnya blogger tidak sekaku ini juga, ya. Tapi mohon maaf dan tolong dimaklumi, sebagai blogger yang masih belajar, saya butuh waktu untuk memperkaya ilmu lagi tentang blog agar dapat menghasilkan tulisan yang lebih baik untuk dipajang.

Kiat Sukses dan Lulus Menjalani Kelas Bunda Sayang IIP

Untuk para emak-emak pembelajar, lanjutkan perjuangan! InsyaAllah, ilmu di Bunda Sayang IIP sangat amat bermanfaat. Jauhkan pikiran untuk menyerah, tapi carilah solusi yang kira-kira bisa membuat kita terasa lebih mudah. Atur kembali menejemen waktu, anggap ini praktek langsung materi manajemen waktu yang sudah pernah kita dapatkan di kelas Matrikulasi sebelum kita masuk ke kelas Bunda Sayang. Jangan memberatkan diri sendiri, sesuaikan dengan kekuatan diri masing-masing, jangan kebanyakan lihat rumput tetangga yang lebih hijau, fokus membangun rumah ternyaman bagi kita sendiri. Nyaman tidak harus berumput hijau, bukan? Lagi-lagi, cari solusi yang termudah bagi kita, karena tugas itu hanyalah berupa deskripsi, yang terpenting adalah aplikasi sehari-hari.

Masih ada 2 bulan lagi waktu saya, masih ada 2 langkah lagi perjuangan saya. Tulisan ini sebagai aliran rasa sekaligus menasihati diri ini sendiri, bahwa menyerah bukanlah solusi. Selesaikan apa yang sudah kita mulai. Semoga Allah selalu memberikan kemudahan bagi kita untuk menuntut ilmu dalam keadaan apapun, dan Allah berikan kelancaran bagi usaha kita menaikkan kualitas diri sebagai seorang perempuan dengan beragam peran terbaiknya (sebagai hamba Allah, istri, ibu, anak, dan lainnya) melalui kuliah di Institut Ibu Profesional ini.

Tetap semangat untuk kita semua!
Share
Tweet
Pin
Share
47 comments

Saat kita merasa tantangan mengasuh anak-anak berulang
seolah tiada habisnya
Saat kita merasa dunia kita menjadi sempit dan berkutik
hanya soal itu-itu saja
Saat kita merasa kerepotan harian kita membuat kita
mengurung semua cita
Saat kita merasa pekerjaan yang tak ada habisnya seolah
tanpa bukti yang nyata
Saat kita merasa tak mampu berkata-kata atas semua
kejadian yang di luar praduga
Jauh dari ideal, jauh dari harapan, bagai komik dalam dunia
nyata
Lihatlah mereka....
Lihatlah mereka yang mampu bercerita..
(Penggalan Puisi Karya Kiki Barkiah - Jungkir Balik Dunia Emak)

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kemudahan bagi kami untuk menyelesaikan buku pertama kami, buku pertama saya, Jungkir Balik Dunia Emak (Haru Biru Perjuangan Membersamai Buah Hati). Haru, mungkin itu perasaan yang tepat menggambarkan hati saya. Bagaimana tidak? Impian masa lalu agar bisa menulis dan mengabadikannya ke dalam sebuah buku akhirnya menjadi nyata.

Jungkir Balik Dunia Emak adalah buku antologi, hasil keroyokan 19 orang penulis yang merupakan member Ibu Profesional Batam di dalam Rumah Belajar Menulis (Rulis IP Batam. Masing-masing kami memiliki minat menulis, melalui Rulis IP Batam inilah kami belajar mengasah keterampilan menulis yang hampir saja kami tinggalkan karena sok sibuk bergulat di dunia ke-emak-an ini.

Ketika Kami Menjadi Calon Penulis

Foto bersama saat workshop "Sehari Jadi Buku".
Tepatnya bulan Maret 2018 lalu, kami mengadakan workshop "Sehari Jadi Buku" bersama Kopi Write Indonesia (KWI). Didampingi 3 pembimbing kami yang baik hati dan super sabar, di antaranya Mbak Heni Lestari (Henee), Mbak Dwi Arum, dan Mbak Dian Ikha Pramayanti. 5 bulan waktu kami menyelesaikan buku ini, mulai dari penulisan naskah, editing, hingga akhirnya buku ini tercetak manis dan sampai di genggaman kami.

Proses penulisan buku ini juga penuh drama pada masing-masing penulis. Perjuangan 19 emak-emak mengejar deadline, mencuri waktu untuk menulis naskah di tengah kesibukan sehari-hari. Ada yang naskahnya nginep di draft berhari-hari, ada yang dikejar kebut satu malam selesai, ada yang gonta ganti judul, ada yang merombak ulang isi naskah. Ahh, banyak.. Inilah kenangan jungkir balik para emak-emak mengejar mimpi menjadi seorang penulis.

Tentang Buku Jungkir Balik Dunia Emak

Maka lihatlah kisah mereka....
Engkau akan merasa bahwa engkau baik-baik saja
Engkau akan merasa bahwa engkau bukanlah seorang yang
menderita
Lihatlah kisah mereka....
Engkau akan tertawa bahwa engkau berada dalam drama
yang hampir sama..
(Penggalan Puisi Karya Kiki Barkiah - Jungkir Balik Dunia Emak)

19 penulis buku Jungkir Balik Dunia Emak menuliskan kisah-kisah nyata mereka dalam membersamai buah hati. Dengan gaya bahasa yang ringan sesuai karakter masing-masing penulis, kita bisa menikmati bagaimana dunia para emak yang ternyata berjungkir-balik. Membersamai buah hati bukanlah amanah yang mudah, apalagi disertai dengan tugas domestik yang tidak pernah ada habisnya, ada juga emak-emak yang juga berkiprah di ranah publik (pekerja). Yaa, kalau mudah, pastilah bukan Surga yang menjadi jaminannya.

Cerita haru biru perjuangan para penulis di buku Jungkir Balik Dunia Emak ini seakan-akan merangkul para emak se-Indonesia Raya, bahwa kita tidak sendiri, Mak. Kita bukanlah orang-orang yang terkekang derita karena drama yang kadang menguras habis kesabaran, kita hanya sedang menanam kenangan yang kelak akan berbuah menjadi amal jariyah.

Perjuangan seorang ibu yang tak pernah ada tepinya, di sinilah kisah-kisahnya dibagikan. Kisah lucu, haru, kisah yang membuat ibu harus elus dada menghadapi tingkah si kecil, mengurung diri di kamar mandi demi menjaga emosi agar tidak meledak di depan anak, anak-anak yang istimewa, dan banyak lagi. Lewat kisah mereka pula kita bisa dapatkan kembali rasa syukur yang selama ini entah kemana, ternyata ada yang lebih diuji luar biasa dari pada kita. Sadar dan mengingat kembali kata-kata cinta-Nya tentang "..maka nikmat Tuhan yang manakah yang kau dustakan?"

Lauching Buku Jungkir Balik Dunia Emak dan Mini Talkshow "Ketika Emak Berkarya"

Penyerahan buku Jungkir Balik Dunia Emak secara simbolis kepada salah satu penulis.

Hadirnya antologi para Ibu Profesional Batam ini juga
membuktikan bahwa “berkarya” dan “mendidik anak” adalah
dua aktivitas yang tidak terpisahkan, sehingga tidak ada yang
harus dikorbankan.
(Kata Pengantar dari Ibu Septi Peni Wulandani, Founder Institut Ibu Profesional)

Pada hari Jumat, tanggal 7 September 2018 lalu bertempat di Perpustakaan Daerah Provinsi Kepulauan Riau Kota Batam, buku Jungkir Balik Dunia Emak ini launching secara resmi. Dihadiri oleh salah seorang pembimbing kami yaitu Mbak Heni Lestari (Henee) dan juga Ketua Forum Lingkar Pena Batam (FLP Batam) yang Mbak Choiriyah yang sekaligus mengisi mini talkshow yang bertema "Ketika Emak Berkarya".

Mbak Heni ketika mengisi mini talkshow.
Menulislah yang baik-baik, sebarkan tulisan yang baik-baik agar tulisan kita menjadi amal yang baik sepanjang masa, bukan sebaliknya. Itulah satu pesan Mbak Heni yang sangat saya ingat ketika beliau mengisi mini talkshow di acara tersebut. Mbak Choiriyah juga berpesan agar kita dapat membagi waktu antara tugas utama dan menulis. Karena di zaman sekarang ini sesungguhnya kita semua bisa menulis, kita adalah penulis, meskipun menulis status, menulis di grup whatsapp, menulis di twitter. Menulislah karena dengan menulis kita bisa mengikat kenangan.

Mbak Choiriyah saat mengisi mini talkshow ditemani kedua buah hatinya.


Untuk Siapa Buku Jungkir Balik Dunia Emak?


Kami persembahkan buku Jungkir Balik Dunia Emak ini kepada para emak-emak atau calon emak di segala penjuru dunia. Bahwasanya menjadi "emak" itu adalah istimewa. Allah memilih kita menjadi wanita, lalu menjadi ibu, Allah ciptakan kita lemah lembut namun tersimpan kekuatan yang luar biasa. Selain itu, kami persembahkan pula buku ini kepada para suami yang ingin tahu bagaimana perjuangan sang istri dalam membersamai buah cinta terkasih. Dibaca ya, Pak..biar makin sayang. Hihihi.

Foto bersama setelah berakhirnya acara launching dan mini talkshow.
Selamat kepada teman-teman penulis buku Jungkir Balik Dunia Emak!
Ini karyamu, Mak. Ini karya kita..

Teruslah berkarya, tebarkan inspirasi dan manfaat lewat tulisan.

Salam dari saya,
Satu dari 19 penulis buku Jungkir Balik Dunia Emak.


Dapatkan Buku Jungkir Balik Dunia Emak via Whatsapp, caranya langsung klik:
"Pesan Buku JBDE".
Share
Tweet
Pin
Share
71 comments
Newer Posts
Older Posts

About Me




Hai, saya Juli Yastuti, akrab dipanggil Juli atau Yasti. Bagi saya, menulis adalah cara menebar manfaat termudah. Mau tahu lebih lengkap tentang saya?


Baca Selengkapnya >

Contact


Email : ceritaumi2017@gmail.com / Whatsapp : 083184213939

Find Me Here

Followers

Part Of



My Books




Recent Post

Popular Posts

  • Pohon Literasi, Stimulasi Anak Suka Membaca
  • Aku Sayang Ibu, Catatan Literasi Pertama Aal
  • Review Materi Bunda Sayang Sesi 5: MENSTIMULASI ANAK SUKA MEMBACA
  • Pengalaman Melepas IUD Lama dan Memasang IUD Baru. Kapok?
  • Belajar Memanah Di Mall, Asyik Juga!

Member Of




Categories

  • Sharing
  • Info & Tips
  • Parenting
  • Family
  • Traveling
  • Institut Ibu Profesional (IIP)
  • Homeschooling
  • Batam
  • Review
  • Event
  • Tentang Buku
  • Kuliner
  • Gelora Madani Batam
  • Kolaborasi Blog
  • Mahasiswa
  • Puisi

Blog Archive

  • ►  2011 (11)
    • Jun 2011 (5)
    • Jul 2011 (6)
  • ►  2012 (2)
    • Nov 2012 (2)
  • ►  2013 (7)
    • Jan 2013 (1)
    • Feb 2013 (3)
    • Mar 2013 (1)
    • May 2013 (1)
    • Jun 2013 (1)
  • ►  2014 (13)
    • May 2014 (4)
    • Jun 2014 (4)
    • Jul 2014 (3)
    • Sep 2014 (2)
  • ►  2015 (3)
    • May 2015 (2)
    • Nov 2015 (1)
  • ►  2016 (3)
    • Jan 2016 (2)
    • Mar 2016 (1)
  • ►  2017 (56)
    • Feb 2017 (1)
    • Jun 2017 (1)
    • Aug 2017 (10)
    • Sep 2017 (1)
    • Oct 2017 (5)
    • Nov 2017 (25)
    • Dec 2017 (13)
  • ▼  2018 (142)
    • Jan 2018 (21)
    • Feb 2018 (15)
    • Mar 2018 (18)
    • Apr 2018 (13)
    • May 2018 (17)
    • Jun 2018 (7)
    • Jul 2018 (9)
    • Aug 2018 (11)
    • Sep 2018 (5)
    • Oct 2018 (8)
    • Nov 2018 (7)
    • Dec 2018 (11)
  • ►  2019 (67)
    • Jan 2019 (8)
    • Feb 2019 (6)
    • Mar 2019 (7)
    • Apr 2019 (4)
    • May 2019 (5)
    • Jun 2019 (10)
    • Jul 2019 (6)
    • Aug 2019 (3)
    • Sep 2019 (6)
    • Oct 2019 (5)
    • Nov 2019 (2)
    • Dec 2019 (5)
  • ►  2020 (28)
    • Jan 2020 (7)
    • Feb 2020 (3)
    • Mar 2020 (4)
    • Apr 2020 (1)
    • May 2020 (3)
    • Jun 2020 (3)
    • Jul 2020 (2)
    • Aug 2020 (1)
    • Oct 2020 (1)
    • Nov 2020 (1)
    • Dec 2020 (2)
  • ►  2021 (28)
    • Jan 2021 (1)
    • Apr 2021 (2)
    • May 2021 (2)
    • Jun 2021 (2)
    • Jul 2021 (4)
    • Aug 2021 (4)
    • Sep 2021 (1)
    • Oct 2021 (4)
    • Nov 2021 (4)
    • Dec 2021 (4)
  • ►  2022 (14)
    • Mar 2022 (2)
    • Apr 2022 (1)
    • May 2022 (1)
    • Jun 2022 (2)
    • Jul 2022 (2)
    • Aug 2022 (2)
    • Sep 2022 (3)
    • Oct 2022 (1)
  • ►  2023 (6)
    • Jan 2023 (3)
    • Feb 2023 (2)
    • Mar 2023 (1)

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates