• Home
  • About Me
  • Category
    • Sharing
    • Info & Tips
    • Parenting
    • Family
    • Homeschooling
    • Review
    • Traveling
    • Tentang Buku
    • Gelora Madani Batam
    • Event
Youtube Instagram Twitter Facebook

Cerita Umi


Coding Class For Kids GEMA Batam, Ketika Rumah Disulap Menjadi Kelas - Tiba-tiba hening, saat saya menulis artikel ini. Selama 4 hari belakangan ini, rumah kami ramai, penuh dengan anak-anak belajar coding.


Gelora Madani Batam atau GEMA Batam mengadakan Coding Class For Kids gratis untuk mengisi hari liburan anak-anak. Kegiatan ini dilaksanakan di kantor GEMA Batam, Villa Pesona Asri Batam Center.

Berlangsung selama 5 hari, 23-27 Desember 2019 dan terbagi atas 2 sesi. Sesi pertama di pagi hari pukul 09.00-11.00 dan sesi kedua di siang hari pukul 13.00-15.00.

Pengajarnya hanya satu orang, yaitu ketua Yayasan GEMA Batam, Bapak Fendi Hidayat. Beliau seorang dosen di Universitas Batam jurusan Ilmu Komputer, yang insyaAllah sangat berkompeten di bidangnya.

Ada 12 anak yang daftar dan ikut serta, dengan rentang usia sekitar 7 sampai dengan 14 tahun, 6 anak di sesi pertama dan 6 anak di sesi kedua. Tidak terlalu banyak memang, bukan karena kami tidak mau, tapi karena merasa takut belum mampu.

Ternyata euforia teman-teman di sosial media luar biasa, banyak yang tidak kebagian seat karena memang peserta kita batasi maksimal hanya 12 anak saja. Hmm, sepertinya kita akan buka kelas berikutnya, supaya yang belum kebagian bisa ikutan juga. Doain, ya!

Selain untuk mengisi hari libur anak-anak dengan kegiatan yang bermanfaat dan edukatif, Coding Class For Kids juga bertujuan untuk memperkenalkan anak-anak pada dunia pemograman komputer. Ini penting, mengingat pemograman adalah salah satu skill yang sangat dibutuhkan di masa depan.

Karena kelas ini untuk anak-anak, maka, materi dikemas lebih fun dan menarik. Seperti main game. Anak-anak malah jadi ketagihan untuk mengerjakan lesson by lesson-nya.


"Bunda nggak tahu, lho, kok dia semangat sekali belajar itu. Biasanya disuruh belajar tuh, susah." Begitu pengakuan salah satu orang tua peserta. Bahagia rasanya.

Memangnya anak-anak belajar apa, sih?

Anak-anak memegang laptop kertasnya masing-masing.

Pada pertemuan pertama, anak-anak diajak mengenal laptop. Secara laptop adalah alat belajar mereka dalam selama belajar di coding class ini. Anak-anak belajar mengenal komponen laptop dengan cara merakit laptop sederhana dari kertas.




Kemudian anak-anak juga belajar berpikir kritis, problem solving, serta tim work dengan beberapa permainan seru. Jadi, belajarnya tidak melulu memandangi laptop, ya.

5 hari berlalu, beberapa anak tampak berbinar-binar. Diantaranya berhasil mendapatkan achievement dari apa yang sudah mereka pelajari dan kerjakan. Mereka tampak sangat senang. Hmmm, apalagi kami. :D


Alhamdulillah... Coding Class For Kids GEMA Batam berjalan lancar, bahkan lebih dari ekspektasi kami. Banyak yang menunggu kami membuka kesempatan untuk membuka coding class kembali atau kegiatan lain yang tidak kalah seru.

Kami, mah, hayuk saja! Hehehe.

Lagi-lagi, kegiatan ini kami garap berdua saja. Saya dan suami. Kami sangat terbuka dengan ide-ide kegiatan, baik itu untuk anak-anak atau untuk orang tua. Seperti coding class ini, yang merupakan ide dari salah satu orang tua peserta, yaitu Mbak Umi Salamah.

Terima kasih, Mbak Umi. :)

Ketika Rumah Disulap Menjadi Kelas


Coding Class for Kids GEMA Batam ini dilaksanakan di kantor GEMA Batam, Villa Pesona Asri Batam Center. Tidak lain dan tidak bukan, itu adalah rumah kami. GEMA Batam belum punya kantor sendiri, masih nebeng di rumah kami. Doain saja, semoga Yayasan Gelora Madani Batam bisa terus berkembang dan bisa punya kantor sendiri. Syukur-syukur bisa berdiri di ruko sendiri. Hihi.

Takjub saya. Ketika rumah yang biasanya jadi tempat main anak-anak saya, tiba-tiba berubah menjadi kelas. Ada kegiatan belajar dan mengajar di sana. Ada meja, infocus, deretan laptop, dan barisan anak-anak yang sedang belajar.

Ternyata kami nekat, dengan seadanya fasilitas yang kami punya. Niat kami hanya ingin bermanfaat, ingin menjadi pegiat literasi anak, serta menyediakan sarana belajar yang murah, terjangkau, bahkan gratis untuk anak-anak.

Terima kasih kepada para peserta, orang tua para peserta khususnya. Yang mau menerima kami apa adanya sebagai tempat belajar para ananda.

Semoga kedepannya GEMA Batam bisa mengadakan aneka kegiatan lainnya yang bermanfaat dan menarik untuk diikuti oleh anak-anak, generasi penerus bangsa. Aamiin.

GEMA Batam membuka kesempatan untuk menjadi RELAWAN GEMA yang siap membantu setiap kegiatan. Yang mau bersama-sama menjadi pegiat literasi untuk anak-anak, yuk gabung bersama GEMA!
Hubungi CP Juli - 083184213939 (WA only)
Share
Tweet
Pin
Share
4 comments

Kesaksian Seorang Anak Homeschooling Dalam Buku: Pembelajar Mandiri - Sekitar bulan Agustus 2019 lalu, buku Pembelajar Mandiri ini saya lihat di Instagramnya Rumah Inspirasi (@rumahinspirasi_id). Ternyata, buku ini karya Yudhis, anak sulungnya Mas Aar dan Mbak Lala, founder Rumah Inspirasi.

Pertama kali melihat cover buku ini, saya langsung ingin memilikinya. Penasaran, seperti apa kisahnya. Karena setahu saya, buku ini adalah kisah Yudhis selama menjalani kehidupan sebagai homeschooler atau yang ia sebut sebagai "Pembelajar Mandiri".

Kebetulan, bulan Oktober 2019 lalu, saya dan suami mengadakan kegiatan seminar parenting yang mengundang Mbak Lala ke Batam, jadi sekalian saja saya order beberapa buku "Pembelajar Mandiri" tersebut untuk saya baca dan sebagian lagi kami bagikan untuk peserta seminar yang beruntung. Lumayan, kan, jadi salah satu doorprize menarik.

Putri Pamelia & Eka Mustika Sari, orang tua homeschooler yang mendapatkan doorprize buku Pembelajar Mandiri saat seminar parenting bersama Mbak Lala.

Baca juga: Seminar Parenting Bersama Rumah Inspirasi

Tanggal 18 Oktober 2019, pertama kali saya bertemu dengan Mbak Lala. Begitu sampai di Batam, saya dan seorang teman yang menjemput beliau pun langsung mengajak beliau untuk makan malam. Di sana saya mendapatkan buku yang sudah saya tunggu-tunggu, beliau juga sedikit menceritakan tentang proses penulisan buku dan design bukunya yang Yudhis garap sendiri. Luar biasa!

Buku ini memang menarik, apalagi untuk orang tua homeschooler yang masih harus banyak belajar seperti saya. Setelah menyelesaikan seminar parenting dan segala keriwehannya (maklum saja, saya dan suami hanya mengurus segalanya berdua), akhirnya saya sempatkan membaca buku Pembelajar Mandiri tersebut dengan sepenuh hati.

Tidak sampai seminggu, buku itu selesai saya baca. Isinya...benar-benar kesaksian seorang Yudhis sebagai seorang anak homeschooler, mulai dari usianya yang masih kecil hingga ia beranjak dewasa dan mengambil keputusan sendiri untuk mengakhiri petualangan homeschoolingnya di bangku perguruan tinggi.

Di dalam buku ini, Yudhis bercerita bagaimana dulu dia kehilangan teman-teman bermainnya. Ternyata teman-temannya sudah pada masuk sekolah. Dia menyaksikan teman-temannya sudah sibuk bersiap untuk pergi ke sekolah setiap pagi.

Yudhis penasaran dengan sekolah, ia pun bertanya dengan Ibunya. Alhasil, Yudhis tetap merasa lebih nyaman sekolah di rumah, seperti yang ia jalani saat itu. Menurutnya, ia bisa belajar dengan nyaman di rumah. Ia bisa belajar apapun yang ingin ia pelajari, bahkan ia bisa belajar sambil ngemil. Yang seperti itu tentu tidak bisa dilakukan di sekolah formal.

Yudhis belajar apa saja, banyak hal. Ia juga belajar dengan siapa saja, baik secara online maupun secara langsung (offline). Mulai dari desain grafis, minecraft, mengikuti komunitas dan organisasi, magang di beberapa tempat saat usianya masih usia SMP dan SMA, dan banyak lagi.

Soal magang, Yudhis pun bercerita bagaimana perjalanannya mulai dari mendapatkan tempat magang yang memang ia butuhkan untuk proses  belajarnya. Bukan atas obsesi orang tuanya semata, untuk Yudhis magang di sana dan di sini.

Tidak hanya cerita manis yang dituang oleh Yudhis di dalam buku ini. Ia juga bercerita tentang konfliknya dengan sang Bapak, Mas Aar. Saat itu mereka berbeda pendapat soal belajar gitar. Selain itu, Yudhis juga bercerita tentang kesedihannya yang gagal saat mengikuti kompetisi pemograman Google Code-in, dan bagaimana ia mengambil pelajaran hidup dari kegagalannya tersebut.

Tibalah saatnya, ia memutuskan untuk mengakhiri petualangannya sebagai homeschooler dan memilih untuk masuk ke perguruan tinggi. Perjuangannya tidak mudah. Secara ia sama sekali tidak pernah merasakan bangku sekolah formal layaknya anak-anak pada umumnya.

Sampai pada akhirnya, perjuangannya membuahkan hasil manis yang memang menjadi keinginannya. Yudhis, seorang anak yang "tidak pernah sekolah" berhasil masuk ke Universitas Indonesia, Fakultas Ekonomi.

Cerita Yudhis di dalam bukunya membuat saya menghela nafas panjang. Bayangan saya seolah-olah maju ke masa yang akan datang, membayangkan anak-anak saya yang juga tidak sekolah formal.

Buku ini sungguh memberikan inspirasi dan motivasi kepada saya pribadi, yang kadang masih merasa anak saya "berbeda" dengan anak lainnya yang sudah pada mulai masuk sekolah. Buku ini bagaikan angin segar, membuat saya lebih rileks menghadapi perbedaan pilihan jalur pendidikan anak-anak.

Oh, ya. Buku ini ditulis dengan bahasa yang sangat ringan. Membacanya terasa seperti sedang menyaksikan seorang anak muda yang bercerita di hadapan kita. Asyik, tidak membosankan dan mudah dipahami.

Ah...terima kasih, Dek Yudhis. Semoga selalu menginspirasi. Terima kasih juga kepada kedua orang tua yang luar biasa, Mas Aar dan Mbak Lala yang menjadi fasilitator dan pendukung para anak-anak homeschoolernya yang luar biasa.

"Aku belajar bukan karena takut mendapatkan nilai buruk, aku belajat bukan karena ingin lulus ujian. Aku bukan belajar karena terpaksa.

Tapi aku belajar karena aku suka. Aku belajar karena aku membutuhkan dan menikmatinya." Yudhistira Gowo Samiaji, dalam bukunya Pembelajar Mandiri.


Beli buku Pembelajar Mandiri di Shopee dan Tokopedia 
Share
Tweet
Pin
Share
4 comments


Saya Belajar Lagi! - Banyak banget godaan ketika kita ingin melakukan hal baik. Itu yang saya rasakan seminggu ini ketika nama saya masuk ke dalam kelas Bunda Cekatan Institut Ibu Profesional (IIP). Ini langkah ketiga saya selama menimba ilmu di IIP, setelah sebelumnya kelas Matrikulasi dan kelas Bunda Sayang berhasil saya taklukkan.

Rasanya kok berat untuk mengikuti kelas Bunda Cekatan ini. Nggak tau kenapa. Mungkin karena media belajarnya kali ini menggunakan Facebook Group (sebelumnya via Whatsapp), itu membuat semangat saya goyah. Saya sudah jarang memperhatikan Facebook, notifikasinya saja sering saya skip. Nggak kebayang gimana kalau materi dan diskusi Bunda Cekatan ikutan ke-skip, alamat bakal sering ketinggalan pelajaran.

Benar. Saya ketinggalan banyak sekali info mengenai kelas Bunda Cekatan. Akhirnya malam itu saya fokus membaca Facebook Group Institut Ibu Profesional khusus kelas Bunda Cekatan, ketika anak-anak dan suami saya sudah tidur lelap.

Saya menemukan tahapan belajar yang akan saya lalui di kelas Bunda Cekatan ini. Saya dan teman-teman lainnya akan dibawa tumbuh bersama layaknya sebuah telur yang berubah menjadi ulat, kepompong hingga menjadi kupu-kupu yang cantik. Belum terlalu jelas dan terbayang, bagaimana proses belajarnya nanti. Yang pasti saya percaya, akan banyak ilmu bermanfaat di sini.

Setelah baca-baca postingan group yang banyak tertinggal, ternyata besok adalah materi pertama. Pelajaran segera dimulai, dan saya masih berusaha memahami prosedur belajar di Bunda Cekatan. Pasrah, jalani saja.

Sempat terpikir ingin menyerah duluan, tapi berat juga. Saya melihat-lihat isi group itu, ada sekitar 2000an mahasiswi yang mengikuti kelas Bunda Cekatan, se-Indonesia bahkan ada juga yang dari luar negeri. Wah, saya belajar bareng ibu-ibu hebat dari mana-mana! Bahkan juga bersama dengan Leader Komunitas Ibu Profesional Batam kebanggaan kami, bersama mbak-mbak yang dulu menjadi fasilitator kami di kelas Matrikulasi dan Bunda Sayang. Wahh....sayang sekali kalau saya memilih untuk meninggalkan kelas Bunda Cekatan batch pertama ini.

Akhirnya saya putuskan untuk melanjutkannya saja. Mungkin saya harus belajar mengelola waktu lagi, rela menyediakan senggang waktu untuk belajar lagi. Saya terlihat seperti sibuk sekali, ya. Hehehe. Padahal sok sibuk!

Hari Rabu, 11 Desember 2019 jam 20.00 wib adalah dimana materi pertama dimulai. Mahasiswi dianjurkan hadir (online) saat penyampaian materi dimulai, tapi saat itu saya berhalangan untuk online. Bukan masalah, sih, saya tetap bisa nyusul menyimak materi nantinya.

Ternyata materinya disampaikan secara live di Facebook Group itu, Ibu Septi Peni Wulandani (founder Institut Ibu Profesional) langsung yang memandu. Tidak butuh waktu lama, saya buka saja video live yang berdurasi 1 jam 1 menit tersebut, dan ternyata....belajar kali ini memang unik.

Selama belajar di Bunda Cekatan, kita akan melalui 4 proses, yaitu mendongeng, bermain, apresiasi dan kejutan. Tapi maaf, saya tidak bisa ceritakan secara detail di sini karena rahasia dapur tim Bunda Cekatan. Hehe.

Yang pasti, belajar di Bunda Cekatan itu seru dan menyenangkan. Tidak ada guru dan tidak ada murid di sini, yang ada semua guru dan semua murid. Itu yang membuat saya jatuh cinta sejak awal dengan Institut Ibu Profesional. Ibu belajar, agar ibu dapat tumbuh bersama dengan anak-anaknya.

Bismillah.. Saya belajar lagi. Semoga saya bisa mengikuti pembelajaran ini dengan baik dan bisa menyerap ilmunya dengan baik pula, agar bisa dipraktekkan di kehidupan nyata.



Share
Tweet
Pin
Share
6 comments

Sosialisasi Anak Homeschooling: Anak Homeschooling, Anak Rumahan dan Kurang Bersosialisasi? - Suatu ketika saya berkenalan dengan seorang temannya teman saya. Berkenalan biasa dan memulai obrolan ringan. Bertanya nama, anak berapa, usia anak berapa dan lainnya, hingga muncul pertanyaan "si abang sudah sekolah?"

Sayapun menjawab, "Hmm, dia nggak dimasukkan ke sekolah umum. Di rumah saja."

"Oh, itu ya namanya, hmm..apa? Oh ya, homeschooling??" Beliau menangkap maksud dari jawaban saya, meskipun sempat lupa. Hehe.

"Iyaa, insyaAllah mereka homeschooling." Jawab saya yakin.

"Iyaa, saya pernah denger. Bagus, sih. Tapi gimana belajarnya di rumah aja? Dan homeschooling itu sosialisasinya yang kurang." Begitu reaksi dan pendapat beliau tentang homeschooling.

"Hehe. Dia tetap bersosialisasi, kok." Jawab saya singkat sambil tersenyum manis (sok manis lebih tepatnya, wkwk).

Sebenarnya gatal mulut ini, ingin sekali memberikan jawaban yang lebih panjang soal homeschooling dan sosialisasinya. Tapi apa daya, saat itu sedang tidak memungkinkan dan saya juga sedang tidak selera untuk banyak berbicara topik yang serius saat itu.

So, mari kita bahas di sini saja yaa... ;)

Anak Homeschooling, Anak Rumahan dan Kurang Bersosialisasi?

MasyaAllah. Aal (anak laki-laki paling kecil) ikut outing class dari tempat les Bahasa Inggrisnya.

Menurut pandangan banyak orang, anak homeschooling itu kurang bersosialisasi, anak rumahan, dan susah bergaul. Secara, mereka tidak sekolah alias tidak keluar rumah dan tidak punya teman-teman sekelas seperti anak-anak pada umumnya. Pikir mereka.

Mendengar pendapat orang seperti itu, saya hanya senyum saja. Wajar, mungkin mereka belum mempelajari homeschooling lebih dalam karena memang, yaa...mereka tidak butuh. Jadi, tidak ada yang harus dipermasalahkan dari pendapat orang yang seperti itu.

Tapi, di tulisan ini, saya ingin sedikit memberikan gambaran tentang sosialisasi anak homeschooling menurut saya dan yang saya rasakan sejauh ini.

Banyak yang beranggapan bahwa anak homeschooling itu anak rumahan, anak yang di rumah saja. Padahal, itu tidak benar. Anak homeschooling juga berkegiatan di luar rumah. Misalnya, ikut kegiatan mengaji di Masjid, les/kursus di bidang yang anak sukai, ikut berbagai kegiatan komunitas, magang atau ikut ayah dan ibunya bekerja dan lain sebagainya.

Menurut saya, anak homeschooling bersosialisasi dengan caranya sendiri. Tergantung bagaimana orang tua memberinya stimulasi untuk bersosialisasi. Tapi, dari yang saya ketahui, biasanya anak homeschooling justru mempunyai jangkauan sosialisasi yang lebih luas.

Mengapa saya bilang anak homeschooling mempunyai jangkauan sosialisasi yang lebih luas? Ya, karena anak homeschooling biasa bersosialisasi secara horizontal (seusia) maupun secara vertikal (lintas usia). Dia bisa bergaul dengan anak seusianya, di atasnya, di bawahnya, bahkan dengan orang-orang yang jauh di atas usianya. Mereka belajar untuk mampu menempatkan diri dan beradaptasi di lingkungannya yang selalu berbeda-beda hampir disetiap harinya.

MasyaAllah. Baca buku bersama di mushola, setelah selesai sholat berjamaah dan mengaji. 

Kalau disekolah umum, biasanya, anak hanya bersosialisasi secara horizontal (seusia) dengan teman-teman yang cenderung sama. Ingat, biasanya, lho ya.. Banyak juga kok anak sekolahan yang punya banyak teman baik horizontal maupun vertikal. Dan ada juga anak homeschooling yang cenderung tertutup, sulit bersosialisasi baik itu horizontal maupun vertikal. Terlepas dari keduanya, keluarga adalah faktor yang sangat mempengaruhi kemampuan sosialisasi anak.

Fakta bahwa manusia adalah makhluk sosial itu tak dapat dipungkiri. Memang setiap manusia tidak bisa hidup tanpa manusia lainnya, dan setiap manusia pasti bisa bersosialisasi. Tidak perlu men-judge satu kelompok tertentu sebagai orang-orang yang tidak bisa bersosialisasi, tidak bisa bergaul, sulit berteman, dan lain sebagainya. Apalagi jika kita belum terlalu mempelajari tentang kelompok tersebut.

Saya sudah membaca buku "Pembelajar Mandiri" karya Yudhisira Gowo Samiaji, buku yang berisi kisah seorang anak homeschooling menjalani hari-harinya sebagai pembelajar mandiri. Saya tidak menemukan cerita yang membahas tentang kesulitannya bersosialisasi. Justru Yudhis mempunyai jaringan sosial yang sangat luas, baik itu vertikal maupun horizontal.

Saat ini, Yudhis sudah dewasa dan kuliah Universitas Indonesia. Lho, kok bisa? Seorang anak yang tidak pernah mengenyam sekolah umum bisa kuliah di Universitas Indonesia..? Bagi yang penasaran, silahkan beli bukunya dan baca kisahnya, Gaes...hehehe.

Itu kisah Yudhis, bagaimana dengan anak-anak saya yang masih pada kecil? Apakah mereka sulit bersosialisasi? Bagaimana cara saya mengajaknya belajar bersosialisasi?..

Baca juga: Cerita Kami Memilih Homeschooling

Sosialisasi paling dekat, membangun hubungan baik dengan keluarganya. MasyaAllah, ini foto Aal dan adiknya, Maryam.
Anak saya yang paling besar usianya 5 tahun 8 bulan, di usia ini saya memberikan ia kesempatan bermain lebih banyak. Untuk bersosialisasi, saya tidak merasakan ada kesulitan dari dirinya. Dia selalu ikut kemanapun saya dan Abinya pergi, bertemu banyak orang, kadang juga ikut Abinya bekerja atau berkegiatan yang mayoritas bersama mahasiswa.

Dia juga bergabung dalam komunitas playdate, dia juga sering saya ajak mengunjungi teman-teman dan saudara. Saat ini, dia sedang mengikuti kursus Bahasa Inggris dan renang. Tidak ada ekspektasi saya untuknya dalam mengikuti les Bahasa Inggris, di sana adalah tempatnya mencari kawan bagi saya. Di sana, dia berteman dengan anak-anak yang usianya berada di atasnya, sekitar kelas 1-3 SD. Alhamdulillah, tidak hanya mudah membaur dengan teman-teman sekelasnya, dia juga bisa akrab dengan Mister yang mengajarkannya Bahasa Inggris. Hehehe.

Berbeda dengan les Bahasa Inggris, untuk les renangnya saya memang berharap berenang menjadi salah satu olahraga yang ia bisa dan syukurnya ia pun suka. Selain baik untuk tubuh dan pernafasannya, di tempat les berenang pun juga bisa menjadi sarana mencari kawan. Bahkan di sana banyak anak yang komunikasinya berbahasa Inggris, begitu pula dengan coach-nya yang juga berbahasa Inggris campur Indo. Lumayan, kan, sekalian praktek berbahasa Inggris di kehidupan nyata. Hehehe.

Anak saya yang kedua, usianya sudah hampir menginjak angka 3 tahun. Ia cenderung mengikuti mamasnya, kadang dia ikut berbaur dengan teman-teman mamasnya. Dia juga cepat akrab dengan anak-anak lainnya, baik itu anak seusianya, di bawahnya atau di atasnya. Tapi, dia masih dalam masa egosentris, kadang-kadang ia sulit berbagi mainannya. Apalagi kalau dia dalam keadaan ngantuk atau lapar. Hehhee. Tapi itu normal, untuk anak usia 3-4 tahunan.

Seperti yang saya sampaikan di atas, keluarga adalah faktor utama pembentuk anak dan lingkungan adalah faktor yang mempunyai pengaruh cukup besar untuk mengubah pribadi anak. Kita, nih, sebagai orang tuanya yang harus terus menjaga pengaruh baiknya dan menghalangi pengaruh buruknya.

Yang penting, kita terus membangun rasa percaya diri anak, jangan "mengecilkan" dia, jadilah motivator terbaik untuk anak-anak. Dengan percaya diri yang baik, anak akan dengan mudah berada dalam lingkungan sosial manapun, baik vertikal maupun horizontal.

Sekian dulu pembahasan tentang sosialisasi anak homechooling yang ternyata tidak se-kuper (kurang pergaulan) itu, lho. Kalau masih belum jelas, yuk, pelajari homeschooling lebih dalam... Hati-hati tertarik, lho! Hehehe.

Share
Tweet
Pin
Share
5 comments

Rumbel Reborn Komunitas Ibu Profesional Batam, Selalu Sukses Dengan Konsep Less Waste - Di penghujung bulan Nopember 2019 kemarin, Komunitas Ibu Profesional Batam melahirkan kembali Rumah Belajar (Rumbel) dengan formasi yang baru. Rumbel yang dipersembahkan oleh Komunitas IP Batam antara lain, Qur'an Learning Center, Rumbel Green, Barelang Playdate, Rumah Belajar Menulis, Rumah Belajar Craft & Sew, dan Rumah Belajar Memasak.


Spesial untuk Rumbel Green, rumbel ini adalah rumbel yang baru di Komunitas IP Batam. Di sini wadahnya para ibu atau member IP Batam belajar tentang gaya hidup minim sampah yang pastinya akan berdampak besar, baik untuk kehidupan sendiri hingga lingkungan sekitar.

Saya selalu bangga, karena Komunitas IP Batam selalu konsisten memegang konsep less waste atau minim sampah di setiap acaranya. Termasuk di acara Rumbel Reborn kali ini. Inilah pergerakan sederhana dari para emak-emak pembelajar yang ingin tetap menjaga kelestarian lingkungan dan bumi dari sampah-sampah yang sulit terurai oleh bumi.

Backdropnya unik, dong.

Tidak ada penggunaan plastik di sana, sedotan plastik, dan sampah-sampah lainnya yang sulit terurai lainnya. Air mineral disediakan dalam bentuk galon dan bebas isi ulang seperlunya, snack box diganti dengan daun pisang, name tag menggunakan daun, goodie bag menggunakan tas kain, spanduk diganti dengan kain polos dengan kreasi dedunan sebagai tulisannya.

Name tag dari daun.

Goodie bag dan nomor urut member berdasarkan urutan kehadiran.

Snack box dari daun pisang.

Rumbel Green IP Batam juga berpartisipasi mengumpulkan sikat gigi bekas bersama Pepsodent dan National Geographic Indonesia. Sikat gigi bersih ini nantinya bisa diolah kembali menjadi meja lipat untuk anak-anak kurang beruntung. MasyaAllah, ternyata sikat gigi bekas bisa diolah menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat.


Sikat gigi bekas yang dikumpulkan oleh para member.

Dan tahukah teman-teman? Ternyata, sampah sikat gigi bekas yang berbahan plastik itu baru bisa terurai di bumi setelah 300an tahun.  Apa kabar sampah-sampah sikat gigi bekas kami selama ini? Dimanakah mereka berada? :(

Virus baik seperti ini memang harus disebar, gaya hidup less waste ini memang harus diceritakan. Agar orang tahu bahwa kita bisa kok hidup dengan minim sampah, kita bisa kok mengganti sampah plastik dengan bahan lain yang lebih aman, dan kita bisa kok ngadain acara besar dengan minim sampah. IP Batam selalu berhasil membuktikan itu! Dan saya bangga!

Acara Rumbel Reborn Komunitas IP Batam tersebut juga menjadi ajang silaturahmi para member IP Batam. Banyak teman-teman member yang sudah lama tidak berjumpa, banyak juga teman-teman yang baru bergabung menjadi member. Di sinilah saatnya kami saling bersua dan berkenalan satu sama lainnya. Senang sekali.

Acara dimeriahkan juga oleh kuis-kuis seru berhadiah menarik dari sponsor-sponsor yang bersedia mendukung acara ini. Saya juga dapat hadiah, dong. Hadiahnya sebuah tas cantik bertulisan Ibu Profesional Batam Cinta Bumi. Saya dapat hadiah bukan karena kuis, tapi karena datang tepat waktu.

Yes, IP Batam juga menghimbau kepada para member agar membudayakan OTW alias Ok Tepat Waktu! Bukan hanya bilang OTW (on the way) tapi nyatanya nggak nyampe-nyampe, hehe. Hayo, siapa yang suka begini?

12 peserta yang datang pertama, mendapatkan hadiah sebuah tas cantik dari IP Batam.

Banyak hal-hal "wah" yang saya dapatkan dari acara Rumbel Reborn kemarin, banyak teman baru yang saya kenal, banyak ilmu tentang less waste atau gaya hidup minim sampah yang saya dapatkan saat sesi sharing bersama Mbak Erli, Leader Komunitas IP Batam.

Saya sendiri juga masih belajar untuk bisa merubah gaya hidup agar lebih peduli dengan lingkungan. Memang tidak mudah, tapi kita pasti bisa kok. Pelan-pelan, berproses. Sekecil apapun usaha kita untuk hidup minim sampah, percayalah itu berdampak baik bagi kita, lingkungan kita dan bumi kita.

Bukankah suatu hal yang besar itu bermula dari hal yang kecil?

Terima kasih Komunitas IP Batam yang selalu menginspirasi, terima kasih juga kepada teman-teman yang selalu sedia berbagi dan menyuarakan kebiasaan baik. Selamat kepada Mbak Putri, sebagai penanggung jawab Rumbel Green, rumbel baru di IP Batam.

Tetap semangat menebar manfaat, karena sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya.

Foto bersama. Fotonya kurang bagus karena nggak ada saya. Hehe. :P

Siapa yang tertarik bergabung menjadi member Komunitas Ibu Profesional Batam? Ikuti terus infonya di Instagram @ibuprofesional.batam, kunjungi juga blognya IP Batam ibuprofesionalbatam.blogspot.com.
Share
Tweet
Pin
Share
6 comments
Homeschooling

Cerita Kami Memilih Homeschooling #HStory - Sungguh asing bagi saya ketika pertama kali mengenal kata Homeschooling. Yang saya tahu, homeschooling itu ya belajar di rumah, panggil guru ke rumah, semacam memindahkan sekolah ke rumah. Tapi ternyata saya salah, dan akhirnya saya mulai untuk mencari tahu dan mempelajarinya. Dan masih terus mempelajarinya sampai saat ini.

Bermula dari hari itu, ketika saya dan suami ngobrol santai membahas calon anak kami. Waktu itu anak pertama kami masih di dalam perut, tapi pembahasan tentang anak cukup sering menjadi tema obrolan kami.

Suami mulai membahas tentang homeschooling, yang insyaAllah akan menjadi jalur pendidikan anak-anak kami. Sempat terlintas ragu, "Waduh, nggak sekolah? Gimana ya entar?" pikir saya. Tapi saya tetap menyetujuinya, saya yakin suami saya pasti sudah berfikir dan mempelajari banyak hal tentang homeschooling, hingga akhirnya beliau membuat keputusan seperti itu untuk anaknya.

Suamipun mengenalkan rumahinspirasi.com kepada saya, sebuah blog yang membahas pengalaman penulisnya sebagai praktisi homeschooling. Setelah baca-baca, wah, ternyata menarik juga. Tapi, ragu tetap ada di dalam hati saya, "Apakah saya bisa..?".

Akhirnya saya memilih untuk menjalaninya saja, toh saat itu anak masih di perut, masih ada waktu untuk saya mencari tahu dan mempelajari homeschooling lebih banyak lagi.

Selain mencari refrensi dari Rumah Inspirasi, saya dan suami juga belajar dari bukunya Ayah Edy tentang "Indonesia Strong From Home". Di sana juga menjelaskan tentang pentingnya pendidikan rumah, rumah sebagai tempat pertama pembentukan karakter seorang anak.

Singkat cerita, akhirnya anak kami pun lahir. Kelahirannya merupakan 'sekolah kehidupan' baru bagi saya, karena hadirnya membuat saya banyak sekali belajar hal-hal baru yang selama ini tidak pernah saya pelajari di sekolah dan perguruan tinggi.

Saya sadar, peran saya sebagai ibu juga akan sekaligus sebagai guru untuknya. Saya harus memantaskan diri agar bisa menjadi seorang yang pertama kali menjadi teladan bagi hidupnya. Serius, ini tidak mudah. Tapi saya percaya, Allah berikan ujian sesuai kemampuan hambaNya. (Anak adalah ujian bagi orang tuanya, bukan?)


Ketika Anak-Anak Lain Masuk Sekolah, Dan Anak Saya Tidak

Usianya 4 tahun saat itu, belum usia sekolah memang. Tapi teman-teman dan saudaranya kebanyakan sudah dimasukkan ke sekolah semacam Playgroup atau PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Tiap pagi, anak-anak lain seusianya sudah sibuk berangkat sekolah di pagi, sedangkan anak saya tidak. Bahkan kadang masih santai di atas kasur bersama mainan kesukaannya.

Pernah dia tanyakan tentang sekolah, secara di belakang rumah kami ada Sekolah Dasar swasta. Pagi hari kami pernah mengajaknya jalan pagi, sambil melihat aktivitas anak-anak sekolah yang baru pada tiba. Ada yang baru turun kendaraan diantar oleh orang tuanya, ada yang berlari masuk ke dalam area sekolah sambil membawa tas besar, ada yang sedang ngobrol dengan gurunya, ada yang sedang bermain lari-larian dan banyak lagi.

Saya juga pernah mengajaknya bermain ke salah satu PAUD yang tidak jauh dari rumah kami. Saya hanya ingin dia juga tahu, bagaimana sekolah, seperti apa sekolah itu, dan saya juga ingin tahu bagaimana sekolah itu menurutnya. Karena pada dasarnya, kami tidak anti dengan sekolahan. Kalaupun anak kami ingin sekolah, akan kami persilahkan juga.

"Aal mau belajar, tapi Aal nggak mau sekolah. Sekolah enggak enak, nggak bisa sambil main.." Keputusan yang ia ambil sendiri di usia 5 tahun.


Menanggapi Pertanyaan Kakek dan Neneknya Tentang Homeschooling

Di usia Aal 4-5 tahun, orang tua kami menanyakan tentang sekolahnya. "Kapan dia masuk sekolah?", "Rencana mau sekolahin dimana?", pertanyaan itu tadinya cukup membuat saya gugup. Saya tidak bisa bayangkan, bagaimana reaksi beliau jika mengetahui bahwa cucunya tidak sekolah formal. Sedangkan cucunya yang pertama (cucu dari abang saya yang di Banjarbaru), sudah masuk sekolah sejak usia 3,5 tahun.

Alhamdulillah, saya menjawab pertanyaan beliau dengan sangat yakin. "Mungkin Aal nggak sekolah, Pa.. Dia homeschool, sekolah di rumah." Papa saya mengerutkan dahi mendengar jawaban saya. Merasa asing juga mungkin.

"Gimana itu? Apa nggak sebaiknya dimasukin sekolah saja?" Ahh, banyaklah pertanyaan yang muncul beruntun. Hehehe. Salah satunya, "Kalau nggak sekolah, nanti bagaimana ijazahnya?"

Saya pun berusaha menjelaskan tentang homeschooling, bagaimana belajarnya, ijazahnya legalitasnya, dan cerita pengalaman praktisi homeschooling yang saya ketahui.

Mendengar jawaban saya, Papa hanya mengangguk dan diam. Syukurnya, orang tua kami sangat open minded atas segala keputusan anak-anaknya. Dan kehidupan pun berjalan seperti biasa. Tidak ada perdebatan diantara kami, Papa dan Mama sangat menghargai pilihan kami.

Hanya saja, sesekali saya mengajak Papa Mama untuk mengantarkan kami berkegiatan bersama komunitas, atau sekedar bercerita tentang kegiatan belajar dan aktivitas yang mereka lakukan di rumah maupun di luar rumah.

Ada cerita. Pada suatu ketika, saya mendengar dari mulut Papa dan Mama saya menjawab pertanyaan saudara dan kerabatnya tentang pendidikan anak-anak kami, cucunya.

"Cucunya pintar yaa, Pak.. Udah sekolah ya?" tanya seseorang.
"Alhamdulillah, dia rajin baca buku. Dia nggak sekolah di sekolahan, dia sekolah di rumah aja, homeschooling namanya. Belajar sama Umi Abinya." Saya melihat wajah berseri Papa dan Mama saya ketika menjelaskan tentang anak kami. MasyaAllah.

Begitu juga dengan mertua saya, Bapak dan Mamak juga pernah menanyakan tentang sekolah anak kami, yaa, pertanyaan yang sama lah dengan pertanyaan yang diajukan oleh Mama Papa. Pertanyaan beruntun juga. Hehehe.

Alhamdulillah, Bapak dan Mamak juga sangat open mineded, beliau menyerahkan segala keputusan tentang anak kami kepada kami sepenuhnya. "Anak anak kalian, kalian yang tahu mana yang terbaik untuk mereka," kira-kira seperti itulah tanggapan beliau.

Lalu bagaimana jika kita memilih homeschooling, tetapi keluarga besar belum menyetujui?

Saran saya, lanjutkan saja, beri bukti terbaik. Sesekali ajak atau libatkan orang tua/keluarga dalam kegiatan belajar di rumah atau kegiatan bersama komunitas.


Yakin Dengan Homeschooling


Makin kesini menjalani homeschooling, Alhamdulillah kami semakin yakin. Kalau kata salah satu teman saya yang juga praktisi homeschooling, "Makin mengenal tentang homeschooling, makin jatuh cinta!" Seperti itu juga yang saya rasakan.

Sejauh ini, anak-anak happy dengan aktivitasnya sehari-hari. Mereka bisa bermain, belajar tentang apa yang mereka suka atau yang ingin mereka ketahui, belajar dari rutinitas kehidupan sehari-hari, belajar dari buku, dan banyak lagi.

Oh ya, lupa. Ada satu lagi pertanyaan yang sering sekali dilontarkan ketika mendengar kata homeschooling.

"Anak homeschooling, sosialisasinya bagaimana?"

Ok, baik, insyaAllah kita bahas di next artikel, yah.... #kedipmata


Share
Tweet
Pin
Share
2 comments
Mencintai Anak Tanpa Syarat

Mencintai Anak Tanpa Syarat - Setiap orang tua, pastilah sangat mencintai anaknya. Tapi, sadarkah kita para orang tua, bahwa kadang kita mencintai anak kita karena syarat. Wah, kok bisa?

Masih terbayang rasanya ketika kita dinyatakan positif hamil, bahagia sekali. Saat itu, rasanya kita merasakan yang namanya jatuh cinta lagi, bahkan jatuh cinta sebelum adanya pandangan pertama.

Hari demi hari, buah hati kian tumbuh besar dan semakin terbentuk menjadi seorang bayi di dalam rahim kita. MasyaAllah, 2 jiwa di dalam satu tubuh. Itulah kita dan dia, si buah hati tercinta.

Hingga tibalah saat hari kelahirannya. Rasa cinta dan sayang pun semakin mendalam, ketika kita bisa melihat wajahnya, mendengar suara tangisannya, dan gerak tubuhnya yang nyata di dalam pelukan. Tidak ada yang bisa meragukan, betapa luasnya cinta dan kasih seorang ibu saat itu.

Lalu, apakah rasa cinta yang kita punya itu adalah cinta tanpa syarat?

Coba periksa kembali isi hati kita. Adakah terlintas pikiran, "Mama sudah merawatmu sepanjang hari, kamu nanti jangan sampai melawan Mama, ya.", atau "Mama sudah memberikanmu gizi yang sangat baik dengan memberikan ASI eksklusif dan MPASI yang terbaik, kamu harus jadi anak pintar dan berprestasi, ya.", atau "Mama sudah banting tulang, merawatmu bahkan sambil mencari uang untuk mencukupi kebutuhanmu, kamu harus selalu ingat perjuangan mama dan bisa membalasnya kelak kamu sudah dewasa.", dan lain-lain sebagainya.

Ada lagi, persyaratan-persyaratan seperti itu kadang terucap frontal di depan anak. Misalnya, "Makan yang banyak, lho, biar Mama sayang sama kamu.", atau "Mama nggak sayang kamu kalau kamu nangis terus.", atau "Mama nggak sayang sama kakak kalau kakak terus-terusan ganggu adik.", ahh....dan banyak lagi.

Kebayang nggak, gimana perasaan si anak?

Mungkin, anak merasa tidak dicintai, anak merasa tidak dihargai, anak merasa tidak diterima sepenuh hati. Sedih, ya? Iya, sedih banget.

Kenapa orang tua bisa dengan mudahnya menaruh syarat untuk mencintai buah hatinya? Apa harapan kita sebenarnya terhadap mereka?

Lalu bagaimana caranya, agar kita bisa mencintai anak dengan sepenuh hati, tanpa syarat apapun?

Coba sama-sama kita renungkan beberapa point di bawah ini, ya....

1. Memberi tanpa berharap kembali

Cintai anak kita tanpa syarat, termasuk tidak berharap mereka membalas segala peluh dan jerih payah kita selama membesarkannya. Ingat kembali puisi karya Kahlil Gibran, bahwa anak kita itu bukan milik kita,  meskipun ia ada bersama kita tapi dia bukan milik kita.

Cukup memberi, tak perlu berharap kembali. Cukup cintai, biar cinta yang membawa kemana arahnya cinta itu bersemi. Cukup dampingi, agar dia ingat selalu dari mana langkah awal ia mengenal hidup ini.

2. Rumput tetangga lebih hijau, sampai lupa kalau rumput sendiri juga hijau bahkan berbunga

Susahnya hidup di jaman sosial media, kehidupan orang lain jadi lebih mudah kita konsumsi. Lalu muncullah kondisi keadaan yang pas dengan istilah "rumput tetangga lebih hijau". Termasuk soal anak, kadang kita merasa anak si A tampaknya smpurna banget, yak. Makannya lahap, selalu akur dengan adik/kakaknya, anaknya nurut, sudah bisa ini itu. Beda, nih, sama anak kita yang susah banget makan, kok kayaknya ribut terus sama adiknya, susah dikasih tau, belum bisa ini itu. Lalu perasaan si mamakpun galau, membandingkan anaknya dengan anak orang lain yang tampak sempurna di Insta Story.

Padahal, belum tentu kenyataannya seperti yang di Insta Story, wong namanya hanya video sekelibet 15 detik. Tapi kita sudah kebawa perasaan, lupa untuk bersyukur, gelap mata sampai kecewa dengan anak kita yang tak sesempurna anak orang lain, bahkan kita sampai berekspektasi dan memaksa anak kita agar menjadi seperti anak orang lain. Alhasil, cinta kita kepada anak jadi pertanyakan lagi, sudahkah kita mencintainya tanpa syarat?

3. Tiap anak lahir dengan keunikannya masing-masing

Banyak yang belum menyadari, bahwa anak lahir membawa keunikannya masing-masing. Bahkan anak-anak yang sedarah (saudara) saja keunikannya bisa beda-beda. Bersyukur dan menerima mereka apa adanya, bersabar dalam membersamainya, itu sudah menjadi bentuk cinta tak bersyarat kita untuk mereka.

...

Setiap orang tua pastinya mengharapkan hal-hal terbaik dan sempurna ada pada anaknya, itu wajar. Tapi yang harus diingat, kenyataan kadang tidak selalu sama dengan yang diharapkan. Di situlah letak ujiannya, seberapa menerimanya kita akan pemberian dari Allah untuk kita? Sudah bersyukurkah kita? Atau malah kita malah sibuk mengeluh? Sampai lupa kalau di luar sana banyak sekali wanita yang sampai saat ini masih mendambakan kehadiran seorang anak di tengah-tengah mereka.

Cintai anak tanpa syarat, karena Allah menyiapkan hadiah terindah seperti yang tertera di dalam firman-Nya:
"Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah pahala yang besar." (QS. At-Taghabun: 15)

Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Cerita Di Balik Seminar Parenting GEMA Batam x Rumah Inspirasi: Panitia Cuma Berdua? - Seminar Parenting bersama Rumah Inspirasi beberapa hari yang lalu adalah event yang cukup besar pertama kali diadakan oleh Gelora Madani Batam (GEMA Batam). Dengan mengangkat tema "Meningkatkan Minat Belajar dan Prestasi Anak: Mempersiapkan Anak Menjadi Pembelajar Mandiri  dengan Memanfaatkan Keseharian Untuk Proses Belajar", seminar tersebut sukses dilaksanakan. Alhamdulillah.

Baca juga: Review Materi Seminar Parenting Bersama Rumah Inspirasi

Tapi tahukah pemirsa, kalau panitia pelaksana seminar tersebut hanya 2 orang? Hehe.

Inilah Cerita Di Balik Seminar Parenting GEMA Batam X Rumah Inspirasi


Bermula dari obrolan berdua, akhirnya kami mulai membahas kegiatan baru yang akan dilaksanakan beberapa waktu ke depan. Rumah Inspirasi dan Mbak Mira Julia (Lala) pun akhirnya menjadi topik pembahasan kami. Hmm, sebelum lanjut, "berdua" itu siapa saja, sih?

Tentang GEMA Batam bisa dibaca atau cek kategori/label blog ini tentang "Gelora Madani Batam".

Singkatnya, saya dan suami membangun sebuah Yayasan bernama Gelora Madani Batam atau yang biasa disingkat GEMA Batam. Awalnya, kegiatan GEMA Batam dimulai dengan membuka sebuah ruang baca gratis untuk semua kalangan, baik anak-anak, remaja, dan dewasa. Selain itu, kami juga bertekad untuk mengadakan kegiatan sebulan satu kali. Baik itu kegiatan untuk anak-anak, maupun para orang tuanya.

Seminar parenting ini adalah kegiatan kedua, setelah kegiatan pertama Robotic Explorer untuk anak-anak yang ingin melihat dan menyaksikan robot-robot milik Politeknik Negeri Batam. Akhirnya, membuat kegiatan-kegiatan seperti itu membuat kami ketagihan. Apalagi ketika mendapat feedback positif dari peserta yang mendapatkan kesan dan manfaat dari serangkaian kegiatan yang kami buat.

Percaya, nggak, kalau kami mengerjakan semua ini hanya berdua? Saya dan suami.

Mau nggak mau ya harus percaya, karena itulah faktanya. Kenapa tidak melibatkan orang lain? Bukannya tidak mau, tapi kami belum punya masa. Untuk saat ini, kami berdua masih terus membranding GEMA Batam agar bisa lebih dikenal orang. Tidak menutup kemungkinan kelak kita akan membentuk sebuah Team untuk mengerjakan program-program GEMA Batam bersama. Kuy, lah, bagi yang berminat bisa contact sayah..hehe.

Persiapan Seminar Parenting GEMA Batam Bersama Rumah Inspirasi

Sekitar 2 bulanan sebelum seminar parenting ini dilaksanakan, tepatnya tanggal 21 Agustus 2019, saya menghubungi Mbak Lala via Whatsapp. Tidak lama saya menunggu jawaban, Alhamdulillah Mbak Lala menjawab dengan ramahnya. Bersedia. Saya pun mengajukan beberapa pilihan tanggal untuk diadakannya seminar parenting di Batam. Wah, ini pertama kalinya Mbak Lala akan mengisi seminar di Batam!

Singkat cerita, terpilihlah tanggal 19 Oktober 2019 untuk dilaksanakannya seminar parenting bersama Mbak Lala, Rumah Inspirasi. Segala persiapan kami obrolin berdua, biasanya di tengah malam sambil pillow talk gitu. Hehe. Semua persiapan kami garap sesuai kebisaan dan kemampuan masing-masing, suami yang membuat flyer, edit flyer, membuat proposal, menyusun konsep acara dan lain-lain. Saya lebih ke sosial, promosi di media sosial, membuat tulisan di blog sebagai salah satu sarana promosi, membuat form pendaftaran, mengurus pendaftaran peserta, mengurus uang masuk dan keluar, dan banyak lagi. Sedangkan untuk media partner dan sponsor, kami cari bersama-sama, mengajak beberapa teman, kenalan dan rekan untuk bekerja sama.

Huhhhh (ambil nafas)...pokoknya semua kami kerjakan berdua.

Bisa dibayangkan bagaimana riwehnya kami saat itu. Suami yang pekerjaan utamanya di kampus dari pagi sampai malam hari, saya yang kegiatan utamanya sebagai ibu rumah tangga, kami berdua juga harus mengurus acara ini bersama-sama. Berdua saja. Tak jarang kami pun tidur larut, mencuri waktu kerja dan menyambi waktu masak untuk mengerjakan persiapan seminar ini.

Saya tidak mengeluh, tidak. Saya menuliskannya di blog ini supaya kelak bisa kami kenang kembali masa-masa ini. Masa-masa awal kami merintis GEMA Batam bersama-sama.

Terima Kasih Kepada Para Relawan...

Mendekati hari H, kami mulai mencari beberapa orang yang bisa membantu kami untuk meng-handle acara di hari H. Kami membutuhkan beberapa orang yang bisa membantu kami di ruang seminar dan di ruang Kids Zone yang kami sediakan untuk anak-anak bermain dan berkegiatan selama orang tuanya mengikuti seminar.

Alhamdulillah, kami mendapatkan beberapa orang baik yang sedia membantu di hari H. Bukan orang asing, kok, mereka adalah beberapa mahasiswa-mahasiswa yang dekat dengan suami saya dari satu organisasi kemahasiswaan di kampus dan juga beberapa teman dekat kami.

Tidak banyak waktu terbuang untuk briefing acara dan berbagi tugas masing-masingnya, secara mayoritas mereka sudah biasa meng-handle acara organisasi di kampusnya. Kami berkumpul di satu Group Whatsapp yang kami gunakan untuk menyampaikan instruksi atau memberikan arahan saat acara. Sampai akhirnya seminar ini pun selesai dan berakhir dengan baik dan sesuai dengan rencana.

Alhamdulillah... Kami sangat amat merasa terbantu dengan adanya mereka. Terima kasih, teman-teman Relawan!

Mbak Rahma, partner setia yang menemani saya mengantar-jemput dan menjamu Mbak Lala selama di Batam (narasumber). Oh ya, sekalian jadi fotografer saat acara.

Best volunteer! Thank you, Gaes..

---

Alhamdulillah, feedback dari beberapa peserta seminar sangat baik. Ada juga yang puas dengan konsep Kids Zonenya, mereka bisa tenang mengikuti seminar karena anak-anaknya betah dan aman bermain serta berkegitan bersama kakak-kakak Relawannya.

Seperti yang saya ceritakan tadi di atas, membuat kegiatan-kegiatan seperti ini akhirnya bikin ketagihan! Nah, untuk berikutnya...kira-kira kegiatan apa lagi yang harus dibuat oleh GEMA Batam, ya....?

Silahkan sarannya boleh ditulis di kolom komentar, biar sama-sama kita wujudkan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat, baik untuk anak-anak maupun para orang tua.

   
Share
Tweet
Pin
Share
1 comments
Seminar Parenting Bersama Rumah Inspirasi

Seminar Parenting Bersama Rumah Inspirasi: Meningkatkan Minat Belajar dan Prestasi Anak - Sabtu lalu, 19 Oktober 2019, Gelora Madani Batam atau yang biasa disebut GEMA Batam mengadakan Seminar Parenting bersama Rumah Inspirasi dengan tema "Meningkatkan Minat Belajar dan Prestasi Anak: Mempersiapkan Anak Menjadi Pembelajar Mandiri  dengan Memanfaatkan Keseharian Untuk Proses Belajar". Mbak Mira Julia atau lebih akrab dipanggil Mbak Lala yang menjadi narasumber seminar parenting ini. Beliau adalah founder rumahinspirasi.com dan juga praktisi homeschooling untuk ketiga anaknya.

Baca di sini untuk mengetahui tentang Rumah Inspirasi 


Seminar Parenting ini dilaksanakan di aula lantai 4 Politeknik Negeri Batam. Mulai pukul 07.30 pagi, satu per satu perserta berdatangan dan melakukan registrasi ulang di meja registrasi yang sudah disediakan oleh Tim Relawan GEMA Batam. Kemudian, acara dibuka oleh MC, menyanyikan lagu Indonesia Raya, sambutan dari Ketua Yayasan Gelora Madani Batam dan berdoa. Materi seminar dimulai tepat pada pukul 09.00 wib dan berakhir pukul 12.00 wib, ditutup dengan pembagian doorprize dan foto bersama.



REVIEW MATERI SEMINAR PARENTING BERSAMA RUMAH INSPIRASI: BANYAK BINTANG DI LANGIT

"Banyak Bintang di Langit" merupakan kalimat pembuka pada slide materi yang akan disampaikan oleh Mbak Lala. Seakan-akan mengingatkan kita, bahwa anak-anak itu bagaikan bintang di langit yang punya cahaya dan keindahan masing-masing.

Sebelum membahas tentang bagaimana cara meningkatkan minat belajar dan prestasi anak, kita lihat dulu apa saja yang menjadi tantangan pendidikan di zaman yang serba maju seperti sekarang ini. Salah satunya adalah perubahan zaman sangat cepat saat ini, khususnya di bidang teknologi. Kalau dulu, kita harus belanja langsung ke toko, sekarang sudah tidak lagi. Kalau dulu, kita belajar hanya bisa di sekolah, sekarang bisa via Youtube atau aplikasi saja. Kalau dulu cita-cita kebanyakan anak-anak adalah pilot, polisi, guru, dan lain sebagainya, sekarang sudah banyak bergeser ke profesi-profesi baru seperti youtuber, digital marketing, dan lain semacamnya.

Untuk itu, mau nggak mau, kita harus siap beradaptasi dengan kemajuan. Kita harus mau membuka diri untuk menerima banyaknya ilmu baru, bahkan sampai bisa melahirkan sebuah profesi baru. Sebagaimana Rasulullah SAW pernah berkata, "Ajarilah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman mereka bukan pada zamanmu. Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, sedangkan kalian diciptakan untuk zaman kalian". Nah, kita sebagai orang tua harus benar-benar camkan ini baik-baik.

Sumber: Materi seminar Mbak Lala

Menyegarkan Makna "Prestasi"

Pada umumnya, anak-anak sekolah dituntut untuk menjadi anak yang berprestasi. Makna kata "prestasi" bagi sebagian banyak orang (termasuk sejak jaman saya sekolah) adalah menjadi juara kelas, menang kompetisi, kaya raya dan terkenal. Kalau kita bukan termasuk salah satu diantaranya, maka, label bahwa kita bukan anak berprestasi secara otomatis akan tersetel di hati dan pikiran kita. Yaa, hal itu terbentuk karena lingkungan juga pastinya.

Sekarang, yuk, kita segarkan lagi makna prestasi. Anak yang tidak memenangkan sebuah kompetisi, bukan berarti dia tidak berprestasi. Dia adalah anak yang berprestasi jika dia bisa mengambil pelajaran dari kekalahannya dengan mengetahui dimana letak kekuatannya dan dimana letak kelemahannya. Bahkan, anak yang merasa nyaman dengan dirinya sendiri juga bisa dikatakan berprestasi, lho.

Ya, dengan anak nyaman dengan dirinya sendiri, bukankah anak bisa lebih bisa mengembangkan keterampilan dirinya dengan lebih baik?

Mbak Lala pun menceritakan kisah keluarga mereka sebagai praktisi homeschooling. Bagaimana anak-anaknya menjalani hari-hari sebagai pelajar di rumah, pembelajar mandiri, hingga akhirnya Yudhis (18th) berhasil masuk ke Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Kisah Yudhis bisa dibaca di buku karyanya sendiri yang berjudul Pembelajar Mandiri.

Pembelajar Mandiri, Karya Yudhis (18th), anak pertama Mbak Lala & Mas Aar.

Peran Orang Tua Meningkatkan Minat Belajar dan Prestasi Anak, Menyiapkan Pembelajar Sejati

Tidak hanya untuk keluarga homeschooler, bagi keluarga yang memilih jalur pendidikan formal pun harus memperhatikan beberapa hal di bawah ini untuk menyiapkan seorang pembelajar sejati.

1. Membangun Motivasi Interistik

Jenis motivasi ada 2, diantaranya adalah motivasi internal dan motivasi eksternal. Motivasi eksternal adalah motivasi yang datangnya dari luar, misalnya, seseorang belajar agar mendapat ranking, diiming-imingi hadiah, atau takut karena adanya ancaman atau hukuman. Jadi, seseorang melakukan sesuatu bukan karena dirinya sendiri, tetapi karena adanya faktor dari luar dirinya.

Sedangkan motivasi internal adalah motivasi yang datangnya dari dalam diri dan atas dasar minat seseorang tersebut. Misalnya, seorang anak melihat berita tentang gunung meletus, kemudian ia bertanya dan mempelajari tentang gunung. Apa itu gunung? Mengapa gunung bisa meletus? Apa yang dikeluarkan gunung saat meletus? Ia belajar karena keingintahuannya sendiri, tanpa ada faktor lain yang mengiming-iminginya atau adanya ancaman atau hukuman.

Sumber: Materi seminar Mbak Lala
Biasanya, sesuatu yang dipelajari karena motivasi eksternal itu tidak bertahan lama. Berbeda dengan sesuatu yang dipelajari karena motivasi internal, atau dorongan dari dalam dirinya sendiri, biasanya akan lebih tertanam dan mendapat kepuasan atas pencapainnya belajar secara mandiri.

Bagaimana Peran Orang Tua Untuk Membangun Motivasi Interistik/Internal Anak?

1. Mengenali hal-hal yang disukai anak dan menjadikannya sebagai "pintu masuk" untuk belajar. Biasanya anak-anak akan sangat bersemangat saat bertanya atau ingin mengetahui sesuatu atau mempersembahkan sesuatu. Maka, hati-hati dengan sebuah reaksi. Karena reaksi negatif (bahkan hanya sebuah ekspresi) akan mempengaruhi semangat belajarnya. Jangan sampai, reaksi negatif kita malah menutup pintu masuk belajarnya.

2. Menjelaskan pada anak, mengapa suatu hal harus dipelajari. Agar anak tahu, bahwa sesuatu yang ia pelajaari juga berhubungan dengan kebutuhannya.

3. Melakukan kegiatan bersama di dunia nyata. Ya, dampingi anak saat belajar. Jadilah fasilitator atau coach bagi anak. Bahkan, ajak anak untuk "magang" bersama orang tuanya lebih dulu (jangan buru-buru melepaskan anak magang keluar).

2. Membangun Budaya Belajar

Membangun budaya belajar ini sangat penting, mengingat kita yang ingin mempersiapkan anak menjadi seorang pembelajar mandiri. Bagaimana cara kita membangun budaya belajar? Misalnya, dengan membisakan diri membaca buku bersama, berdiskusi, atau menonton video-video yang edukatif.

Apa manfaat yang bisa kita  dari membangun budaya belajar?

1. Terpeliharanya semangat keingintahuan
2. Terbangunnya inisiatif dan rasa ingin selalu mencoba
3. Belajar komitmen dengan proses
4. Membangkitkan kegigihan dan pantang menyerah untuk mencapai tujuan
5. Menumbuhkan empati dan perhatian terhadap sekitar

Bagaimana Peran Orang Tua dalam Membangun Budaya Belajar Terhadap Anak?


Sumber: Materi seminar Mbak Lala

1. Memelihara keingintahuan anak. Seperti yang saya jelaskan di atas, hati-hati terhadap reaksi saat menanggapi pertanyaan anak. Jangan sampai reaksi sepele atau merendahkan yang keluar dari diri kita, sehingga bisa mematahkan semangat keingintahuan anak.

2. Memberikan ruang yang luas untuk mencoba. Katakan pada mereka, bahwa salah itu tidak masalah, asal kita mau belajar dari kesalahan dan memperbaiki kesalahan. Berikan anak kesempatan untuk mencoba, atas apa yang ingin ia coba untuk mempelajari sesuatu.

3. Menemani dan meneguhkan anak untuk bertekun. Orang tua juga bisa berperan sebagai obat di saat anak mulai merasa ingin menyerah dan putus asa. Jadilah penyemangat untuk anak, agar anak selalu on the track dalam mencapai keinginannya.

4. Menjadi mentor dan teladan untuk kegigihan dan kerja keras. Hmm, "teladan" adalah pelajaran paling berat dalam ilmu pengasuhan. Kenapa? Ya, karena anak-anak itu melihat, bukan mendengar. Mereka lebih mengikuti apa yang mereka lihat, bukan apa yang mereka dengar. Untuk itu, jadilah teladan. Jika ingin anak kita belajar, maka kita juga harus suka belajar, jika ingin anak kita bekerja keras, maka kita juga harus bekerja keras. Tidak bisa hanya dengan kata-kata tanpa contoh real dari kita, orang tuanya.

3. Membangun Keterampilan Belajar

Keterampilan belajar adalah keterampilan untuk mendapatkan pengetahuan/keterampilan baru sesuai dengan kebutuhan, tentunya dengan kualitas yang terbaik. Mengingat zaman sekarang serba digital, banyak ilmu dan pelajaran yang bisa kita dapatkan melalui internet. Bisa memanfaatkan kemajuan teknologi sebagai alat belajar dan membangun jaringan belajar.

Bagaimana Peran Orang Tua Dalam Membangun Keterampilan Belajar Anak?

1. Mengenalkan berbagai cara yang bisa dilakukan dalam proses belajar dan berkegiatan, yaitu bisa dilakukan di kelas, workshop, seminar, komunitas, belajar online via Youtube atau aplikasi belajar lainnya (kelas online). Zaman kita kecil mungkin kita hanya mengetahui bahwa belajar itu, ya, hanya di kelas. Iya, kan?

2. Dampingi anak agar terampil belajar melalui tutorial. Ini berlaku jika kita memilih proses belajar secara online, misalnya Youtube. Orang tua juga bisa menemani anak belajar sembari berkarya. Misalnya, fotografi, videografi, menulis, animasi dan media sosial. Kelak karya kita juga dapat dibutuhkan atau bermanfaat untuk orang banyak, kan?

4. Manajemen Diri

Ajak anak untuk bisa me-manage dirinya dengan cara bercerita atau berdiskusi tentang apa yang ingin ia capai dan ia tuju, susun rencana bersama untuk mencapai tujuan tersebut, latih anak untuk membuat jadwalnya sendiri dan belajar memanfaatkan waktu (manajemen waktu), lalu jangan lupa adakan sesi evaluasi dan refleksi diri.

Bagaimana Peran Orang Tua dalam Mendampingi Anak untuk Manajemen Diri?

1. Beri kesempatan anak mengambil keputusan tentang dirinya
2. Membuat kesepakatan bersama untuk menyusul jadwal kegiatan anak. Dalam arti, kegiatan anak bukan merupakan kemauan/ambisi/ekspektasi orang tua.
3. Adakan projek keluarga. Libatkan anak dalam mengambil keputusan dalam menentukan rancangan projek keluarga. Atau bahkan, izinkan anak menjadi leader dalam projek keluarga.
4. Libatkan anak dalam rencana kegiatan kelurga, misalnya rencana akhir pekan, rencana liburan atau bahkan sekedar rencana makan malam bersama sekeluarga.

Akhir Kata

Sumber: Materi seminar Mbak Lala
Semua anak itu lahir membawa keunikannya masing-masing. Dunia ini luas dan pasti selalu ada tempat untuk keunikan mereka. Tidak ada anak yang bodoh, melainkan mereka adalah anak-anak yang hebat dengan sinarnya masing-masing. Mereka itu...bagaikan banyaknya bintang di langit, semuanya bercahaya indah.

---

Seminar berkahir, rasanya waktu sangat cepat berlalu karena kita terbawa oleh suasana seminar yang penuh ilmu dan seru. Alhamdulillah, saya bisa khusyuk mengikuti seminar, karena anak-anak aman dan betah bermain dan berkegiatan sendiri di Kids Zone yang letaknya di lantai 1 Gedung Politeknik Negeri Batam.

Ya, ruangan ini disediakan oleh Tim GEMA Batam khusus untuk anak-anak bermain dan berkegiatan selama orang tuanya mengikuti seminar. Di dalamnya terdapat beberapa mainan, seperti kolam bola, mobilan, lego block, mainan masak-masakan dan lain sebagainya.


Bukan hanya bermain, anak-anak juga diajak berkegiatan seperti menulis, lomba, bagi-bagi snack dan berjoget bersama kakak-kakak yang bertugas menjaga, mengawasi dan menemani mereka bermain. Bahkan, sampai ada anak-anak yang belum mau pulang, lho. Hehehe.

Semoga kedepannya GEMA Batam bisa mengadakan kegiatan lain yang nggak kalah seru dan inspiratif lagi kedepannya. Aamiin.

Terima kasih kepada Ikatan Alumni Politeknik Negeri Batam (IAPOLBAT) yang mendukung penuh seminar ini serta kepada para sponsor dan media partner yang sudah berkontribusi sehingga seminar ini terlaksana dengan baik.

Saya mewakili Tim GEMA Batam mohon maaf jika ada khilaf dan kurang dari kami, semoga kedepannya Tim GEMA Batam bisa lebih baik dan matang lagi dalam menyelenggarakan kegiatan yang lebih bermanfaat. AAMIIN.

Di tulisan saya berikutnya, mungkin akan saya ceritakan behind the scene Seminar Parenting bersama Rumah Inspirasi, ya.. Semoga bisa jadi cerita, minimal untuk diri saya sendiri. Hihi.
Share
Tweet
Pin
Share
2 comments
Newer Posts
Older Posts

About Me




Hai, saya Juli Yastuti, akrab dipanggil Juli atau Yasti. Bagi saya, menulis adalah cara menebar manfaat termudah. Mau tahu lebih lengkap tentang saya?


Baca Selengkapnya >

Contact


Email : ceritaumi2017@gmail.com / Whatsapp : 083184213939

Find Me Here

Followers

Part Of



My Books




Recent Post

Popular Posts

  • Cobain Jadi Pilot! Family Gathering HUT Blogger Kepri ke-8 Tahun di FlyBest Flight Academy
  • Sudah Lama Ditunggu, HokBen Akhirnya Buka Gerai Pertama di Batam
  • Menyenangkan! Pengalaman Berlayar Menggunakan Kapal Roro Dari Batam ke Riau Selama 18 Jam
  • Belajar Memanah Di Mall, Asyik Juga!
  • Inilah Manfaat Minum Teh Susu bagi Tubuh

Member Of




Categories

  • Sharing
  • Info & Tips
  • Parenting
  • Family
  • Traveling
  • Institut Ibu Profesional (IIP)
  • Batam
  • Homeschooling
  • Review
  • Event
  • Tentang Buku
  • Kuliner
  • Gelora Madani Batam
  • Kolaborasi Blog
  • Mahasiswa
  • Puisi

Blog Archive

  • ►  2011 (11)
    • Jun 2011 (5)
    • Jul 2011 (6)
  • ►  2012 (2)
    • Nov 2012 (2)
  • ►  2013 (7)
    • Jan 2013 (1)
    • Feb 2013 (3)
    • Mar 2013 (1)
    • May 2013 (1)
    • Jun 2013 (1)
  • ►  2014 (13)
    • May 2014 (4)
    • Jun 2014 (4)
    • Jul 2014 (3)
    • Sep 2014 (2)
  • ►  2015 (3)
    • May 2015 (2)
    • Nov 2015 (1)
  • ►  2016 (3)
    • Jan 2016 (2)
    • Mar 2016 (1)
  • ►  2017 (56)
    • Feb 2017 (1)
    • Jun 2017 (1)
    • Aug 2017 (10)
    • Sep 2017 (1)
    • Oct 2017 (5)
    • Nov 2017 (25)
    • Dec 2017 (13)
  • ►  2018 (142)
    • Jan 2018 (21)
    • Feb 2018 (15)
    • Mar 2018 (18)
    • Apr 2018 (13)
    • May 2018 (17)
    • Jun 2018 (7)
    • Jul 2018 (9)
    • Aug 2018 (11)
    • Sep 2018 (5)
    • Oct 2018 (8)
    • Nov 2018 (7)
    • Dec 2018 (11)
  • ▼  2019 (67)
    • Jan 2019 (8)
    • Feb 2019 (6)
    • Mar 2019 (7)
    • Apr 2019 (4)
    • May 2019 (5)
    • Jun 2019 (10)
    • Jul 2019 (6)
    • Aug 2019 (3)
    • Sep 2019 (6)
    • Oct 2019 (5)
    • Nov 2019 (2)
    • Dec 2019 (5)
  • ►  2020 (28)
    • Jan 2020 (7)
    • Feb 2020 (3)
    • Mar 2020 (4)
    • Apr 2020 (1)
    • May 2020 (3)
    • Jun 2020 (3)
    • Jul 2020 (2)
    • Aug 2020 (1)
    • Oct 2020 (1)
    • Nov 2020 (1)
    • Dec 2020 (2)
  • ►  2021 (28)
    • Jan 2021 (1)
    • Apr 2021 (2)
    • May 2021 (2)
    • Jun 2021 (2)
    • Jul 2021 (4)
    • Aug 2021 (4)
    • Sep 2021 (1)
    • Oct 2021 (4)
    • Nov 2021 (4)
    • Dec 2021 (4)
  • ►  2022 (14)
    • Mar 2022 (2)
    • Apr 2022 (1)
    • May 2022 (1)
    • Jun 2022 (2)
    • Jul 2022 (2)
    • Aug 2022 (2)
    • Sep 2022 (3)
    • Oct 2022 (1)
  • ►  2023 (10)
    • Jan 2023 (3)
    • Feb 2023 (2)
    • Mar 2023 (1)
    • Jun 2023 (1)
    • Jul 2023 (2)
    • Oct 2023 (1)
  • ►  2024 (1)
    • Feb 2024 (1)
  • ►  2025 (2)
    • Jan 2025 (2)

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates