Ketika Anak Saya Di-Bully

by - 4:06 PM

Bullying

Ketika Anak Saya Di-Bully -
Salah satu yang aku khawatirkan terjadi, bullying. Syukurnya belum parah, sih. Tapi, bully tetap saja bully. Jadi begini ceritanya...

Anak saya yang sulung (Aal, 5 tahun 9 bulan) memang tidak sekolah formal, kami memilih homeschooling untuk pendidikannya. Tapi bukan berarti dia hanya di rumah saja selama 24 jam dalam 7 hari, belakangan ini dia juga mengikuti beberapa kursus yang memang ia sukai, yaitu kursus Bahasa Inggris dan berenang.

Di tempat belajar renang Alhamdulillah aman, karena kebetulan teman satu groupnya tidak bisa berbahasa Indonesia. Mereka ngobrol seadanya dan secukupnya menggunakan Bahasa Inggris, lumayan untuk Aal belajar dan membiasakan diri berkomunikasi menggunakan Bahasa Inggris dengan teman sebayanya. InsyaAllah, sejauh ini peluang bullying sangat kecil terjadi di sini.

Tapi berbeda dengan di tempatnya belajar bahasa Inggris. Ia satu kelas dengan anak-anak yang 2-4 tahun di atasnya, ya, kira-kira kelas 1-4 SD. Sangat banyak keberagaman di sini dan sangat besar pula kemungkinan bullying itu terjadi di sini. Itu yang saya khawatirkan, dan itu terjadi kemarin.

Malam harinya di rumah, tiba-tiba Aal meminta saya untuk memotong rambutnya. Ini tumben sekali. Seminggu yang lalu saya tanyakan soal potong rambut karena rambutnya sudah panjang juga, tapi dia tidak mau. Selalu begitu kalau membahas tentang potong rambut, memang rada susah. Yang kenal dengan saya dan Aal, pasti tahu model rambut Aal sejak dulu. Jadi, ketika dia tiba-tiba minta potong rambut, saya pun heran dan bertanya-tanya.

"Umi, besok kita potong rambut, ya." Tegasnya pada saya tiba-tiba. "Wah, tumben. Kenapa?" Jawab saya dan bertanya kembali.

"Hehe iya, soalnya diejek," katanya polos. Seketika saya shock, Abinya pun tertegun dan sontak bertanya. "Siapa yang ngejek? Diejek apa?"

Aal tampak kaget dan menutupinya dengan tertawa. Saya ikut tertawa saja, supaya suasana cair, mencoba untuk biasa. Padahal...greget juga hati mamak!

"Siapa yang ejek, Nak? Diejek gimana?" Tanya saya santai. Hmm, sepertinya memang harus santai, supaya anak jadi tidak takut untuk bercerita apa adanya. Saya bawa bercanda dan tertawa, merayunya agar mau bercerita semua.

Akhirnya, Aal pun bercerita, bahwa temannya yang bernama **** memanggilnya Pony. Yang Aal tangkap, ia disamakan dengan tokoh animasi anak-anak perempuan My Little Pony, kuda-kuda cantik yang berponi panjang. "Woy, ada Pony!" Begitulah yang temannya katakan ketika Aal datang.

Aal tahu Pony, karena adiknya suka kuda Pony. Dia tidak suka dikatakan seperti Pony, hingga ia meminta saya untuk memotong pendek rambutnya seperti rambut Abi yang pendek dan tidak berponi. Sayang sekali, padahal rambutnya sangat bagus berponi karena rambutnya halus dan jatuh. Rambutnya itu yang menjadi ciri khas 'Aal banget' selama ini, tapi semua berubah semenjak adanya ejekan yang ia terima.

"Wah, bagus dong Pony. Mungkin **** bilang kayak gitu karena rambut Aal bagus dan pengen punya rambut kayak gitu. Rambut Aal kan bagus, lurus, halus dan jatuh. Kan banyak yang bilang rambut Aal bagus..." saya berusaha memberi penjelasan yang menyenangkan.

"Ya, tapi potong aja lah.." katanya lagi.

"Yaudah, terserah Aal... Rambut Aal kayak gitu bagus, potong pendek juga bagus. Tapi Aal potong rambut bukan karena diejek **** ya, tapi karena memang sudah agak panjang dan harus dirapikan. Yang seperti **** itu tidak boleh ditiru yaa, Sayang..." saya menasihati sambil memeluk dan membuatnya tertawa. Dia mengiyakan nasihat saya.

Saya sedih. Meskipun saya tutupi dengan tawa dan raut wajah yang berusaha ceria di hadapannya. Saya hanya ingin membuatnya nyaman bersama saya, nyaman untuk bercerita tentang apapun yang terjadi pada dia. Ya...memang peran saya bukan lagi hanya sebagai orang tua, tapi juga harus menjadi seoranga sahabat baginya.

Saya dan suami menganggap ejekan atau bullying adalah hal yang serius dan bukan candaan. Pengaruhnya besar, sangat bisa mengubah kebiasaan dan hidup seseorang. Tapi kita juga harus pelan-pelan, jangan sampai bersikap layaknya mengintrogasi dan malah membuat anak tertutup kepada kita. Itulah mengapa saya bersikap santai untuk memancingnya bercerita.

Bullying ada sejak dulu, bahkan saya juga sering dibully dulu. Tapi saya tidak pernah terbuka dengan orang tua saya, saya simpan sendiri dan itu membuat saya menjadi anak yang kurang percaya diri dan pemalu. Saya tidak mau anak-anak saya seperti itu.

Bullying tidak bisa dihindari, tidak mungkin saya tarik anak saya dari lingkungannya, tidak mungkin anak saya hanya saya peram di dalam rumah tanpa mengenal aneka ragam manusia di luar sana. Justru inilah saatnya dia belajar berbagai karakteristik manusia, ada yang menyenangkan dan ada pula yang sebaliknya.

Kata-kata yang sering tanamkan padanya adalah: Orang itu macam-macam, ada yang baik dan menyenangkan, ada juga yang tidak baik dan tidak menyenangkan. Kita harus memilih untuk menjadi orang yang seperti apa, dan orang-orang lain pun juga memilih untuk menjadi orang yang seperti apa. Kalau kita memilih menjadi orang baik dan menyenangkan, tetaplah berbuat baik, meskipun ada orang yang tidak baik kepada kita.

Bisa dibilang, itulah kurikulum dasar dalam belajar bersosialisasi untuk anak-anak kami. Saya dan suami akan tetap pada fungsinya, mendampingi sampai akhir.

Ahh.....bergebu-gebu sekali ketika saya menulis cerita ini. Semoga ada manfaat yang bisa diambil ya, teman-teman. Semoga anak-anak kita dijauhkan dari kasus bullying, baik itu yang dibully atau yang membully.

Hmmm, tugas kita, nih, sebagai orang tua untuk mengedukasi anak-anak tentang bullying. Setidaknya bullying harus stop di anak-anak kita sendiri. Karena perubahan yang besar berawal dari sebuah perubahan yang kecil, bukan?

Semangat mendampingi anak-anak untuk para orang tua di Indonesia! :)

You May Also Like

2 comments

  1. Betul sekali. Bullying itu tidak terhindarkan memang.. Smg anak-anak kita kuat menghadapi orang-orang yg tidak menyenangkan.. Semangaatt Aal!!

    ReplyDelete