Ketika Tangisan Anak Menjadi 'Senjata' - Mengatasi Anak Tantrum

by - 10:40 PM


Ketika Tangisan Anak Menjadi "Senjata" - Mengatasi Anak Tantrum - Drama everyday. Ya, setiap hari penuh drama. Mungkin itu yang dirasakan kebanyakan mamak-mamak di seluruh penjuru dunia. Ketika tangisannya menjadi sebuah "senjata" untuk mendapatkan sesuatu, tak jarang hati kita luluh dan akhirnya angkat tangan tanda menyerah dengan memenuhi keinginannya.

Orang tua harus peka dan pintar-pintar membedakan mana tangisan murni kesedihan dalam hatinya dan mana tangisan drama karena ada maunya. Anak-anak itu cerdas, ketika kemauannya tidak dipenuhi, dia akan cari cara bagaimana agar ia mendapatkan apa yang menjadi kemauannya tersebut.

Begini, nih, contoh kasus ketika tangisan anak menjadi "senjata":

Anak: Ma, mau itu.. (nunjuk permen)
Mamak: Nggak boleh, nanti giginya rusak.
Anak: Haa...mauuu.. (mulai merengek)
Mamak: Nggak boleh, Nak. Mau gigimu rusak?
Anak: Huaaaa!!! Haaaa....! (jerit macam kena siksa)
Mamak: Udah udah diam, ambil lah! Satu aja ya..
Anak: (nyengir)

Pernah nggak sih menyaksikan drama di atas? Saya pernah, lho. Nah, sekali kita memenuhi keinginannya dengan cara seperti itu, berikutnya si anak akan pakai cara itu lagi untuk memenuhi keinginannya. Percaya, nggak?

Drama semacam ini biasanya terjadi pada anak usia balita. Biasanya masa-masa ini disebut sebagai masa tantrum. Meskipun normal terjadi, tapi kita bisa mencegah atau memininalisirnya, kok. Cara pengasuhan kita sangat mempengaruhi besar atau kecilnya tantrum si anak. Lalu, bagaimana cara mengetahui antara tangisan murni dengan tangisan "senjata"?

Baca juga: Cara Menghadapi Anak Tantrum

Saat anak menangis, lihat matanya. Tangisan "senjata" biasanya tidak mengeluarkan air mata. Perhatikan suaranya, biasanya akan terdengar suara tangisan yang dibuat-buat. Selebihnya cukup gunakan perasaan keibuan atau kebapakan kita untuk menilainya.

Coba bandingkan dengan tangisan murni karena sedih, misalnya ketika dia jatuh dan sakit. Otomatis tangisan pecah dan air matanya pun keluar. Coba lihat tangisannya ketika kita pergi meninggalkannya bekerja, misalnya, pasti terasa emosi kesedihan yang sesungguhnya. Jadi, main feeling saja. Dan yang terpenting adalah di situasi dan kondisinya. Biasanya, tangisan "senjata" itu keluar saat anak menginginkan sesuatu tetapi tidak ia dapatkan atau karena menginginkan sesuatu tetapi tidak tahu bagaimana caranya meminta.

Apa yang harus kita lalukan ketika menghadapi anak yang menggunakan tangisan sebagai "senjata" untuk mendapatkan sesuatu?

1. Tenang
Santai saja, tidak perlu merespon berlebihan. Tenang sambil menyimak apa maksud dari tangisannya. Kalau itu benar-benar tangisan "senjata", ambil nafas, jangan terpancing dan jangan langsung menyerah dengan memenuhi keinginannya. Biarkan saja dulu dia menangis sambil kita berfikir mencari cara menenangkannya. Kadang yang nggak tenang malah orang sekitar, ya. Hehehe.

2. Ajarkan anak bicara dan meminta dengan bahasa yang baik dan benar
Mungkin dia belum tahu bagaimana caranya meminta, jangan penuhi permintaannya jika cara yang ia lakukan belum benar. Ajarkan dulu ia bagaimana caranya meminta dengan bahasa yang baik dan benar. "Coba adek ambil nafas, tenang dan tidak pakai teriak-teriak. Terus bilang sama Umi, 'Umi, tolong ambilkan itu..', begitu. Gimana, Dek?" Kalau dia sudah menirukan cara tersebut, segera berikan apa yang ia minta (jika memang boleh diberikan).

Ini akan membentuk kebiasaannya dalam meminta sesuatu. Kalau kita memberikan kemauannya dengan cara meminta yang salah (nangis, teriak-teriak, berguling-guling, dsb), begitulah kebiasan yang dia anggap benar dan next akan dilakukannya kambali.

3. Berikan waktu untuknya menangis
Bagaimana jika keinginannya itu tidak boleh kira penuhi? KONSISTEN. Jangan sampai yang tadinya kita bilang TIDAK, tiba-tiba berubah menjadi YA karena tangisannya yang cetar membahana. Ini gawat jangka panjang, ini sama saja senjata tepat sasaran. Jika memang tidak, ya tidak. Jika dia menangis, peluklah, berikan waktu untuknya melepas segala sesak di dada. Bicaralah padanya ketika dia mulai tenang, katakan alasannya mengapa kita berkata tidak. Beri opsi lain yang kira-kira bisa menghiburnya dan mengalihkannya dari kemauannya yang sebelumnya.

---

Ahh, susah-susah gampang, ya. Butuh kewarasan hati dan pikiran ketika kita dihadapkan langsung oleh situasi di atas. Jangan ikutan tantrum yaa, Mak-Emak.. Shantayy, banyak-banyakin doa, banyakin nonton komedi biar bisa ketawa lepas dan urat-urat di kepala agak lemes. Hehehee.

Sabar. Sabar itu tidak ada batasnya. Percayalah bahwa kesabaran akan berbuah manis.

Semangat buat para Emak-Emak, para pendidik generasi cemerlang di masa depan!

You May Also Like

2 comments

  1. Hemm..betul sekali umi,terkadang malah orang sekitar yang mengganggu komitmen keluarga dalam mendidik anak. Makasih sharingnya, ilmu yang bermanfaat.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin. Terima kasih juga sudah berkunjung kemari.. :)

      Delete