• Home
  • About Me
  • Category
    • Sharing
    • Info & Tips
    • Parenting
    • Family
    • Homeschooling
    • Review
    • Traveling
    • Tentang Buku
    • Gelora Madani Batam
    • Event
Youtube Instagram Twitter Facebook

Cerita Umi



8 Tahun Pernikahan: Less Expectations, More Love - Hari ini, 31 Mei 2021 adalah hari jadi pernikahan kami yang ke 8 tahun. Ironi sekali jika saya bilang, "Nggak terasa, ya, udah 8 tahun aja!" Karena nyatanya...ya terasa banget. Hehe.

Saya menikah diusia 22 tahun, usia yang cukup muda menurut saya. Ketika teman-teman saya pada sibuk bekerja, sibuk nikmati uang hasil keringatnya sendiri, asyik-asyiknya nongkrong, shopping, travelling, sedangkan saya memilih untuk menikah.

Menikah muda adalah keinginan saya sejak jaman sekolah (makk, masih sekolah udah mikirin nikah ternyata..hihi), saya sangat menikmati waktu menjadi seorang istri diusia muda saat itu.

Menikah adalah akhir cerita indah di buku cerita. Biasanya begitu di dongeng-dongeng, ya. "Akhirnya mereka pun menikah dan bahagia selama-lamanya." Begitu kira-kira kalimatnya.

Di dunia nyata, menikah bukanlah akhir cerita indah, melainkan awal cerita akan tercipta. Bukan pula bahagia selama-lamanya, melainkan belajar selama-lamanya agar terbiasa dengan rasa bahagia, duka, pahit, asem, asin, manis dan berbagai rasa lainnya.

Tahun-tahun pertama menikah, jujur, saya agak terkaget. Banyak hal yang nggak sesuai dengan ekspektasi saya. Dari sanalah akhirnya saya banyak belajar, belajar memahami, belajar memaklumi, belajar menurunkan ego, belajar melunakkan kepala yang keras, dan banyaaaak lagi. Dan itu dia yang utama, mengurangi sesuatu yang bernama ekspektasi.

Ekspektasi alias harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan memang membuat kita bersedih. Tapi, kita punya pilihan nih agar kita tidak bersedih, yaitu...tidak berekspektasi.

"Yang salah itu bukan pasangan, yang salah itu bukan keadaan. Yang salah itu kita yang memasang ekspektasi terlalu tinggi."

Misalnya, nih.

Saya berekspektasi bahwa ketika saya sedang membersihkan rumah, maka suami saya akan turut membantu. Nyatanya, suami tidak membantu, malah tetap asyik dengan gadgetnya. Saya pun tidak bicara atau meminta tolong secara langsung, tetapi ya saya hanya berekspektasi sebatas di kepala saya saja.

"Ya ampun, aku gedebak gedebuk bersihin rumah, nyapu pel, dll, lah kok dia nggak bantuin sama sekali, sih? Malah asyik duduk aja!" Dumel dalam hati. Alhasil, dongkol dan kesal berkecamuk di kepala, turun ke dada, sesak nafas tapi bukan asma, banting sapu, banting ember pel, banting pintu, manyun, kening berkerut, meronta-ronta sendiri dengan perasaan sakit sendiri akibat ekspektasi. Sedangkan suami, ya masih asyik sendiri.

Lalu, salahkah suami? Ya, enggak. Doi nggak tahu apa-apa, doi nggak bisa baca isi kepala kita. Nggak semua orang punya rasa inisiatif tinggi, itulah kenapa kita harus belajar memahami.

Tanpa disadari, kita sudah menciptakan rasa sakit kita sendiri hanya karena ekspektasi. Pikiranpun sempit, apa kebaikannya hanya sebatas bantu bersih-bersih? Apa nggak ada kebaikan lain? Kebaikan-kebaikan lainnya pun tertutupi dengan sempitnya pemikiran akibat ekspektasi terlalu tinggi.

Itulah kenapa, saya akhirnya memutuskan untuk menurunkan ekspektasi atau bahkan menghilangkannya sama sekali. Ekspektasi atau harapan, yaa, cukup kepada Allah saja yang jelas-jelas nggak akan ngecewain kita. Percayalah, semuanya akan terasa lebih ringan. Lelah kita ya biar Allah saja yang seka, semoga lelah kita menjadi Lillah.

Contoh di atas hanya satu contoh sederhana, ya. Apapun konteksnya, entah itu bersih-bersih, jaga anak, pekerjaan dan lain-lain, pastinya tiap rumah tangga punya persoalan yang beda-beda. Intinya, rendahkan ekspektasi kita supaya hidup lebih tentram. Jika hidup kita tentram, maka kita akan lebih mudah memberi cinta. Less expectations, more love.

Saya pernah mendengar kata-kata Mbak Dewi Sandra yang menyentuh banget di salah satu podcast Youtube-nya seorang artis Ibukota, intinya begini: "Kewajibanku ya kewajibanku, aku selesaikan itu. Aku tidak meminta hakku untuk kamu penuhi, tetapi aku minta hakku pada Allah saja."

Lakukan tugas kita tanpa harus memasang ekspektasi yang tinggi terhadap makhluk Allah yang lain, entah itu pasangan atau anak-anak. Ketika kita tidak banyak berekspektasi, kita akan jauh dari rasa kecewa dan sedih, maka kita hanya akan lebih banyak memberikan cinta.

Ahhh... Ini hanya seiprit pembahasan soal pernikahan dan rumah tangga, ya. Intinya, 8 tahun pernikahan kami ini membuat saya banyak belajar dan saya bersyukur karena sudah sampai di titik ini. Semoga Allah senantiasa menjaga saya dan suami, anak-anak kami, rumah tangga kami, sampai akhirnya kita semua dipanggil untuk 'kembali'.

Tulisan ini bukan untuk mengajari, tetapi untuk pengingat diri saya karena kadang saya tidak dapat mengendalikan ekspektasi yang saya buat tanpa saya sadari. Maafkan manusia yang banyak salah dan khilaf ini, Ya Allah.

Semoga tulisan ini ada manfaat yang bisa dipetik, ya.. Terima kasih sudah membaca sampai akhir. Silahkan isi kolom komentar kalau mau menambahkan pesan-pesan baiknya supaya kita bisa sama-sama belajar untuk tumbuh menjadi lebih baik lagi. :)

Cookies bucket by @sabia_krisna


Share
Tweet
Pin
Share
1 comments


Sayangi Dirimu Ya, Nak! - Sebuah pesan singkat yang baru-baru ini sering saya utarakan ke anak-anak.

"Sayangi diri Aal, ya.."
"Sayangi diri Maryam, ya.."

Saat itu berawal dari saya yang iseng bertanya kepada mereka. "Aal, Dek, siapa orang yang pertama kali disayangi?"

Sontak mereka menjawab, "Umi! Abi! Dan adek/mamas!"

Lalu saya menambahkan, "Loh, diri sendirinya nggak disayangi? Orang pertama yang harus disayang itu diri sendiri dulu, ya.."

"Kenapa?" Aal mulai bertanya.

"Iya, kita harus sayang sama diri kita sendiri dulu. Kalau sayang, kita nggak akan biarkan diri kita sakit, kotor, dan kita akan melakukan yang terbaik untuk diri kita. Misalnya... Umi harus mandi, keramas, cuci tangan, makan sehat, tidur cukup, olahraga, supaya badan umi sehat, bersih. Aal Maryam juga gitu.."

"Oooh.... Kalau gitu sekarang adek akan sayang diri adek sendiri, baru Umi, Abi dan Mamas dan semua keluarga." Sahut Maryam gumush. Hihi.

"Jadi siapa orang yang kita sayang pertama kali?" Tanya saya lagi.

"Diri Aal sendiri!"
"Diri adek sendiri!"

"Iyaa... Makanya....mau makan sayur, buah, trus mau tidur siang, tidur malam yang cukup jangan tidur tengah malam, menatap layar jangan lama-lama untuk jaga matanya...karena sayang sama dirinya, ya!" Masuuuukk kan omelan mamak-mamak dengan cara yang lebih elegan. Hihi.

Jadi, setiap Aal susah diajak tidur siang atau tidur malam yang suka terlalu larut, saya keluarin tuh jurus "Sayangi Dirimu".

"Nak, udah malam... Ini waktunya tidur... Kan Aal sayang sama diri Aal, kasian matanya udah ngantuk tapi masih dipaksa main/gambar/baca buku. Umi juga sayang Aal, makanya umi nggak mau Aal tidur larut, ayolah tidur.."

Kalau diingat-ingat, kayaknya jaman kecil kita lupa ya diingatkan untuk sayangi diri kita sendiri. Kita? Saya aja kali, ya.. Hehe.

Nasihat "Sayangi Dirimu" ini bakal panjang arahnya nanti. Untuk anak-anak seusia anak-anak saya (7th dan 4th), ya, saya mengarahkan mereka untuk sayangi diri sendiri sebatas mau makan sehat, tidur cukup, mau belajar, dll. Tentu akan meningkat seiring bertambahnya usia mereka nantinya. Apalagi ketika anak mulai beranjak remaja dan mulai-mulai ada rasa tertarik dengan lawan jenis.

"Sayangi dirimu, ya. Jangan mau direndahkan temen-temen, jangan mau dibully, jangan mau disentuh-sentuh, dan lain-lain."

Harapannya, anak jadi punya rasa akan melindungi dirinya sendiri karena dia sayang dirinya sendiri. Jaman sekarang apalagi jaman di masa depan menyeramkan, Bund. Kadang remaja aja pergaulannya udah kesana-sini. Jadi, kita nih yang mesti nguatin anak-anak kita dari dalam. Kita yang harus menanamkan nilai-nilai agama dan kebaikan di dalam diri mereka. Ya...untuk menjaga mereka nantinya.

Kita kan nggak akan bisa menjaga mereka 24 jam, seenggaknya kita harus lakukan cara terbaik untuk menjaga mereka dari berbagai sisi, doa juga pastinya.

Menjadi orang tua itu...makin tua makin harus banyak belajar, seiring bertambahnya usia anak. Kalau dulu belajar nyusuin, sekarang belajar nghadapin anak yang pinterrr banget negosiasi bahkan sampai debat. Hehe. Nanti-nanti akan beda lagi.

Bismillah, ya. Semoga kita semua selalu diberi kekuatan dan petunjuk sama Allah agar selalu bisa menjadi orang tua terbaik untuk anak-anak kita. Dan anak-anak kita pun bisa menjadi anak-anak yang baik, bertakwa kepada agamanya, dan membawa manfaat kepada orang banyak.. Aamiin Aamiin Ya Rabbal'alaamiin.

Eh...terima kasih sudah baca sampai akhir. :)
Semoga ada manfaat yang bisa dipetik, yah...

Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

About Me




Hai, saya Juli Yastuti, akrab dipanggil Juli atau Yasti. Bagi saya, menulis adalah cara menebar manfaat termudah. Mau tahu lebih lengkap tentang saya?


Baca Selengkapnya >

Contact


Email : ceritaumi2017@gmail.com / Whatsapp : 083184213939

Find Me Here

Followers

Part Of



My Books




Recent Post

Popular Posts

  • Pohon Literasi, Stimulasi Anak Suka Membaca
  • Aku Sayang Ibu, Catatan Literasi Pertama Aal
  • Review Materi Bunda Sayang Sesi 5: MENSTIMULASI ANAK SUKA MEMBACA
  • Pengalaman Melepas IUD Lama dan Memasang IUD Baru. Kapok?
  • Menyenangkan! Pengalaman Berlayar Menggunakan Kapal Roro Dari Batam ke Riau Selama 18 Jam

Member Of




Categories

  • Sharing
  • Info & Tips
  • Parenting
  • Family
  • Traveling
  • Institut Ibu Profesional (IIP)
  • Homeschooling
  • Batam
  • Review
  • Event
  • Tentang Buku
  • Kuliner
  • Gelora Madani Batam
  • Kolaborasi Blog
  • Mahasiswa
  • Puisi

Blog Archive

  • ►  2011 (11)
    • Jun 2011 (5)
    • Jul 2011 (6)
  • ►  2012 (2)
    • Nov 2012 (2)
  • ►  2013 (7)
    • Jan 2013 (1)
    • Feb 2013 (3)
    • Mar 2013 (1)
    • May 2013 (1)
    • Jun 2013 (1)
  • ►  2014 (13)
    • May 2014 (4)
    • Jun 2014 (4)
    • Jul 2014 (3)
    • Sep 2014 (2)
  • ►  2015 (3)
    • May 2015 (2)
    • Nov 2015 (1)
  • ►  2016 (3)
    • Jan 2016 (2)
    • Mar 2016 (1)
  • ►  2017 (56)
    • Feb 2017 (1)
    • Jun 2017 (1)
    • Aug 2017 (10)
    • Sep 2017 (1)
    • Oct 2017 (5)
    • Nov 2017 (25)
    • Dec 2017 (13)
  • ►  2018 (142)
    • Jan 2018 (21)
    • Feb 2018 (15)
    • Mar 2018 (18)
    • Apr 2018 (13)
    • May 2018 (17)
    • Jun 2018 (7)
    • Jul 2018 (9)
    • Aug 2018 (11)
    • Sep 2018 (5)
    • Oct 2018 (8)
    • Nov 2018 (7)
    • Dec 2018 (11)
  • ►  2019 (67)
    • Jan 2019 (8)
    • Feb 2019 (6)
    • Mar 2019 (7)
    • Apr 2019 (4)
    • May 2019 (5)
    • Jun 2019 (10)
    • Jul 2019 (6)
    • Aug 2019 (3)
    • Sep 2019 (6)
    • Oct 2019 (5)
    • Nov 2019 (2)
    • Dec 2019 (5)
  • ►  2020 (28)
    • Jan 2020 (7)
    • Feb 2020 (3)
    • Mar 2020 (4)
    • Apr 2020 (1)
    • May 2020 (3)
    • Jun 2020 (3)
    • Jul 2020 (2)
    • Aug 2020 (1)
    • Oct 2020 (1)
    • Nov 2020 (1)
    • Dec 2020 (2)
  • ▼  2021 (28)
    • Jan 2021 (1)
    • Apr 2021 (2)
    • May 2021 (2)
    • Jun 2021 (2)
    • Jul 2021 (4)
    • Aug 2021 (4)
    • Sep 2021 (1)
    • Oct 2021 (4)
    • Nov 2021 (4)
    • Dec 2021 (4)
  • ►  2022 (14)
    • Mar 2022 (2)
    • Apr 2022 (1)
    • May 2022 (1)
    • Jun 2022 (2)
    • Jul 2022 (2)
    • Aug 2022 (2)
    • Sep 2022 (3)
    • Oct 2022 (1)
  • ►  2023 (6)
    • Jan 2023 (3)
    • Feb 2023 (2)
    • Mar 2023 (1)

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates