• Home
  • About Me
  • Category
    • Sharing
    • Info & Tips
    • Parenting
    • Family
    • Homeschooling
    • Review
    • Traveling
    • Tentang Buku
    • Gelora Madani Batam
    • Event
Youtube Instagram Twitter Facebook

Cerita Umi

Homeschooling

Cerita Kami Memilih Homeschooling #HStory - Sungguh asing bagi saya ketika pertama kali mengenal kata Homeschooling. Yang saya tahu, homeschooling itu ya belajar di rumah, panggil guru ke rumah, semacam memindahkan sekolah ke rumah. Tapi ternyata saya salah, dan akhirnya saya mulai untuk mencari tahu dan mempelajarinya. Dan masih terus mempelajarinya sampai saat ini.

Bermula dari hari itu, ketika saya dan suami ngobrol santai membahas calon anak kami. Waktu itu anak pertama kami masih di dalam perut, tapi pembahasan tentang anak cukup sering menjadi tema obrolan kami.

Suami mulai membahas tentang homeschooling, yang insyaAllah akan menjadi jalur pendidikan anak-anak kami. Sempat terlintas ragu, "Waduh, nggak sekolah? Gimana ya entar?" pikir saya. Tapi saya tetap menyetujuinya, saya yakin suami saya pasti sudah berfikir dan mempelajari banyak hal tentang homeschooling, hingga akhirnya beliau membuat keputusan seperti itu untuk anaknya.

Suamipun mengenalkan rumahinspirasi.com kepada saya, sebuah blog yang membahas pengalaman penulisnya sebagai praktisi homeschooling. Setelah baca-baca, wah, ternyata menarik juga. Tapi, ragu tetap ada di dalam hati saya, "Apakah saya bisa..?".

Akhirnya saya memilih untuk menjalaninya saja, toh saat itu anak masih di perut, masih ada waktu untuk saya mencari tahu dan mempelajari homeschooling lebih banyak lagi.

Selain mencari refrensi dari Rumah Inspirasi, saya dan suami juga belajar dari bukunya Ayah Edy tentang "Indonesia Strong From Home". Di sana juga menjelaskan tentang pentingnya pendidikan rumah, rumah sebagai tempat pertama pembentukan karakter seorang anak.

Singkat cerita, akhirnya anak kami pun lahir. Kelahirannya merupakan 'sekolah kehidupan' baru bagi saya, karena hadirnya membuat saya banyak sekali belajar hal-hal baru yang selama ini tidak pernah saya pelajari di sekolah dan perguruan tinggi.

Saya sadar, peran saya sebagai ibu juga akan sekaligus sebagai guru untuknya. Saya harus memantaskan diri agar bisa menjadi seorang yang pertama kali menjadi teladan bagi hidupnya. Serius, ini tidak mudah. Tapi saya percaya, Allah berikan ujian sesuai kemampuan hambaNya. (Anak adalah ujian bagi orang tuanya, bukan?)


Ketika Anak-Anak Lain Masuk Sekolah, Dan Anak Saya Tidak

Usianya 4 tahun saat itu, belum usia sekolah memang. Tapi teman-teman dan saudaranya kebanyakan sudah dimasukkan ke sekolah semacam Playgroup atau PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Tiap pagi, anak-anak lain seusianya sudah sibuk berangkat sekolah di pagi, sedangkan anak saya tidak. Bahkan kadang masih santai di atas kasur bersama mainan kesukaannya.

Pernah dia tanyakan tentang sekolah, secara di belakang rumah kami ada Sekolah Dasar swasta. Pagi hari kami pernah mengajaknya jalan pagi, sambil melihat aktivitas anak-anak sekolah yang baru pada tiba. Ada yang baru turun kendaraan diantar oleh orang tuanya, ada yang berlari masuk ke dalam area sekolah sambil membawa tas besar, ada yang sedang ngobrol dengan gurunya, ada yang sedang bermain lari-larian dan banyak lagi.

Saya juga pernah mengajaknya bermain ke salah satu PAUD yang tidak jauh dari rumah kami. Saya hanya ingin dia juga tahu, bagaimana sekolah, seperti apa sekolah itu, dan saya juga ingin tahu bagaimana sekolah itu menurutnya. Karena pada dasarnya, kami tidak anti dengan sekolahan. Kalaupun anak kami ingin sekolah, akan kami persilahkan juga.

"Aal mau belajar, tapi Aal nggak mau sekolah. Sekolah enggak enak, nggak bisa sambil main.." Keputusan yang ia ambil sendiri di usia 5 tahun.


Menanggapi Pertanyaan Kakek dan Neneknya Tentang Homeschooling

Di usia Aal 4-5 tahun, orang tua kami menanyakan tentang sekolahnya. "Kapan dia masuk sekolah?", "Rencana mau sekolahin dimana?", pertanyaan itu tadinya cukup membuat saya gugup. Saya tidak bisa bayangkan, bagaimana reaksi beliau jika mengetahui bahwa cucunya tidak sekolah formal. Sedangkan cucunya yang pertama (cucu dari abang saya yang di Banjarbaru), sudah masuk sekolah sejak usia 3,5 tahun.

Alhamdulillah, saya menjawab pertanyaan beliau dengan sangat yakin. "Mungkin Aal nggak sekolah, Pa.. Dia homeschool, sekolah di rumah." Papa saya mengerutkan dahi mendengar jawaban saya. Merasa asing juga mungkin.

"Gimana itu? Apa nggak sebaiknya dimasukin sekolah saja?" Ahh, banyaklah pertanyaan yang muncul beruntun. Hehehe. Salah satunya, "Kalau nggak sekolah, nanti bagaimana ijazahnya?"

Saya pun berusaha menjelaskan tentang homeschooling, bagaimana belajarnya, ijazahnya legalitasnya, dan cerita pengalaman praktisi homeschooling yang saya ketahui.

Mendengar jawaban saya, Papa hanya mengangguk dan diam. Syukurnya, orang tua kami sangat open minded atas segala keputusan anak-anaknya. Dan kehidupan pun berjalan seperti biasa. Tidak ada perdebatan diantara kami, Papa dan Mama sangat menghargai pilihan kami.

Hanya saja, sesekali saya mengajak Papa Mama untuk mengantarkan kami berkegiatan bersama komunitas, atau sekedar bercerita tentang kegiatan belajar dan aktivitas yang mereka lakukan di rumah maupun di luar rumah.

Ada cerita. Pada suatu ketika, saya mendengar dari mulut Papa dan Mama saya menjawab pertanyaan saudara dan kerabatnya tentang pendidikan anak-anak kami, cucunya.

"Cucunya pintar yaa, Pak.. Udah sekolah ya?" tanya seseorang.
"Alhamdulillah, dia rajin baca buku. Dia nggak sekolah di sekolahan, dia sekolah di rumah aja, homeschooling namanya. Belajar sama Umi Abinya." Saya melihat wajah berseri Papa dan Mama saya ketika menjelaskan tentang anak kami. MasyaAllah.

Begitu juga dengan mertua saya, Bapak dan Mamak juga pernah menanyakan tentang sekolah anak kami, yaa, pertanyaan yang sama lah dengan pertanyaan yang diajukan oleh Mama Papa. Pertanyaan beruntun juga. Hehehe.

Alhamdulillah, Bapak dan Mamak juga sangat open mineded, beliau menyerahkan segala keputusan tentang anak kami kepada kami sepenuhnya. "Anak anak kalian, kalian yang tahu mana yang terbaik untuk mereka," kira-kira seperti itulah tanggapan beliau.

Lalu bagaimana jika kita memilih homeschooling, tetapi keluarga besar belum menyetujui?

Saran saya, lanjutkan saja, beri bukti terbaik. Sesekali ajak atau libatkan orang tua/keluarga dalam kegiatan belajar di rumah atau kegiatan bersama komunitas.


Yakin Dengan Homeschooling


Makin kesini menjalani homeschooling, Alhamdulillah kami semakin yakin. Kalau kata salah satu teman saya yang juga praktisi homeschooling, "Makin mengenal tentang homeschooling, makin jatuh cinta!" Seperti itu juga yang saya rasakan.

Sejauh ini, anak-anak happy dengan aktivitasnya sehari-hari. Mereka bisa bermain, belajar tentang apa yang mereka suka atau yang ingin mereka ketahui, belajar dari rutinitas kehidupan sehari-hari, belajar dari buku, dan banyak lagi.

Oh ya, lupa. Ada satu lagi pertanyaan yang sering sekali dilontarkan ketika mendengar kata homeschooling.

"Anak homeschooling, sosialisasinya bagaimana?"

Ok, baik, insyaAllah kita bahas di next artikel, yah.... #kedipmata


Share
Tweet
Pin
Share
2 comments
Mencintai Anak Tanpa Syarat

Mencintai Anak Tanpa Syarat - Setiap orang tua, pastilah sangat mencintai anaknya. Tapi, sadarkah kita para orang tua, bahwa kadang kita mencintai anak kita karena syarat. Wah, kok bisa?

Masih terbayang rasanya ketika kita dinyatakan positif hamil, bahagia sekali. Saat itu, rasanya kita merasakan yang namanya jatuh cinta lagi, bahkan jatuh cinta sebelum adanya pandangan pertama.

Hari demi hari, buah hati kian tumbuh besar dan semakin terbentuk menjadi seorang bayi di dalam rahim kita. MasyaAllah, 2 jiwa di dalam satu tubuh. Itulah kita dan dia, si buah hati tercinta.

Hingga tibalah saat hari kelahirannya. Rasa cinta dan sayang pun semakin mendalam, ketika kita bisa melihat wajahnya, mendengar suara tangisannya, dan gerak tubuhnya yang nyata di dalam pelukan. Tidak ada yang bisa meragukan, betapa luasnya cinta dan kasih seorang ibu saat itu.

Lalu, apakah rasa cinta yang kita punya itu adalah cinta tanpa syarat?

Coba periksa kembali isi hati kita. Adakah terlintas pikiran, "Mama sudah merawatmu sepanjang hari, kamu nanti jangan sampai melawan Mama, ya.", atau "Mama sudah memberikanmu gizi yang sangat baik dengan memberikan ASI eksklusif dan MPASI yang terbaik, kamu harus jadi anak pintar dan berprestasi, ya.", atau "Mama sudah banting tulang, merawatmu bahkan sambil mencari uang untuk mencukupi kebutuhanmu, kamu harus selalu ingat perjuangan mama dan bisa membalasnya kelak kamu sudah dewasa.", dan lain-lain sebagainya.

Ada lagi, persyaratan-persyaratan seperti itu kadang terucap frontal di depan anak. Misalnya, "Makan yang banyak, lho, biar Mama sayang sama kamu.", atau "Mama nggak sayang kamu kalau kamu nangis terus.", atau "Mama nggak sayang sama kakak kalau kakak terus-terusan ganggu adik.", ahh....dan banyak lagi.

Kebayang nggak, gimana perasaan si anak?

Mungkin, anak merasa tidak dicintai, anak merasa tidak dihargai, anak merasa tidak diterima sepenuh hati. Sedih, ya? Iya, sedih banget.

Kenapa orang tua bisa dengan mudahnya menaruh syarat untuk mencintai buah hatinya? Apa harapan kita sebenarnya terhadap mereka?

Lalu bagaimana caranya, agar kita bisa mencintai anak dengan sepenuh hati, tanpa syarat apapun?

Coba sama-sama kita renungkan beberapa point di bawah ini, ya....

1. Memberi tanpa berharap kembali

Cintai anak kita tanpa syarat, termasuk tidak berharap mereka membalas segala peluh dan jerih payah kita selama membesarkannya. Ingat kembali puisi karya Kahlil Gibran, bahwa anak kita itu bukan milik kita,  meskipun ia ada bersama kita tapi dia bukan milik kita.

Cukup memberi, tak perlu berharap kembali. Cukup cintai, biar cinta yang membawa kemana arahnya cinta itu bersemi. Cukup dampingi, agar dia ingat selalu dari mana langkah awal ia mengenal hidup ini.

2. Rumput tetangga lebih hijau, sampai lupa kalau rumput sendiri juga hijau bahkan berbunga

Susahnya hidup di jaman sosial media, kehidupan orang lain jadi lebih mudah kita konsumsi. Lalu muncullah kondisi keadaan yang pas dengan istilah "rumput tetangga lebih hijau". Termasuk soal anak, kadang kita merasa anak si A tampaknya smpurna banget, yak. Makannya lahap, selalu akur dengan adik/kakaknya, anaknya nurut, sudah bisa ini itu. Beda, nih, sama anak kita yang susah banget makan, kok kayaknya ribut terus sama adiknya, susah dikasih tau, belum bisa ini itu. Lalu perasaan si mamakpun galau, membandingkan anaknya dengan anak orang lain yang tampak sempurna di Insta Story.

Padahal, belum tentu kenyataannya seperti yang di Insta Story, wong namanya hanya video sekelibet 15 detik. Tapi kita sudah kebawa perasaan, lupa untuk bersyukur, gelap mata sampai kecewa dengan anak kita yang tak sesempurna anak orang lain, bahkan kita sampai berekspektasi dan memaksa anak kita agar menjadi seperti anak orang lain. Alhasil, cinta kita kepada anak jadi pertanyakan lagi, sudahkah kita mencintainya tanpa syarat?

3. Tiap anak lahir dengan keunikannya masing-masing

Banyak yang belum menyadari, bahwa anak lahir membawa keunikannya masing-masing. Bahkan anak-anak yang sedarah (saudara) saja keunikannya bisa beda-beda. Bersyukur dan menerima mereka apa adanya, bersabar dalam membersamainya, itu sudah menjadi bentuk cinta tak bersyarat kita untuk mereka.

...

Setiap orang tua pastinya mengharapkan hal-hal terbaik dan sempurna ada pada anaknya, itu wajar. Tapi yang harus diingat, kenyataan kadang tidak selalu sama dengan yang diharapkan. Di situlah letak ujiannya, seberapa menerimanya kita akan pemberian dari Allah untuk kita? Sudah bersyukurkah kita? Atau malah kita malah sibuk mengeluh? Sampai lupa kalau di luar sana banyak sekali wanita yang sampai saat ini masih mendambakan kehadiran seorang anak di tengah-tengah mereka.

Cintai anak tanpa syarat, karena Allah menyiapkan hadiah terindah seperti yang tertera di dalam firman-Nya:
"Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah pahala yang besar." (QS. At-Taghabun: 15)

Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

About Me




Hai, saya Juli Yastuti, akrab dipanggil Juli atau Yasti. Bagi saya, menulis adalah cara menebar manfaat termudah. Mau tahu lebih lengkap tentang saya?


Baca Selengkapnya >

Contact


Email : ceritaumi2017@gmail.com / Whatsapp : 083184213939

Find Me Here

Followers

Part Of



My Books




Recent Post

Popular Posts

  • Pohon Literasi, Stimulasi Anak Suka Membaca
  • Aku Sayang Ibu, Catatan Literasi Pertama Aal
  • Review Materi Bunda Sayang Sesi 5: MENSTIMULASI ANAK SUKA MEMBACA
  • Pengalaman Melepas IUD Lama dan Memasang IUD Baru. Kapok?
  • Menyenangkan! Pengalaman Berlayar Menggunakan Kapal Roro Dari Batam ke Riau Selama 18 Jam

Member Of




Categories

  • Sharing
  • Info & Tips
  • Parenting
  • Family
  • Traveling
  • Institut Ibu Profesional (IIP)
  • Homeschooling
  • Batam
  • Review
  • Event
  • Tentang Buku
  • Kuliner
  • Gelora Madani Batam
  • Kolaborasi Blog
  • Mahasiswa
  • Puisi

Blog Archive

  • ►  2011 (11)
    • Jun 2011 (5)
    • Jul 2011 (6)
  • ►  2012 (2)
    • Nov 2012 (2)
  • ►  2013 (7)
    • Jan 2013 (1)
    • Feb 2013 (3)
    • Mar 2013 (1)
    • May 2013 (1)
    • Jun 2013 (1)
  • ►  2014 (13)
    • May 2014 (4)
    • Jun 2014 (4)
    • Jul 2014 (3)
    • Sep 2014 (2)
  • ►  2015 (3)
    • May 2015 (2)
    • Nov 2015 (1)
  • ►  2016 (3)
    • Jan 2016 (2)
    • Mar 2016 (1)
  • ►  2017 (56)
    • Feb 2017 (1)
    • Jun 2017 (1)
    • Aug 2017 (10)
    • Sep 2017 (1)
    • Oct 2017 (5)
    • Nov 2017 (25)
    • Dec 2017 (13)
  • ►  2018 (142)
    • Jan 2018 (21)
    • Feb 2018 (15)
    • Mar 2018 (18)
    • Apr 2018 (13)
    • May 2018 (17)
    • Jun 2018 (7)
    • Jul 2018 (9)
    • Aug 2018 (11)
    • Sep 2018 (5)
    • Oct 2018 (8)
    • Nov 2018 (7)
    • Dec 2018 (11)
  • ▼  2019 (67)
    • Jan 2019 (8)
    • Feb 2019 (6)
    • Mar 2019 (7)
    • Apr 2019 (4)
    • May 2019 (5)
    • Jun 2019 (10)
    • Jul 2019 (6)
    • Aug 2019 (3)
    • Sep 2019 (6)
    • Oct 2019 (5)
    • Nov 2019 (2)
    • Dec 2019 (5)
  • ►  2020 (28)
    • Jan 2020 (7)
    • Feb 2020 (3)
    • Mar 2020 (4)
    • Apr 2020 (1)
    • May 2020 (3)
    • Jun 2020 (3)
    • Jul 2020 (2)
    • Aug 2020 (1)
    • Oct 2020 (1)
    • Nov 2020 (1)
    • Dec 2020 (2)
  • ►  2021 (28)
    • Jan 2021 (1)
    • Apr 2021 (2)
    • May 2021 (2)
    • Jun 2021 (2)
    • Jul 2021 (4)
    • Aug 2021 (4)
    • Sep 2021 (1)
    • Oct 2021 (4)
    • Nov 2021 (4)
    • Dec 2021 (4)
  • ►  2022 (14)
    • Mar 2022 (2)
    • Apr 2022 (1)
    • May 2022 (1)
    • Jun 2022 (2)
    • Jul 2022 (2)
    • Aug 2022 (2)
    • Sep 2022 (3)
    • Oct 2022 (1)
  • ►  2023 (6)
    • Jan 2023 (3)
    • Feb 2023 (2)
    • Mar 2023 (1)

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates