• Home
  • About Me
  • Category
    • Sharing
    • Info & Tips
    • Parenting
    • Family
    • Homeschooling
    • Review
    • Traveling
    • Tentang Buku
    • Gelora Madani Batam
    • Event
Youtube Instagram Twitter Facebook

Cerita Umi


Bosan Selama #dirumah Aja? Wajar, kok. Saya Juga! - Sudah hampir setangah tahun pandemi COVID19 melanda Indonesia. Siapakah yang masih pada bertahan #dirumah aja? Cung! Saya masih bertahan juga, loh. Dan rasa bosan akut kadang melanda, wajar kan? Ini nih, yang mau saya ceritain di blog kali ini.

Rasa bosan melanda karena selama hampir 6 bulan ini di rumah aja, wajar dong ya? Bagi sebagian orang memang sudah menjalani aktifitas di luar rumah dengan peraturan New Normal. Ya, karena faktor kebutuhan juga, kita harus kerja dan kembali mengejar rejeki di luar sana, kan? Yang tadinya work from home, sekarang sudah pada mulai kerja di kantornya masing-masing seperti suami saya, yang tadinya warungnya tutup, sekarang sudah mulai pada buka. Mall dan tempat-tempat wisata pun sudah mulai buka dan orang-orang sudah mulai berpergian dan berlibur kemana-mana. Ya nggak masalah, liburan dan piknik kebutuhan juga kan, gaes? Hehehe. Yang penting tetap jaga protokol new normal yang sudah dihimbau oleh pemerintah.

Ya, itu bagi sebagian orang-orang. Namun, tak sedikit pula orang-orang yang masih memilih untuk bertahan di rumah aja. Seperti saya.

Menurut saya, saya belum perlu lah kemana-mana karena belum ada keperluan yang mendesak. Kecuali, waktu itu saya pernah ke mall sendirian untuk beli sesuatu yang memang adanya di mall. Itu juga hanya sekali dalam 6 bulan ini dan saya sangat menikmati. Hehehe. Iya, dong. Ke mall sendirian tanpa bawa anak-anak, bebas jalan ke sana kemari, berasa gadis euy! Moment ini hanya bisa terjadi karena pandemi, makanya saya cukup menikmati. Hehehe #nyengir.

Saya seorang ibu rumah tangga, nggak bekerja di luar, hanya menjalani beberapa kegiatan online dari rumah aja sejak dulu. Anak-anak juga sekolahnya di rumah (homeschooling), cuma ikut kursus bahasa Inggris via online karena pandemi, dan kursus berenang yang terpaksa dihentikan sementara lagi-lagi karena pandemi. Tentunya nggak ada alasan yang mendesak untuk saya untuk keluar rumah.

Circle hidup saya sempit banget, rumah, anak-anak, suami, tetangga pun jarang sekali. Rutinitas juga monoton, dan saya orangnya kurang nyaman menjalani hari-hari yang rutinitas yang sama setiap harinya. Akan cepat merasakan bosan. Makanya, saya nggak bisa punya jadwal rutin kayak orang-orang. Masak jam segini, beberes rumah jam segini, jadwal saya random banget. Yang penting beres, ya...hehehe.

Bayangin, dong, gimana rasanya saya menjalani hari-hari rumah aja 6 bulan ini? Ya, walaupun sebelum pandemi saya juga lebih banyak di rumah aja. Cuma, dulu masih ada lah jalan keluar rumah seperti antar anak les bahasa Inggris, antar anak berenang, pulangnya kami mampir nongkrong sekedar makan ice cream, makan-makan di luar, atau kami jalan-jalan ke mall, ke tempat wisata, dan sekarang nggak sama sekali.

Akhirnya, saya harus mencari berbagai macam cara untuk mengatasi rasa bosan yang melanda. Salah satunya, saya mulai nonton drama korea lagi. Hehehe. Selain itu, saya juga aktif berolahraga lagi di rumah, membaca buku, dan lagi nyoba-nyoba bikin jajanan untuk dijual. Sebenarnya, saya juga sedang dalam proses menulis buku solo pertama saya, tapi lagi tersendat karena....mungkin karena kurang kena udara segar. Hehehe, alasan!

Oh ya, untuk urusan belanja pun, semuanya sekarang saya kerjakan via online. Belanja bahan dapur dan bahan makanan mentah via online sama tetangga yang jualan di pasar, belanja kebutuhan rumah juga online di Indomaret Klik.

Lah, kenapa nggak belanja langsung aja sekalian nyari udara segar keluar rumah gitu?

Hmm, saya juga nggak nyaman berada di keramaian musim pandemi gini. Online sudah ngebantu banget, memudahkan, dan harganya juga nggak beda. Itulah lucunya saya, saya memilih untuk tetap bertahan dengan rasa bosan ini.

Tapi, di balik rasa bosan yang melanda saya sehari-hari, tentu saya harus lebih banyak mensyukuri. Alhamdulillah, kami masih punya rejeki untuk bisa belanja bahan makanan, masih bisa belanja untuk memenuhi kebutuhan rumah, masih bisa jajan-jajan, masih sehat wal'afiat, keluarga juga sehat semuanya. ALHAMDULILLAH.

Lalu, apa lagi artinya rasa bosan tadi? Setelah kita menyadari bahwa ternyata rasa syukur yang kita miliki harus lebih besar lagi.

Itulah kenapa saya masih bertahan di rumah. Belum tertarik untuk jalan-jalan ke mana-mana, nongkrong dimana-mana. Apalagi, saya harus bawa anak kalau kemana-mana, kan? Kecuali untuk hal-hal yang mendesak, saya bisa meninggalkan anak-anak di rumah bersama Abinya.

So, buat kalian yang juga masih pada bertahan di rumah aja. Nggak apa-apa. Rasa bosan itu wajar, tapi kita juga dianugerahi akal untuk mencari cara mengatasinya, kan? Kita bisa melakukan banyak hal yang kita sukai, seperti nonton, bikin video, masak-masak, coba-coba jualan online di rumah, bercocok tanam, dan lain-lain.

Kesehatan dan keselamatan kita yang terpenting saat ini. Kalau nggak penting dan nggak mendesak, tetaplah stay at home. Keadaan di luar belum aman, bagaikan air yang tampak tenang, tapi riuh di dalamnya siapalah yang tau?

Keep healthy teman-teman! Semoga pandemi ini segera berakhir... 
Share
Tweet
Pin
Share
21 comments

Tahun Terakhir Di Usia Kepala Dua - Tepat 29 tahun usia saya pada tanggal 6 Juli 2020 lalu. Entah kenapa, tiba-tiba saya merasa tua. MasyaAllah, 29 tahun, sebentar lagi 30 tahun a.k.a kepala tiga, euy!

Yang saya syukuri selain diri saya sendiri adalah kedua orang tua saya. Alhamdulillah, di usia saya yang ke-29 tahun ini mereka dalam keadaan sehat wal'afiat dan bahagia di usia mereka yang tidak lagi muda.

Bicara soal orang tua akhir-akhir ini bikin saya baper agak parah, karena saya rindu. Pandemi membuat kami tidak dapat bertemu dan bermain seperti dulu. Saya sedih membayangkan papa dan mama yang hanya berdua di rumah dan juga menahan rindu dengan anak serta cucu-cucunya.

"Papa mama kangen, tapi keadaannya masih kayak gini. Kita harus sabar aja dulu, ya... Semoga corona ini segera berlalu dan kita bisa ketemu seperti dulu, main sama Aal Maryam, jalan-jalan sama Aal Maryam," seperti itu kata-kata papa menguatkan saya dan saya mengaminkan.

Oke, balik lagi membahas usia saya, dari pada saya semakin baper parah.

Tahun ini adalah tahun terakhir saya di usia kepala dua. Saya masih ingat kenangan 9 tahun lalu, saat saya berulang tahun ke-20. Wahh, kepala 2... Saat itu saya merasa sudah dewasa dan sudah berpikir untuk menikah muda. Alhamdulillah, Allah mengizinkan, saya akhirnya menikah di usia 22 tahun.

Di dalam masa usia kepala 2 pula, alhamdulillah saya dikaruniai 2 orang putra putri yang lucu dan menggemaskan. Kalau dipikir-pikir, Allah tuh baik banget, Allah kasih semua yang saya impikan untuk hidup saya. Menikah muda, suami yang tepat, kedua anak yang membuat hidup kami semakin lengkap dan bahagia, orang tua dan mertua yang baik dan sehat-sehat.

Di balik segala kenikmatan yang sudah Allah berikan kepada saya, bukan berarti saya tidak pernah diberikan ujian berupa kesedihan. Pernah, pasti!

Di dalam masa usia kepala dua ini adalah masa-masa yang cukup menantang bagi saya. Dimana saya harus menyesuaikan diri sebagai seorang istri kemudian menjadi seorang ibu, belajar memahami, belajar menghargai, belajar mengesampingkan ego, belajar memaafkan dan melupakan, belajar bersyukur, belajar untuk selalu merasa cukup, dan belajar bahagia dan membahagiakan.

Saya percaya, bahagia itu kita sendiri yang ciptakan. Sedih pun begitu, sedih itu ada karena kita sendiri yang adakan. Saya belajar keras untuk menciptakan bahagia ala saya sendiri. Saya bahagia, sekeliling pun ikut bahagia. Dan saya juga percaya, seiisi rumah bahagia jika kita (seorang istri) yang bahagia lebih dulu.

Ketika saya bahagia, aura bahagia terpancar ke seluruh isi rumah. Suami juga jadi bahagia, anak-anak pun bahagia, alhasil...kerjaan rumah beres, kerjaan suami juga lancar, anak-anak dapat bermain dan belajar dengan riang di rumah.

Coba bayangkan, gimana kalau kita tidak mau menciptakan bahagaia itu sendiri? Suami juga jadi bete akibat kesensian kita yang nggak jelas sebabnya, anak-anak jadi sasaran pelampiasan, ambyarlah seiisi rumah.

Lalu bagaimana cara saya menciptakan bahagia?

Ya, tiap orang punya caranya sendiri dalam menciptakan bahagia. Kalau saya, saya biasanya menuliskan segala kekesalan, amarah dan kesedihan di dalam sebuah catatan rahasia di smartphone saya. Entah di notes, atau di chat whatsapp nomor saya sendiri. Setidaknya, emosi negatif yang ada di hati dan pikiran saya bisa lepas, tidak terpendam dan tertahan.

Setelah saya puas mengeluarkan uneg-uneg dan emosi negatif melalui tulisan rahasia, saya minta ketenangan pada Allah. Berdoa, bercerita pada Allah sambil nangis sesenggukan. Cara ini melegakan banget, apakah kalian pernah coba? Coba, deh.

Setelah hati dan pikiran saya reda dari emosi negatif, biasanya saya membaca kembali tulisan yang tadi saya buat saat melampiaskan emosi negatif sebelum saya menghapus semua tulisan buruk itu. Ketawa sendiri dong, kita memang tampak bodoh saat marah. Coba bayangkan saja, gimana jadinya jika emosi negatif itu saya lampiaskan ke suami atau anak-anak? Ambyar, rusak, bukannya selesai, malah masalah semakin melebar, yang ada hanya rasa penyesalan di belakang yang tidak ada guna.

Saya juga belajar memaafkan sebelum dimintai maaf, belajar memaafkan dan melupakan tanpa dendam. Saya tidak perlu mengharapkan seseorang melakukan sesuatu sesuai ekspektasi saya. Saya cukup melakukan yang terbaik dari diri saya. Seseorang mau berbuat yang terbaik juga atau tidak, ya, itu biar menjadi urusannya. Terlalu berharap dan berekspektasi itu bisa menghambat kebahagiaan saya, saya bisa kecewa dan saya tidak mau memilih kecewa. 

"Kebahagiaan itu kita yang ciptakan, begitu pula kesedihan. Kesedihan itu ada karena kita yang adakan."

Itu sebagian pelajaran yang pernah saya ambil di usia dua puluhan. Dan inilah tahun terakhir saya di usia dua puluhan, tentu kedepannya saya akan menghadapi tantangan hidup yang lain lagi, bisa jadi yang lebih-lebih lagi. Tapi saya percaya, Allah akan meberikan kita ujian sesuai kesanggupan hambaNya.

Semakin banyak usia, tentunya akan banyak pelajaran hidup yang harus saya ambil kemudian. Semakin banyak usia, maka semakin sedikit waktu hidup saya di dunia. 

Semoga Allah berikan kekuatan pada diri saya, menjadikan saya seorang istri dan ibu yang terbaik bagi keluarga saya, menjadi anak yang dapat membahagiakan orang tua, menjadi orang yang bermanfaat bagi orang banyak. Dan yang terpenting, semoga saya bisa menjadi insan yang selalu berada di dalam jalan-Nya, agar saya dapat hidup baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Teman-teman, bantu doain saya, ya! InsyaAllah, doa yang kalian panjatkan akan berbalik pula untuk teman-teman sekalian... Terima kasih. Terima kasih juga sudah membaca tulisan ini sampai akhir, semoga ada manfaat yang bisa diambil, ya!
    
Share
Tweet
Pin
Share
12 comments
Newer Posts
Older Posts

About Me




Hai, saya Juli Yastuti, akrab dipanggil Juli atau Yasti. Bagi saya, menulis adalah cara menebar manfaat termudah. Mau tahu lebih lengkap tentang saya?


Baca Selengkapnya >

Contact


Email : ceritaumi2017@gmail.com / Whatsapp : 083184213939

Find Me Here

Followers

Part Of



My Books




Recent Post

Popular Posts

  • Cobain Jadi Pilot! Family Gathering HUT Blogger Kepri ke-8 Tahun di FlyBest Flight Academy
  • Menyenangkan! Pengalaman Berlayar Menggunakan Kapal Roro Dari Batam ke Riau Selama 18 Jam
  • Sudah Lama Ditunggu, HokBen Akhirnya Buka Gerai Pertama di Batam
  • Belajar Memanah Di Mall, Asyik Juga!
  • Inilah Manfaat Minum Teh Susu bagi Tubuh

Member Of




Categories

  • Sharing
  • Info & Tips
  • Parenting
  • Family
  • Traveling
  • Institut Ibu Profesional (IIP)
  • Batam
  • Homeschooling
  • Review
  • Event
  • Tentang Buku
  • Kuliner
  • Gelora Madani Batam
  • Kolaborasi Blog
  • Mahasiswa
  • Puisi

Blog Archive

  • ►  2011 (11)
    • Jun 2011 (5)
    • Jul 2011 (6)
  • ►  2012 (2)
    • Nov 2012 (2)
  • ►  2013 (7)
    • Jan 2013 (1)
    • Feb 2013 (3)
    • Mar 2013 (1)
    • May 2013 (1)
    • Jun 2013 (1)
  • ►  2014 (13)
    • May 2014 (4)
    • Jun 2014 (4)
    • Jul 2014 (3)
    • Sep 2014 (2)
  • ►  2015 (3)
    • May 2015 (2)
    • Nov 2015 (1)
  • ►  2016 (3)
    • Jan 2016 (2)
    • Mar 2016 (1)
  • ►  2017 (56)
    • Feb 2017 (1)
    • Jun 2017 (1)
    • Aug 2017 (10)
    • Sep 2017 (1)
    • Oct 2017 (5)
    • Nov 2017 (25)
    • Dec 2017 (13)
  • ►  2018 (142)
    • Jan 2018 (21)
    • Feb 2018 (15)
    • Mar 2018 (18)
    • Apr 2018 (13)
    • May 2018 (17)
    • Jun 2018 (7)
    • Jul 2018 (9)
    • Aug 2018 (11)
    • Sep 2018 (5)
    • Oct 2018 (8)
    • Nov 2018 (7)
    • Dec 2018 (11)
  • ►  2019 (67)
    • Jan 2019 (8)
    • Feb 2019 (6)
    • Mar 2019 (7)
    • Apr 2019 (4)
    • May 2019 (5)
    • Jun 2019 (10)
    • Jul 2019 (6)
    • Aug 2019 (3)
    • Sep 2019 (6)
    • Oct 2019 (5)
    • Nov 2019 (2)
    • Dec 2019 (5)
  • ▼  2020 (28)
    • Jan 2020 (7)
    • Feb 2020 (3)
    • Mar 2020 (4)
    • Apr 2020 (1)
    • May 2020 (3)
    • Jun 2020 (3)
    • Jul 2020 (2)
    • Aug 2020 (1)
    • Oct 2020 (1)
    • Nov 2020 (1)
    • Dec 2020 (2)
  • ►  2021 (28)
    • Jan 2021 (1)
    • Apr 2021 (2)
    • May 2021 (2)
    • Jun 2021 (2)
    • Jul 2021 (4)
    • Aug 2021 (4)
    • Sep 2021 (1)
    • Oct 2021 (4)
    • Nov 2021 (4)
    • Dec 2021 (4)
  • ►  2022 (14)
    • Mar 2022 (2)
    • Apr 2022 (1)
    • May 2022 (1)
    • Jun 2022 (2)
    • Jul 2022 (2)
    • Aug 2022 (2)
    • Sep 2022 (3)
    • Oct 2022 (1)
  • ►  2023 (10)
    • Jan 2023 (3)
    • Feb 2023 (2)
    • Mar 2023 (1)
    • Jun 2023 (1)
    • Jul 2023 (2)
    • Oct 2023 (1)
  • ►  2024 (1)
    • Feb 2024 (1)
  • ►  2025 (2)
    • Jan 2025 (2)

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates