Sahabat Sehidup Sesurga - Bisa saja kita mempunyai banyak teman, tapi belum tentu kita mempunyai sahabat. Sahabat, makhluk ini agak-agak langka ya menurut saya. Apalagi di jaman sekarang ini sulit sekali mencari orang yang memang tulus peduli terhadap kita.
Bisa memiliki sahabat merupakan salah satu rejeki terindah bagi saya. 10 tahun sudah kami merasa sangat dekat, dari jaman dulu ketika masih mencari-cari jati diri sampai detik ini yang Alhamdulillah sudah jadi bini orang dan emak-emak semuanya.
Mereka adalah Nadra Anasis dan Tia Maria. Nama-nama ini melekat di dalam hati saya setelah nama-nama keluarga saya. Mereka adalah teman hidup saya dalam mencari jati diri, Alhamdulillah saya menemukan jalan yang lebih baik dari sebelum-sebelumnya. Kami tumbuh bersama, belajar bersama, saling mengingatkan, saling membantu, saling peduli, dan saling menyayangi satu sama lainnya dari dulu hingga saat ini.
Baca juga tulisan saya sebelumnya tentang mereka: Sahabat
Sahabat Menuntun Ke Arah Yang Baik
Nadra, Tia dan Saya (kiri ke kanan). |
Di saat itu saya jalan berdampingan bersama dengan mereka, pelan-pelan banyak perubahan lain yang terjadi pada diri saya. Yang tadinya berjilbab pendek menjadi lebih panjang, yang tadinya bercelana jeans ketat menjadi rok dan gamis, dan banyak lagi. Tapi semua itu tidak drastis, semua ada proses yang saya lalui bersama mereka juga. Mereka bukan wanita sholihah yang sudah sempurna, tapi kami saling menuntun, mencari jalan yang lebih baik bersama-sama dengan cara yang suka cita.
Perbedaan Watak Dan Karakter
Kami bertiga mempunyai watak dan karakter yang berbeda-beda. Sangat berbeda malah.. Ketidakcocokan pemikiran sering terjadi, kesalahpahaman juga kerap terjadi antara kami bertiga. Tapi itulah yang membuat kami belajar untuk bisa saling memahami dan menerima, bahwa sahabat itu tidak melulu harus selalu sama dalam hal apapun. Perbedaan bukan berarti membuat kami tidak kompak, justru perbedaan membuat cerita persahabatan ini menjadi lebih seru dan lucu untuk dikenang.
Di antara kami tuh ada yang orangnya peka banget, cuek, pendiam dan pemalu (2 yang terakhir ini saya banget ya, camkan itu!). Karena itulah kadang kami sudah seperti orang pacaran. Nggak ngabarin, sensi. Nggak balas chat, sensi. Lihat dia lebih dekat dengan yang lain juga sensi. Hahaha. Tapi dengan berjalannya waktu, kami belajar untuk mengerti, bahwa seseorang itu tidak bisa menjadi seperti yang kita inginkan. Semua orang itu unik. Jadi, jika kita menyayanginya, yaa kita harus terima keunikannya.
Meskipun ada duka-duka yang kita lalui, tapi tetap saja kita tidak menjauh dan pergi. Kenapa? Karena suka-suka yang kita lalui itu lebih banyak dan lebih melekat. Itulah yang membuat kami menjadi semakin dekat dan selalu merasa dekat bahkan sampai saat ini.
Mengukir Kenangan
Saat menulis cerita ini, pikiran saya jauh melayang kembali ke masa-masa lalu. Banyak juga kenangan yang pernah kami buat bersama-sama sampai saya bingung untuk menuliskannya di sini. Salah satu kenangan-kenangan kami adalah surprise di hari ulang tahun. Entah bagaimana mulanya, saya lupa, hingga pada akhirnya kami selalu merencanakan surprise saat salah satu di antara kami ulang tahun bersama satu orang sahabat laki-laki kami yang bernama Denni.
Berbagai macam cara kami pikirkan matang-matang agar berhasil memberi kejutan untuk yang berulang tahun. Bekerjasama dan sekongkol dengan keluarga, kadang juga rencana gagal dan harus susun rencana baru pun pernah terjadi. Bagi saya ini kenangan banget ya. Secara, merekalah orang-orang pertama yang bikin kejutan dan menspesialkan hari ulang tahun saya (kesian yak, wkwk). Di usia segitu mah begitu yaa, hehehe. Beda dengan sekarang yang menganggap ulang tahun menjadi hal yang biasa saja. Wong jadi makin tua kok, malah lebih sering di depan kaca untuk cek garis-garis halus di wajah. Hahaha.
Berani Jujur-Jujuran
Salah satu moment yang nggak bisa terlupa itu ketika kami berani untuk jujur-jujuran. Jujur, apa yang membuat mereka tidak suka dari saya, sikap saya yang pernah membuat mereka sedih dan kecewa, sikap saya yang tidak pantas menurut mereka, dan lain sebagainya. Begitu pula saya jujur berbicara tentang mereka. Kami saling menerima apapun yang dikatakan secara jujur. Jleb juga, nangis juga, tapi ini dilakukan supaya kita bisa saling intropeksi dan belajar menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
Ini sweet banget tau nggak, sih. Kayaknya pasangan suami istri juga perlu melakukan ini. Setelah uneg-uneg keluar secara leluasa, itu rasanya lega bangeeet. Kita jadi saling tahu masing-masingnya, kita jadi bisa saling menjaga dari apa yang tidak disukai oleh orang yang kita sayangi, dan pastinya kita menjadi semakin satu hati.
Jalan Hidup Masing-Masing
Nadra, Tia dan Saya ketika sudah jadi emak-emak. :D |
3 tahun kami bersama-sama di bangku kuliah, tibalah saatnya kami lulus dan akhirnya terpisah oleh jarak. Kami bekerja di tempat yang berbeda, hingga akhirnya saya dan Nadra dipertemukan kembali di satu tempat kerja yang sama. Wah, kami bahagia sekali. Tapi berbeda dengan Tia, dia bekerja di tempat yang sangat jauh (masih di Batam juga, sih) sehingga intensitas bertemu menjadi semakin langka.
Entah apa yang dia rasakan melihat saya dan Nadra yang selalu bersama (cemburu nggak ya dia..hehehe). Pergi dan pulang kerja bersama-sama, makan bersama, kadang jalan-jalan dan nonton bioskop bersama. Sedangkan dia, sangat jarang kami bersama lagi. Tapi komunikasi tetap berjalan baik, hati pun tetap terkoneksi dengan baik. Tsah!
Setahun berlalu, akhirnya saya pun pindah ke tempat kerja yang baru (masih di Batam juga). Kami mengejar dan memperjuangkan karier kami masing-masing, Tia juga melanjutkan pendidikannya ke jengjang yang lebih tinggi. Kami bertiga terpisah dengan jarak yang cukup jauh, ditambah lagi dengan kesibukan yang semakin padat tak menentu. Bertemu, bercanda, tertawa, semua menjadi sesuatu yang sangat kami rindukan.
Kelangkaan bertemu semakin menjadi ketika satu-satu di antara kami menikah. Kami hanya disatukan oleh sebuah "grup absurb" di Whatsapp yang selalu membuat kami merasa tetap dekat. Di sanalah rumah tempat kami bercerita, bercanda, berbagi, dan menuangkan segala rasa ketika lelah melanda.
Sekarang kami sudah menjadi ibu rumah tangga, sibuk dengan keluarga dan urusan masing-masing. Meskipun begitu, kami masih tetap terus saling menuntun agar kami sama-sama menjadi istri dan ibu yang terbaik untuk keluarga. Terkadang kami sempatkan untuk bertemu sekaligus mengajak anak-anak kami bermain bersama-sama. Alhamdulillah kami punya suami yang mengerti bagimana kami bersahabat, jadi tidak mempersulit keinginan kami untuk sesekali bertemu.
Penerus kami, setahun yang lalu (2018) |
Penerus kami (2019) |
Sahabat Sehidup Sesurga
Anak-anak semakin besar. Kurang 1 anak saya yang lagi tidur. :) |
Ibnul Jauzi pernah berpesan kepada sahabat-sahabatnya sambil menangis, “Jika kalian tidak menemukan aku nanti di surga bersama kalian, maka tolonglah bertanya kepada Allah tentang diriku, ‘Wahai Rabb kami, hamba-Mu fulan, sewaktu di dunia selalu mengingatkan kami tentang Engkau. Maka masukkanlah dia bersama kami di surga-Mu’.”
Dan kami pun pernah berkata, "Kalau kalian nanti masuk Surga dan tidak menemukan aku, tolong cari aku dan bantu aku ke Surga bersama kalian, yaaa..." MasyaAllah. Sebagaimana Rasulullah pernah bersabda:
“Apabila penghuni surga telah masuk ke dalam surga, lalu mereka tidak menemukan sahabat-sahabat mereka yang selalu bersama mereka dahulu di dunia. Mereka bertanya tentang sahabat mereka kepada Allah: ‘Yaa Rabb… kami tidak melihat sahabat-sahabat kami yang sewaktu di dunia shalat bersama kami, puasa bersama kami dan berjuang bersama kami?’ Maka Allah SWT berfirman, ‘Pergilah ke neraka, lalu keluarkan sahabat-sahabatmu yang di hatinya ada iman walaupun hanya sebesar zarrah’.” [HR. Ibnul Mubarak dalam kitab az-Zuhd]