Proses Menyapih Yang Tak Kunjung Usai

by - 7:28 AM


Proses Menyapih Yang Tak Kunjung Usai - Syukur Alhamdulillah, bisa menyusui anak sampai 2 tahun itu adalah sebuah nikmat yang tak terhingga, baik bagi saya (ibunya) maupun si kecil. Ketika menginjak usia 2 tahun, kita sudah harus menyudahi proses ini dan siap untuk menjalankan satu proses yang baru yaitu menyapih.

Menyapih adalah dimana berhentinya proses menyusui. Tentulah tidak bisa dengan tiba-tiba, ya. Menyapih sudah harus dibicarakan/sounding bahkan sejak anak berusia mulai dari 1 tahun. Tentu dengan harapan mereka bisa dengan mudah terlepas dari proses menyusui, dan tubuh kita pun tidak "kaget" dengan perubahan yang terjadi.

Baca juga: Menyapih Dengan Cinta, Seperti Apa?

Menyapih Yang Tak Kunjung Usai

Seperti yang pernah saya tulis sebelumnya, saya menerapkan proses menyapih dengan cinta (weaning with love) kepada anak-anak saya. Ternyata tidak semudah menyapih Aal si anak pertama, Maryam justru masih bertahan menyusu hingga saat ini usianya nyaris mencapai 2 tahun 5 bulan dengan frekuensi menyusu yang sama dengan sebelum-sebelumnya (8-10 kali sehari, sekitar 5 sampai 40 menit sekali menyusu).

Baca juga: Ketika Anak Belum Siap Untuk Disapih

Ya, sampai di usia ini dia masih tampak belum siap untuk disapih. Padahal, sounding untuk disapih sudah saya terapkan sejak ia berusia 1 tahunan, makin intens sounding sejak ia berusia 1,5 tahun.

Menyapih dengan cinta, menyapih dengan ikhlas tanpa drama berhasil saya lakukan kepada Aal. Tentu cara ini menjadi idaman saya kembali, segala cara yang dulu saya terapkan ketika menyapih Aal saya lakukan juga terhadap Maryam.

Memangnya dulu gimana cara menyapih Aal? Kok jadi idaman?

Menyapih Aal itu cukup sounding dan komunikasi. Sejak usia 2 tahunan, frekuensi menyusunya sudah mulai berkurang. Sampai akhirnya di usia 2 tahun 4 bulanan, dia ikhlas untuk berhenti menyusu. Tanpa tangisan, tanpa drama.

Ternyata cara tersebut tidak berhasil untuk Maryam. Setelah saya renungkan kembali, kedua anak ini punya tipe yang sangat berbeda. Ya pastilah, ya! Jadi, cara menyapihnya tidak bisa dengan ekspektasi yang sama.

Kenapa proses sounding (saja) bisa berhasil pada Aal? Karena Aal tipe anak yang sangat komunikatif, proses negosiasi dan diskusi itu bisa masuk dengan dia. Sedangkan Maryam, dia harus sedikit dengan "aksi". Komunikasi tanpa aksi dia belum bisa terima. Tipe perempuan yang nggak suka sama omong doang, harus ada aksi dan bukti, dong.. Hehee.

Lama-kelamaan saya mulai resah, melihat dia yang semakin besar tapi masih juga menyusu dengan frekuensi yang sesering itu. Apalagi ketika usianya sudah hampir 2 tahun 5 bulan ini. Untuk itu, saya putuskan untuk lebih ber"aksi" dalam proses menyapihnya kali ini.

Proses Menyapih Yang Menguras Emosi

Beberapa hari sebelum hari itu tiba, saya katakan pada Maryam bahwa besok-besok dia tidak nena (nenen) lagi.

"Dek, besok nggak nena lagi, ya?"
"Dek, besok nenanya selesai, ya.. Adek udah makin besar."
"Dek, hari ini terakhir nena, ya.."
"Dek, ini nena terakhir, ya? Nanti malam nggak nena lagi, nenanya udah selesai."

Seperti itu.

Malam harinya ketika hendak tidur, saya benar-benar membuktikan ucapan-ucapan saya tadi. Saya tidak lagi memberikannya nena, tidak mengizinkannya menyusu lagi.

Lalu apa yang terjadi? Malam itu menjadi malam yang penuh emosi. Dia nangis, dia teriak, dia mengamuk. Tapi saya terus meminta maaf padanya kalau semua sudah selesai, nenanya sudah berakhir. Kok berasa lagi diputusin, ya? Hehhee.

Emosi di dalam dada saya bergejolak, begitu pula dengan Maryam. Ada rasa hati yang sakit melihat dia sedih dan menangis sekencang itu, ada satu sisi hati yang menekan agar saya harus tetap kuat sampai semua drama ini berlalu.

Dia marah, saya diam terus memeluknya. Dia teriak, saya bisikkan kata-kata cinta saya padanya. Dia memukul saya, saya elus kepala dan rambutnya yang panjang. Dalam hati saya menangis, sedih, tapi saya tidak boleh merubah keputusan, apalagi menyerah. Toleransi selama hampir 5 bulan sudah cukup lah, ya.. Nggak baik juga kalau saya biarkan dia tetap menyusu lebih lama dengan frekuensi yang masih sesering itu. Begitu menurut saya.

Malam itu, Maryam tidur dengan perasaan sedih. Saya pun demikian. Bahkan saya hampir tidak tidur, sepanjang malam menjaganya, khawatir tiba-tiba menangis atau meronta. Syukurnya yang terjadi tidak separah yang saya pikirkan. Dia menangis sekali saja dan cukup saya tenangkan dengan pelukan.

Lalu bagaimana proses menyapihnya hari ke hari sampai akhirnya ia berhasil disapih?

Bersambung.... 😚

You May Also Like

0 comments