• Home
  • About Me
  • Category
    • Sharing
    • Info & Tips
    • Parenting
    • Family
    • Homeschooling
    • Review
    • Traveling
    • Tentang Buku
    • Gelora Madani Batam
    • Event
Youtube Instagram Twitter Facebook

Cerita Umi

Cerita Sehari Di Semarang, Malam-Malam di Lawang Sewu - Perjalanan ke Semarang adalah persinggahan kami sebelum pulang kembali ke Batam. Akhirnya kami memutuskan untuk pulang ke Batam lewat Jakarta untuk sedikit melanjutkan silaturrahmi dengan saudara-saudara yang ada di sana. Nanggung kalau tidak disinggahi, lagi pula sekalian mau ngajak anak-anak naik kereta api dan menikmati perjalanan kereta api Semarang - Jakarta yang luar biasa indah.

Ini adalah cerita sehari di Semarang, ketika kami memanfaatkan waktu yang kurang dari 24 jam untuk menikmati Kota Semarang dan mengunjungi beberapa tempat yang harus dikunjungi mumpung lagi di Semarang.

Perjalanan dari Demak menuju Semarang berlangsung sangat lancar, Alhamdulillah. Padahal, saat itu sedang ada musibah banjir di sekitaran pelabuhan Kota Semarang, dan menurut informasi yang kami terima, jalanan Semarang sedang super macet. Sampai-sampai, kami rada sulit mencari mobil rental yang bersedia mengantar kami menuju Semarang dari Demak. Syukurnya, ada orang baik yang merupakan teman main masa kecil suami saya yang bersedia mengantarkan kami.

Tibalah kami di Kota Semarang, hujan turun sangat lebat. Tujuan pertama kami di Semarang adalah mengunjungi Masjid Agung Jawa Tengah, sekalian melaksanakan sholat dzhuhur di sana. Melihat Masjid Agung Jawa Tengah, saya takjub. Luas sekali. Ternyata luas masjid ini mencapai 10 hektar. Tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, Masjid Agung Jawa Tengah ini juga dilengkapi dengan wisma penginapan bagi para peziarah yang ingin bermalam di masjid dengan bangunan yang bernuansa campuran Jawa, Islam dan Romawi ini.

Masjid Agung Semarang (Sumber gambar: Wikipedia)


Ngintip payung Masjid Agung Semarang dari dalam masjid saat hujan lebat.

Uniknya Masjid Agung Jawa Tengah ini memiliki 6 payung raksasa seperti Masjid Nabawi yang bisa terbuka dan tertutup otomatis pada waktu tertentu. Di dalam masjid juga terdapat Al-Quran raksasa atau Mushaf Akbar berukuran 145x95cm dan bedug raksasa berukuran panjang 310cm dan diameter 220cm. Di bagian luar masjid terdapat menara yang yang disebut sebagai Menara Asma Al Husna setinggi 99m yang melambangkan 99 nama-nama Allah (Asmaul Husna). Infonya, pengunjung bisa naik ke puncak menara dan melihat pemandangan Kota Semarang dari ketinggian. Tapi sayang, kami belum rejeki untuk bisa naik ke atas sana.

Mama dan Maryam di depan Mushaf Akbar.

Setelah sholat dan berkeliling masjid, kami pergi mencari makan. Bingung mau makan dimana, secara kami semua tidak punya rekomendasi kuliner enak di Semarang. Akhirnya kami cari tempat makan yang dekat dengan penginapan yang sudah kami pesan secara online, di daerah Kota Tua Semarang. Setelah berkeliling Kota Tua, akhirnya kami memilih Warung Makan Soto Segar yang masih di kawasan yang sama. Makan makanan berkuah hangat kayaknya pas banget dengan cuaca hari itu yang masih gerimis sendu.


Jalanan Kota Tua, Semarang.

Soto Segar Kota Lama, Semarang.

Setelah perut terisi kenyang, kami pulang menuju penginapan. Kami menginap di Hotel Pelangi Indah yang letaknya tepat di seberang Stasiun Semarang Tawang, mengingat jadwal kereta kami berangkat jam 06.00 pagi, akhirnya saya pilih penginapan sederhana yang dekat dengan stasiun. Milih hotel juga tadinya bingung, takut zonk dengan gambar yang terpampang di aplikasi. Syukurnya, Hotel Pelangi Indah cukup memuaskan untuk kami istirahat, tempatnya cukup bersih dan nyaman.

Hotel Pelangi Indah di Kota Tua, Semarang. Pas diseberang Stasiun Semarang Tawang. (Sumber gambar: Agoda)

Kami sampai di hotel sekitar jam 3 sore. Kami bersih-bersih dan rebahan sebentar. Sambil rebahan saya googling, mencari tempat-tempat yang harus dikunjungi selama di Semarang. Lawang Sewu salah satunya. Saya pun mengajak suami, orang tua dan anak-anak untuk mengunjungi Lawang Sewu dan berjalan-jalan menikmati Kota Semarang. Syukurnya semua pada mau mengakhiri rebahan untuk menikmati Kota Semarang di waktu yang singkat ini. Hehe. Kapan lagi kan, bisa jalan-jalan di Kota Semarang..

Hujan berhenti, sepertinya Allah mengizinkan kami berjalan-jalan tanpa kehujanan. Setelah sholat ashar, kami pun memesan taksi online untuk menuju Lawang Sewu. Excited! Tapi ada rasa gimana-gimana gitu, yaa.. Karena Lawang Seru dikenal selain sebagai tempat bersejarah juga sebagai tempat yang angker. Tapi, bismillah aja!

Potret Lawang Sewu, Semarang (sumber gambar: Google)

Lawang Sewu yang artinya seribu pintu ini merupakan gedung bersejarah milik Kereta Api Indonesia (KAI) yang dulunya digunakan sebagai kantor pusat perusahaan kereta api swasta Naderlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NISM). Seperti namanya, bangunan ini mempunyai banyak pintu dan jendela hingga dijuluki seribu pintu.

Lawang sewu yang artinya seribu pintu.

Di dalam Lawang Sewu ini mirip museum, kita bisa melihat-lihat beberapa benda bersejarah tentang dunia kereta api dan juga Lawang Sewu itu sendiri. Terdapat studio foto dengan berbagai tema bagi pengunjung yang ingin mengabadikan momen disini, lengkap loh dengan aneka kostumnya.

Beberapa potret kenangan kami di Lawang Sewu:











Sayangnya kami tidak bisa menjelajahi seluruh area Lawang Sewu ini karena bentrok dengan waktu maghrib. Akhirnya kami mencari mushola yang letaknya di samping gedung utama. Setelah sholat maghrib, kami tidak langsung pulang, kami masih menikmati suasana malam di Lawang Sewu.

Malam-malam di Lawang Sewu gimana? Hehehe. Nggak seperti yang ditakutkan, malam-malam di Lawang Sewu malah asyik karena ada live music dan bazaar cemilan di halaman utamanya saat weekend. Kami di Lawang Sewu sampai jam 19.30 malam, sambil menunggu dijemput oleh orang baik, teman lama suami yang sudah lama menetap di Semarang.




Oh ya, kalau kalian mau ke Lawang Sewu, ini dia syarat masuk ke Lawang Sewu:

- Sudah vaksin lengkap / booster dan menunjukkan aplikasi Peduli Lindungi
- Bayar tiket masuk sebesar Rp20.000 untuk dewasa, Rp10.000 anak-anak, Rp30.000 wisatawan mancanegara. Kita juga bisa menyewa tour guide sebesar Rp75.000 untuk mengarahkan kita berkeliling Lawang Sewu, bercerita tentang Lawang Sewu dan juga bisa bantu foto-fotoin kita.
- Jam buka Lawang Sewu mulai dari jam 08.00 pagi sampai 17.00 pada hari Senin-Jumat, dan 08.00 sampai 20.00 setiap Sabtu, Minggu & Holiday. 



***

Bang Arif, nama teman suami yang menjemput kami di Lawang Sewu untuk berkeliling Kota Semarang. Kami juga diantar untuk membeli oleh-oleh dan makan malam. Kami diajak makan malam di Ideologist Cafe dan ternyata di sana sudah ditunggu oleh keluarga Bang Arif, istri dan kedua anak laki-lakinya. Ternyata Ideologist Cafe ini letaknya di dataran tinggi, sehingga kita bisa melihat keindahan Kota Semarang di waktu malam. Indah sekali, kelip lampu Semarang bagaikan bintang. MasyaAllah, kami tidak akan lupa dengan jamuan luar biasa dari orang-orang baik ini.

Melihat Kota Semarang dari ketinggian saat malam.

Bersama istrinya Bang Arif.

Saya dan anak-anak pun cepat membaur dengan istri dan anak-anak Bang Arif, begitu juga dengan kedua orang tua saya yang juga ikut. Alhamdulillah, nambah kenalan lagi, nambah keluarga lagi. Semoga kami diberi kesempatan untuk membalas kebaikan Bang Arif dan keluarga di lain kesempatan nantinya.

Tak terasa waktu sudah larut, kami pulang jam 11 malam meninggalkan Ideologist Cafe dan kenangan Semarang malam itu. Besok pagi-pagi kami sudah berangkat ke Jakarta naik kereta api. Bang Arif mengantarkan kami ke hotel, dan kami berpisah di depan pintu masuk hotel.

Sebelum tidur, saya menyalakan banyak alarm jam 03.00 supaya tidak terlambat. Barang-barang sudah ready diangkat, pokoknya jam 05.00 harus otw ke stasiun.

Alhamdulillah, kami berangkat tepat waktu. Check in di stasiun juga tepat waktu, bahkan kami sempat bersantai dan berfoto-foto dulu di Stasiun Semarang Tawang ini. Senangnya... Ini kali pertama saya naik Kereta Api Indonesia, hihi. Anak-anak juga excited, masyaAllah, mereka senang dan semangat sekali. No drama sama sekali selama di perjalanan. Asyik! Bikin nagih pengen jalan-jalan jauh lagi, Hehehe.

Halaman hotel yang pas di depan Stasiun Semarang Tawang.


Di kereta api.... #bersambung




Share
Tweet
Pin
Share
No comments


Wisata Religi, Ziarah Makam 3 Wali di Jawa Tengah - Syawal Trip #3 - Saat orang bertanya daerah asal suami saya, sering kali orang bekata, "Wah, kota para wali.."

Ya, suami saya berasal dari sebuah desa di Kabupaten Demak, atau yang dikenal dengan sebutan Kota Wali.

Akhir bulan Mei 2022 lalu, masih di dalam bulan Syawal, kami mengunjungi Kota Demak untuk yang kedua kalinya. Terakhir kali ke sana itu sekitar tahun 2017, lalu kesempatan untuk ke sana lagi pun terhalang pandemi. Baca juga: Sepekan di Desa Mlaten, Demak

Karena Demak dikenal dengan sebutan kota para wali, maka tidak afdol rasanya jika kita tidak berziarah ke makam 3 wali di Jawa Tengah, yang salah satunya berada di Kota Demak.

Inilah dia cerita singkat wisata religi kami, ziarah ke makam 3 Wali di Jawa Tengah.


Sekilas Tentang Walisongo

Foto para Walisongo di area parkir Makam Sunan Kalijaga, Kadilangu, Demak.

Walisongo sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Muslim di Indonesia. Walisongo dikenal sebagai penyebar agama Islam di Nusantara yang berasal dari tanah Jawa, yaitu berasal dari daerah Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Secara harfiah, 'wali' artinya wakil, dalam agama Islam wakil disebut dengan istilah waliyullah atau wali Allah. Sedangkan kata 'songo' berasal dari bahasa Jawa yang berarti sembilan. Secara keseluruhan, Walisongo berarti sembilan wali Allah.

Untuk kisah lengkap tentang Walisongo, teman-teman bisa langsung googling saja, ya.. :)

Nah, berhubung saya dan keluarga sedang di Jawa Tengah, jadi kami menyempatkan diri untuk berziarah lagi ke makam 3 Walisongo yang berada di Jawa Tengah untuk yang kedua kalinya setelah tahun 2017 silam.

Makam 3 Wali yang Terkenal di Jawa Tengah dan Tidak Boleh Terlewatkan Untuk Dikunjungi:

1. Makam Sunan Kalijaga, Demak

Kalau mengingat-ingat pelajaran sejarah jaman dulu, nama Sunan Kalijaga adalah nama wali yang paling familiar di telinga saya. Sunan Kalijaga atau Raden Said ini merupakan salah satu dari Walisongo yang dikenal sebagai sosok kharismatik dan sangat berpengaruh dalam penyebaran agama Islam di Pulau Jawa. Sunan Kalijaga menggunakan wayang, seni ukir, gamelan serta seni suara sebagai sarana dakwah agar mudah dimasuki oleh masyarakat yang kental dengan budaya lokal.

Sunan Kalijaga dimakamkan di Kadilangu, Demak. Letaknya sekitar 2 km dari pusat Kota Demak dan Masjid Agung Demak. Perjalanan kami dari desa Mlaten menuju pusat Kota Demak dan makam Sunan Kalijaga ini memakan waktu sekitar 30-40 menit.

Masjid Agung Demak, nggak jauh dari Makam Sunan Kalijaga.

Setibanya di kawasan makam Sunan Kalijaga, kita akan banyak menemukan deretan para penjual yang menawarkan aneka makanan kecil, minuman, oleh-oleh dan pernak pernik yang bisa dijadikan sebagai buah tangan.

Di bagian depan kawasan makam, terdapat Masjid Sunan Kalijaga Kadilangu Demak yang bentuknya masih menggambarkan keadaan pada masa itu. Atapnya berbentuk Joglo, khas bangunan Jawa kuno. Begitu juga dengan bangunan di sekitar makam. Ternyata tidak hanya makam Sunan Kalijaga yang ada di sini, banyak juga makam para keluarga serta kerabat Sunan Kalijaga di sini. Sayangnya, pengunjung/peziarah dilarang mengambil gambar di sepanjang kawasan makam, jadi saya hanya menyimpan ponsel saya di dalam tas selama di dalam kawasan makam karena pada saat itu cukup ramai rombongan peziarah yang datang.


2. Sunan Kudus, Kudus

Berfoto di depan menara Masjid Kudus.

Sunan Kudus bernama asli Ja'far Shadiq. Berdasarkan sejarah panjangnya, beliau berganti nama menjadi Kudus yang berarti Al-Quds, sebuah kota suci di Yerrusalem. Sunan Kudus menggunakan strategi dakwah melalui seni dan budaya agar bisa diterima masyarakat setempat.

Makam Sunan Kudus terletak di Kota Kudus, butuh waktu sekitar 20-30 menit perjalanan dari Kota Demak. Di depan kawasan makam terdapat sebuah masjid yang bernama Masjid Kudus. Menara dan gapura masjid berbentuk candi kuno yang tampak sangat terjaga. Unik sekali. Saking unik dan indahnya, kawasan depan Masjid Kudus ini menjadi spot berfoto favorit para pengunjung, bahkan banyak fotografer jalanan yang menawarkan jasa foto langsung cetak di depan gapura masjid.

Bersama keempat orang tua.

Masjid Kudus.

Masuk ke area makam, kita akan melihat banyak ornamen ukiran kuno yang apik. Sama seperti pemakaman di Sunan Kalijaga, tidak hanya makam Sunan Kudus yang ada di sini, tetapi juga banyak makam keluarga dan para kerabat yang mengelilingi makam Sunan Kudus ini. Berbeda dengan makam Sunan Kalijaga, di makam Sunan Kudus kita diperbolehkan mengambil gambar di sekitar makam.

Makam Sunan Kudus yang ditutupi kelambu putih.


3. Sunan Muria

Sumber foto: Google (merdeka.com)

Sunan Muria yang bernama asli Raden Umar Said merupakan anak dari Sunan Kalijaga, beliau dikenal sebagai Walisongo termuda. Strategi dakwah yang dilakukan Sunan Muria adalah dengan cara bergaul bersama rakyat jelata sambil bercocok tanam, berdagang dan kesenian.

Letak makam Sunan Muria agak berbeda dari Sunan yang berada di Jawa Tengah lainnnya, yaitu di atas gunung yang bernama Gunung Muria. Di sini juga kawasan Sunan Muria berdakwah dahulu, yaitu di Desa Colo, Kecamatan Kudus (18 km dari Kota Kudus). Perjalanan menuju Desa Colo melalui jalanan yang menanjak, udara sejuk sebagai pertanda kita sudah tiba di kawasan lereng Gunung Muria. Dari kejauhan pun kita bisa melihat pemandangan perkotaan dan pedesaan dari ketinggian yang tertutup kabut.

Desa Colo, Kudus, dan perjalanan menuju puncak Gunung Muria.

Setibanya di lereng Gunung Muria, pengunjung bisa memarkirkan kendaraannya di tempat yang sudah tersedia, karena kita tidak bisa membawa kendaraan pribadi untuk naik ke puncak gunung, dimana makam Sunan Muria berada.

Untuk mencapai Makam Sunan Muria, kita harus melewati jalan setapak menanjak yang konon katanya memiliki sekitar 450 anak tangga. Sepanjang perjalanan menanjak itu kita disuguhi barang-barang unik khas Muria yang dijual oleh pedagang setempat, bisa sekalian cari buah tangan atau cindera mata sambil menanjak gunung dong.. Ada juga yang menjual aneka makan dan minuman untuk mengganjal perut para pengunjung yang lelah menanjak ataupun saat menurun gunung.

Gerbang untuk memulai jalan setapak menanjak hingga ke puncak Gunung Muria.

Tidak sanggup menanjak sejauh itu? Tenang... Ada cara kedua untuk kita mencapai makam Sunan Muria di puncak Gunung Muria selain melewati jalan setapak menanjak, yaitu menggunakan ojek khusus Gunung Muria. Kita bisa dengan mudah menemukan ojek Gunung Muria sejak tiba di tempat pemberhentian atau parkir kendaraan pengunjung. Biasanya para driver ojek sudah standby untuk mengantarkan kita mendaki. "Ojek! Yuk, langsung diantar ke atas.." ajaknya, dan kita hanya cukup membayar upah sebesar Rp20.000 saja.

Jika kalian menaiki ojek menuju puncak Gunung Muria, pastikan kalian duduk di atas motor dengan nyaman dan berpegangan. Karena jalanan menuju puncak gunung cukup ekstream menurut saya. Jalannya menanjak  cukup  tajam, sempit dan berkelok, hanya cukup untuk 2 motor berjalan dua arah. Spesifikasi ojek Gunung Muria mirip-mirip pembalap area gunung, karena memang mereka mengendarai sepeda motor dengan laju dan super gesit. Nggak sampai 10 menit, kita tiba di puncak Gunung Muria.

Ini adalah kali kedua saya mengunjungi makam Sunan Muria, setiap kemari saya selalu menggunakan ojek karena merasa nggak sanggup mendaki karena kami pergi bersama keluarga besar yang terdiri dari anak-anak sampai orang tua. Tapi saat kunjungan pertama t tahun yang lalu, saya bersama suami dan anak-anak memilih untuk menurun gunung sambil berjalan kaki melewati jalan setapak bertingkat itu. Sekalian melihat-lihat dan membeli beberapa cindera mata dan kenang-kenangan dari Gunung Muria.

Hampit tiba di puncak, menuju Masjid ata langsung ke makam Sunan Muria.

Menuju makam, sebelum ponsel disimpan karena tidak boleh mengambil gambar. Fyi, nggak ada sinyal di sini. Hihi.

Di puncak gunung, terdapat Masjid Sunan Muria. Lalu tak jauh dari masjid, di sanalah makam Sunan Muria berada. Seperti makam wali yang sebelumnya pula, tidak hanya makam Sunan Muria yang ada di sini, tetapi juga ada beberapa makam dari keluarga, kerabat, dan makam 17 prajurit dan punggawa kraton.

---

Itulah dia makam 3 Wali (Walisongo) yang terdapat di Jawa Tengah yang jangan sampai terlewatkan jika teman-teman mampir ke Jawa Tengah.

Jangan lupa perhatikan adab dan sopan santun kita selama berkunjung atau berziarah ke Makam para wali, baca dan patuhi aturan yang tersedia seperti dilarang mengambil gambar, baik berupa foto atau video. Ucapkanlah salam untuk para ahli kubur, banyak lah berdzikir. Kirimkanlah doa terbaik untuk para wali hanya kepada Allah, mengingat perjuangan para wali yang berdakwah memperkenalkan dan menyebarkan agama Islam di Indonesia, khususnya Pulau Jawa.

Pastikan kita dan rombongan tidak terpisah, karena pengunjung/peziarah yang datang ke makam para wali ini hampir tidak pernah sepi. Baik itu pengunjung lokal atau dalam negeri, maupun luar negeri.

Sekian dulu tulisan saya tentang sedikit cerita wisata Religi kami, berziarah ke Makam 3 Wali (Walisongo) di Jawa Tengah. Semoga bermanfaat, terima kasih sudah membaca sampai akhir.. :)
Share
Tweet
Pin
Share
7 comments
Newer Posts
Older Posts

About Me




Hai, saya Juli Yastuti, akrab dipanggil Juli atau Yasti. Bagi saya, menulis adalah cara menebar manfaat termudah. Mau tahu lebih lengkap tentang saya?


Baca Selengkapnya >

Contact


Email : ceritaumi2017@gmail.com / Whatsapp : 083184213939

Find Me Here

Followers

Part Of



My Books




Recent Post

Popular Posts

  • Pohon Literasi, Stimulasi Anak Suka Membaca
  • Aku Sayang Ibu, Catatan Literasi Pertama Aal
  • Review Materi Bunda Sayang Sesi 5: MENSTIMULASI ANAK SUKA MEMBACA
  • Pengalaman Melepas IUD Lama dan Memasang IUD Baru. Kapok?
  • Menyenangkan! Pengalaman Berlayar Menggunakan Kapal Roro Dari Batam ke Riau Selama 18 Jam

Member Of




Categories

  • Sharing
  • Info & Tips
  • Parenting
  • Family
  • Traveling
  • Institut Ibu Profesional (IIP)
  • Homeschooling
  • Batam
  • Review
  • Event
  • Tentang Buku
  • Kuliner
  • Gelora Madani Batam
  • Kolaborasi Blog
  • Mahasiswa
  • Puisi

Blog Archive

  • ►  2011 (11)
    • Jun 2011 (5)
    • Jul 2011 (6)
  • ►  2012 (2)
    • Nov 2012 (2)
  • ►  2013 (7)
    • Jan 2013 (1)
    • Feb 2013 (3)
    • Mar 2013 (1)
    • May 2013 (1)
    • Jun 2013 (1)
  • ►  2014 (13)
    • May 2014 (4)
    • Jun 2014 (4)
    • Jul 2014 (3)
    • Sep 2014 (2)
  • ►  2015 (3)
    • May 2015 (2)
    • Nov 2015 (1)
  • ►  2016 (3)
    • Jan 2016 (2)
    • Mar 2016 (1)
  • ►  2017 (56)
    • Feb 2017 (1)
    • Jun 2017 (1)
    • Aug 2017 (10)
    • Sep 2017 (1)
    • Oct 2017 (5)
    • Nov 2017 (25)
    • Dec 2017 (13)
  • ►  2018 (142)
    • Jan 2018 (21)
    • Feb 2018 (15)
    • Mar 2018 (18)
    • Apr 2018 (13)
    • May 2018 (17)
    • Jun 2018 (7)
    • Jul 2018 (9)
    • Aug 2018 (11)
    • Sep 2018 (5)
    • Oct 2018 (8)
    • Nov 2018 (7)
    • Dec 2018 (11)
  • ►  2019 (67)
    • Jan 2019 (8)
    • Feb 2019 (6)
    • Mar 2019 (7)
    • Apr 2019 (4)
    • May 2019 (5)
    • Jun 2019 (10)
    • Jul 2019 (6)
    • Aug 2019 (3)
    • Sep 2019 (6)
    • Oct 2019 (5)
    • Nov 2019 (2)
    • Dec 2019 (5)
  • ►  2020 (28)
    • Jan 2020 (7)
    • Feb 2020 (3)
    • Mar 2020 (4)
    • Apr 2020 (1)
    • May 2020 (3)
    • Jun 2020 (3)
    • Jul 2020 (2)
    • Aug 2020 (1)
    • Oct 2020 (1)
    • Nov 2020 (1)
    • Dec 2020 (2)
  • ►  2021 (28)
    • Jan 2021 (1)
    • Apr 2021 (2)
    • May 2021 (2)
    • Jun 2021 (2)
    • Jul 2021 (4)
    • Aug 2021 (4)
    • Sep 2021 (1)
    • Oct 2021 (4)
    • Nov 2021 (4)
    • Dec 2021 (4)
  • ▼  2022 (14)
    • Mar 2022 (2)
    • Apr 2022 (1)
    • May 2022 (1)
    • Jun 2022 (2)
    • Jul 2022 (2)
    • Aug 2022 (2)
    • Sep 2022 (3)
    • Oct 2022 (1)
  • ►  2023 (6)
    • Jan 2023 (3)
    • Feb 2023 (2)
    • Mar 2023 (1)

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates